Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Kota Layak Anak, Antara Kenyataan dan Khayalan


TintaSiyasi.com -- Beberapa waktu lalu, KPPA dengan bahagia memberikan penghargaan “Kabupaten/Kota Layak Anak” kepada 320 kabupaten/kota yang memenuhi indikator. Jumlah tersebut meningkat dibanding tahun sebelumnya, berjumlah 275 kota/kabupaten yang meraih predikat KLA tersebut. 
 
Namun fakta di lapangan seakan berkata lain. Kekerasan terhadap anak masih kerap mewarnai pemberitaan lokal. Seperti kabar akhir-akhir ini, seorang remaja putri berinisial NAT (15) yang kasusnya mulai diselidiki oleh polisi. NAT (15) disekap dan dieksploitasi seksual selama 1,5 tahun.
 
Lain lagi, Lembaga Save the Children mengungkapkan sedang melakukan pendampingan terhadap 32 kasus kekerasan terhadap anak yang terjadi di Pulau Sumba, Nusa Tenggara Barat (NTB). Sebagaimana yang dilansir dari tempo.co (13/09/2022).
 
Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Anak atau KPPA mencatat pada laman resminya bahwa angka kekerasan terhadap anak di Indonesia terus meningkat dalam kurun 3 tahun terakhir. Pada tahun 2019, tercatat angka kekerasan terhadap anak sebanyak 8.864. lalu di tahun 2020 tercatat sebanyak 11.278 dan di tahun 2021 tercatat sebanyak 10.368. Dalam artikel terbarunya (14/09/2022), KPPA juga mengaku angka kekerasan terhadap anak di Indonesia masih tinggi. 
 
Lantas, bagaimana sebenarnya peningkatan KLA yang diiringi dengan meningkatnya angka kekerasan terhadap anak? Apakah kota/kabupaten layak anak hanyalah khayalan semata?


Mustahil Terwujud
 
Sesungguhnya, kota/kabupaten layak anak mustahil terwujud saat ini. karena sistem yang tegak saat ini tidak mendukung dan tidak mampu mewujudkan kesejahteraan dan keamanan terhadap anak. 
 
Hukum dan sanksi untuk mencegah dan membuat jera pelaku kekerasan terhadap anak tidak ada dan tidak mampu diterapkan. Sebab tercegah oleh HAM. Ketika seorang pelaku cabul akan dipidana tegas, justru pada sistem saat ini dianggap melanggar HAM. RUU PKS yang konon menjadi solusi hukum baru disahkan setelah 6 tahun diperdebatkan. Itupun pada prakteknya tak mampu menyelesaikan permasalahan kekerasan seksual hingga ke akarnya.
 
Liberalisme yang diusung hari ini secara tak langsung juga menyuburkan kekerasan seksual. Bagaimana pornografi dan pornoaksi tak mampu dihentikan atas nama kebebasan berekspresi. Anak-anak dan perempuan bebas berbusana seterbuka apapun. Di tempat umum pun mereka tidak mendapat jaminan keamanan.
 
Belum lagi anak-anak juga menjadi aset bisnis yang menggiurkan. Dalam pandangan kapitalis, apapun yang mampu mendatangkan keuntungan materi akan ditempuh dan dilakukan demi meraih keuntungan semata. Maka anak-anakpun dieksploitasi dan dipekerjakan. Ditambah apabila anak tersebut berasal dari keluarga yang kurang beruntung, maka tak bisa dihindari lagi.


Islam Memuliakan
 
Islam memandang anak merupakan aset penting yang harus dijaga. Anak berhak mendapat pendidikan, lingkungan yang baik, serta keamanan yang akan mendukung pertumbuhan anak. Karena anak merupakan cikal bakal pemimpin peradaban di masa yang akan mendatang. Anak merupakan aset bangsa yang berharga. Bahkan dalam satu hadis dikatakan anak bisa jadi investasi pahala bagi orang tuanya. Yaitu pada hadis riwayat Muslim yang berbunyi;

إِذَا مَاتَ الإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثَةٍ إِلاَّ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
 
Maka dalam proses realisasinya, diperlukan peran keluarga sebagai pihak utama. Dimana keluarga menjadi tempat pertama yang anak temui ketika keluar dari perut ibunya. Ia menghabiskan 24 jam waktunya dengan keluarga. Dan Ia mengenal dunia dari keluarganya.
 
Ibu menjadi sekolah pertama bagi sang anak, ayahpun sebagai qawwam dalam keluarganya memiliki andil besar dalam pendidikan anaknya. Islam punya seperangkat panduan mengasuh anak. Orang tua juga bisa belajar dari para sahabat dan tabiin terdahulu, maupun dari ulama-ulama lintas masa bagaimana mendidik anak. 
 
Negara pun punya peran besar dalam mewujudkan lingkungan kondusif bagi tumbuh kembang anak dan menyediakan sarana pendidikan yang memadai. Dengan negara menerapkan syariat secara kaffah, akan terbentuk masyarakat yang baik dan saleh. Lalu terbentuknya masyarakat yang baik dan saleh mendukung pembentukan karakter anak. 
 
Negara juga akan mencucurkan dana pendidikan untuk membangun sekolah-sekolah dan membayar berbagai penelitian. Segala aktivitas keilmuan akan dimodali oleh negara. Demi mewujudkan rakyatnya berpendidikan. Dengan rakyat yang terdidik dan bertakwa, maka negara akan maju. 
 
Masa Kekhalifahan Abbasiyah menjadi bukti sejarah bagaimana Islam mampu mewujudkan wilayah layak anak. Pada masa tersebut, banyak ilmuwan dan ulama yang bersinar di usia belia. Mereka lahir dari pendidikan yang didukung dari berbagai arah. 
 
Demikian ketika aturan Allah diterapkan totalitas maka kesejahteraan akan hadir dan dirasakan oleh seluruh makhluk. Adapun apabila kita berharap kesejahteraan dan segala problematika kehidupan yang saat ini ada tuntas dengan aturan buatan manusia, maka hanya akan menjadi khayalan dan angan-angan semu.[]


Oleh: Qathratun
Member @geosantri.id
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments