Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Jadilah Mahasiswa Lokomotif Perubahan


TintaSiyasi.com -- Mahasiswa adalah sebutan bagi orang yang sedang menempuh pendidikan tinggi di sebuah perguruan tinggi yang terdiri dari sekolah tinggi akademi, institut, politeknik, dan yang paling umum adalah universitas (Wikipedia).

Hingga saat ini, mahasiswa di berbagai negara mengambil peran penting dalam sejarah suatu negara. Yang terjadi di Indonesia, misalnya yang saling bersangkutan, Tragedi Orde Lama yang dilanjutkan Tragedi Orde Baru pada tahun 1965, ribuan mahasiswa berhasil mendesak Presiden Soekarno untuk mundur dari jabatannya (lebih dikenal sebagai Tragedi Soekarno). Dan pada bulan Mei 1998, ratusan ribu mahasiswa berhasil mendesak Presiden Soeharto untuk melakukan hal yang sama, turun dari jabatan presiden (lebih terkenal sebagai Tragedi Trisakti, Orde Baru dan atau Tragedi Soeharto).

Berbicara tentang mahasiswa seakan sudah menjadi langganan, negeri ini tiada habis oleh ramainya isu yang membuat berbagai kalangan merasa geram. Tak terkecuali mahasiswa. Hal ini sangat wajar karena di pundak mahasiswa-lah harapan perubahan dan perbaikan negeri ini ditumpukan. 

Tak dipungkiri mahasiswa yang memiliki gelar agent of change, iron stock, guardian of value maupun social control berusaha menggunakan perannya dengan sebaik mungkin di tengah masyarakat. Mereka menjadi penyambung lidah untuk menyampaikan aspirasi rakyat kepada penguasa. Terlebih ketika kebijakan penguasa telah demikian zalim hingga banyak kalangan masyarakat yang dirugikan. Maka sudah pasti jalanan akan dipenuhi oleh pemuda dengan orasi dan jas almamaternya.

Dilansir dari Riausatu.com, menyusul kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM (bahan bakar minyak), Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM-SI) menyampaikan dengan naiknya harga BBM menjadi kekhawatiran pulihnya ekonomi masyarakat di tengah gejolak pandemi kembali terganggu, terutama BBM menjadi bahan bakar utama dalam transportasi dan distribusi bahan pokok.

Selanjutnya pada tanggal 5 September BEM SI mengadakan konsolidasi Nasional dengan tagline #indonesiagawatdarurat dengan hasil konsolidasi terdapat ajakan seruan aksi serentak kepada seluruh BEM wilayah Indonesia. Hal tersebut disampaikan melalui unggahan Instagram “Seruan Aksi Serentak! Di Seluruh Wilayah Indonesia” dengan caption.

“Dengan melihat kebijakan pemerintah yang semakin jauh dari keberpihakannya kepada rakyat, maka kita akan kembali penuhi jalan dan persimpangan. Kita akan melihat kembali pergerakan mahasiswa pada ruang-ruang perjuangan di masyarakat. Bergerak dan menyadarkan posisi mahasiswa di setiap fragmen perubahan," ujar Aliansi BEM SI, sebagaimana dilansir Pikiran-Rakyat.com. Diwartakan harianterbit.com, Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) menggelar aksi unjuk rasa hari ini, Kamis, 8 September 2022. Aksi akan dipusatkan di sekitar Istana Merdeka, Jakarta Pusat.
 
Aksi digelar aliansi BEM SI untuk menolak kebijakan pemerintah yang menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi dan nonsubsidi. Mahasiswa menuntut agar pemerintah mencabut kebijakan tersebut. 

Sejarah mencatat, sejak awal kemerdekaan Indonesia mahasiswa selalu berada di garda terdepan untuk menyuarakan aspirasi masyarakat demi meraih keadilan. Seperti demo mahasiswa pada tahun 1966, 1974, 1998 dan demo besar pada tahun 2020 tentang penolakan terhadap omnibus law. Patut mendapat apresiasi bahwa ternyata mahasiswa masih membara ketika melihat kewenangan yang dilakukan penguasa dipandang merugikan rakyatnya. 

Namun jika kita jeli dalam mengamati berbagai aksi mahasiswa yang terjadi ini, maka kita akan menyimpulkan bahwa apa yang sejak dahulu mahasiswa perjuangkan hanyalah sebuah reaksi dari kesalahan suatu sistem yang berkuasa. Sejak awal kemerdekaan, mahasiswa telah menuntut stabilitas harga pangan, menurunkan harga BBM juga problem kesejahteraan rakyat lainnya. 

Hingga hari ini, masalah itu tak terselesaikan dengan baik, bahkan rakyat masih sulit untuk meraih kesejahteraan. Penguasa tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan dasar rakyat seperti memenuhi kebutuhan pokok. Gerakan mahasiswa bisa dibilang merupakan gerakan naluriah karena merasa terancam atau bisa dikatakan sebatas gerakan karena dorongan memenuhi kebutuhan perut semata. 

Lebih parah lagi, banyak dari kalangan mahasiswa yang mengikuti aksi hanya sekedar terkena provokasi tanpa mengetahui esensi ia melakukan aksi. Tak jarang dampak dari aksi hanya berakhir dengan anarkisme, perusakan fasilitas umum bahkan menimbulkan korban jiwa tanpa dibarengi dengan solusi yang menyelesaikan persoalan. 

Secara umum, solusi yang diusung mahasiswa dalam setiap aksinya masih bersifat parsial. Hanya berharap penggantian rezim tanpa memandang bahwa ada sistem yang perlu diperbaiki. Mahasiswa seharusnya menyadari bahwa segala problematika yang timbul di negeri ini adalah problematika yang sistemis, sehingga tidak cukup hanya dengan penggantian rezim atau pemimpin.  

Menurut data dari Kemendikbud Ristek, Jumlah mahasiswa di Indonesia (2019) sebesar 7,5—8 juta. Sebuah angka yang fantastis untuk jumlah agen perubahan di negeri ini. Namun disayangkan selain pemikiran mahasiswa yang prakmatis, potensi kritis mahasiswa berusaha dibendung dengan aktivitas yang tidak mengarah kepada perubahan. Tuntutan nilai akademik, dan program-program dari pemerintah yang ditengarai hanya akan mengukuhkan para kapitalis seperti program merdeka belajar atau kampus merdeka. 

Sudah saatnya kita bersama menyadarkan mahasiswa untuk kembali ke jati dirinya. Menyatukan suara untuk melakukan revolusi atau perubahan secara fundamental, tidak hanya sekedar melakukan reformasi atau perbaikan. 

Mahasiswa harus bisa memahami bahwa duduk persoalan dari karut-marutnya aturan di negeri ini adalah karena diterapkannya kapitalisme yang melanggengkan pengusaha atau korporasi. Hal ini didukung dengan sistem demokrasi yang meniscayakan pembuatan aturan perundang-undangan berada di tangan elite yang sarat dengan kepentingan tertentu. 

Sudah sepatutnya kita berfikir untuk memperbaiki sistem, seperti halnya sebuah kendaraan yang telah rusak, maka untuk bisa mengendarainya tidak cukup hanya dengan mengganti sopir, namun juga perlu untuk mengganti dengan kendaraan yang baru.

Berbicara tentang sistem yang bisa menjadi solusi, maka terdapat sebuah sistem yang telah terbukti mensejahterakan rakyat selama 13 abad lamanya. Yaitu sistem Islam yang berdiri sejak tahun 662 M-1924 M atau sejak zaman Rasulullah sampai zaman Khilafah Utsmaniyah. Sistem ini telah mencetak para pemimpin negara yang amanah dalam menjalankan tugasnya. Seperti Khalifah Umar bin Khattab yang rela hanya makan minyak demi seluruh rakyatnya bisa menikmati makanan. Juga Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang berhasil membuat seluruh rakyatnya hidup sejahtera hingga tidak ada satu orang pun yang berhak mnerima zakat dikarenakan rakyat sudah merasa berkecukupan. 

Sungguh suatu keadaan yang sangat diimpikan oleh manusia yang hidup di dunia. Hal ini bisa tercipta karena dalam Islam, politik berarti ri’ayatu su’unil ummah atau mengurusi urusan umat. Bukan sebagai ajang untuk berebut kursi kekuasaan kemudian menumbalkan rakyat demi masing-masing kepentingan. 

Dalam Islam, penguasa akan menjalankan amanahnya sebagai pemimpin dengan sebaik mungkin atas dasar dorongan iman dan rasa takut terhadap Allah. Setiap penguasa akan mempertanggungjawabkan kepemimpinannya di dunia, bahkan rakyat pun boleh menuntut di hadapan Allah ketika seorang penguasa berlaku zalim terhadap mereka. 

Semua ini dilakukan agar terciptanya keberkahan di dunia, seperti firman Allah berikut yang artinya:

Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya” (QS. Al-A’raf : 96).

Dengan demikian, sudah saatnya mahasiswa menyatukan langkah dan mengarahkan perjuangan menuju perjuangan yang revolusioner. Selain itu mahasiswa juga perlu untuk berfikut sampai pada tataran sistem (Systemic Thinking). Sehingga setiap langkah yang dilakukan akan membuahkan solusi yang solutif, tidak hanya reaktif. Bukan seperti ikan yang sedang terusik karena habitatnya di darat sedang diganggu, kemudian diam saat tidak ada gangguan, padahal ia sedang tidak berada dalam habitatnya yang seharusnya. 

Maka dengan menjadikan Islam sebagai nafas perjuangan, mahasiswa harus berani menyibak tabir kediktatoran penguasa tirani dan lantang untuk menyuarakan solusi hakiki yang bersumber dari Islam. 

Wallahu a'lam bishshawab. []


Oleh: M. Diki Wahyudi
Aktivis Pemuda dan Mahasiswa Islam Bogor Raya
Baca Juga

Post a Comment

1 Comments

  1. Syukron kang atas tulisannya sangat menggugah dan menyadarkan mahasiswa kita saat ini , bahwa islam adalah solusi dari setiap masalah yang ada , semoga bisa banyak yg membaca tulisan ini👍

    ReplyDelete