Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Kenaikan BBM, Dapatkah Dihindari?


TintaSiyasi.com -- Pemerintah menaikan 3 jenis Bahan Bakar Minyak (BBM) yakni Pertalite dari Rp 7.650 per liter menjadi Rp 10.000 per liter, Pertamax Rp 12.500 per liter menjadi Rp 14.500 per liter dan untuk Solar Rp dari Rp 5.150 per liter menjadi Rp 6.800 per liter.

Menurut perhitungan Lembaga ECO Macro Blast, kenaikan harga ketiga jenis BBM tersebut akan memicu naiknya inflasi, menunjukkan bahwa kenaikan harga Pertalite sebesar 30,72 persen dan Pertamax sebesar 16,00 persen tersebut secara total akan menyumbang inflasi sebesar 1,35 ppt (Merdeka.com, 4 September 2022).

Apakah klaim yang disampaikan pemerintah bahwa bansos dengan nominal Rp150 ribu bisa melindungi rakyat miskin secara maksimal dari efek domino yang tidak dapat dihindari akibat kenaikan harga BBM tersebut?

Pasalnya, kaum miskin tersebut tidak hanya harus merogoh kocek lebih untuk membeli BBM yang harganya jauh lebih mahal, tetapi juga dari kenaikan harga-harga kebutuhan pokok yang terus merangsek naik. 

Bansos dari pemerintah tersebut jelas tidak akan menyelesaikan masalah yang mereka hadapi ke depannya, sebaliknya, dapat dipastikan kehidupan mereka makin terpuruk. “Jumlah mereka sangat banyak, menurut BPS pada September 2021 jumlah orang miskin sebanyak 26,50 juta orang,” ungkapnya.

Kebijakan Pemerintah menaikkan harga BBM tentu amat zalim. Mengapa? Karena korbannya adalah rakyat kebanyakan. Mereka adalah kalangan menengah ke bawah. Jumlahnya ratusan juta orang. Terutama para pengguna kendaraan bermotor roda dua, termasuk ojol, juga kendaraan umum seperti angkot dan angkutan niaga.

Berdasarkan ketentuan syariah Islam, BBM, energi dan sumber daya alam lainnya yang menguasai hajat hidup orang banyak hakikatnya adalah milik rakyat. Hal ini di dasarkan pada sejumlah hadis. Di antaranya riwayat Ibnu ‘Abbas ra yang menuturkan bahwa Rasulullah SAW, pernah bersabda:

الْمُسْلِمُونَ شُرَكَاءُ فِى ثَلاَثٍ فِى الْمَاءِ وَالْكَلإِ وَالنَّارِ وَثَمَنُهُ حَرَامٌ

Kaum Muslim berserikat (memiliki hak yang sama) dalam tiga perkara: air, padang rumput dan api. Harganya adalah haram (HR Ibn Majah dan ath-Thabarani).

Ini berlaku bukan hanya untuk garam saja, seperti dalam hadis di atas, tetapi juga berlaku untuk seluruh barang tambang. Hal ini ditegaskan oleh Ibnu al-Qudamah, “Barang tambang yang melimpah seperti garam, minyak bumi, air, apakah boleh orang menampakkan kepemilikannya? Jawabannya ada dua riwayat. Yang lebih kuat adalah tidak boleh memilikinya” (Ibnu Qudamah, Al-Mughni, 12/131).

Kepemilikan umum ini dikelola oleh negara untuk kepentingan publik. Negara boleh memberikan kepada rakyat secara gratis atau menetapkan harga murah yang hasilnya dikembalikan kepada rakyat. Ini karena negara hanya mewakili umat untuk mengelola barang tersebut.

Dengan demikian, jika negara ini diatur dengan syariat Islam, sangat mungkin rakyat Indonesia menikmati harga BBM murah, bahkan gratis dengan kualitas baik di tengah karunia Allah SWT berupa kelimpahan sumber daya alam, khususnya energi.

Jelas kebijakan Pemerintah untuk menaikkan harga BBM, apapun alasannya, wajib ditolak! Selebihnya, Pemerintah wajib mengelola BBM dan energi—juga seluruh sumber daya alam milik rakyat—sesuai dengan ketentuan syariah. Mungkinkah? Tampaknya mustahil selama negeri ini menerapkan kapitalisme sekuler liberal.

Sudah seharusnya mayoritas penduduk Muslim negeri ini menginginkan diatur dengan syariat Islam yang pasti membawa kebaikan untuk negeri, baik bagi Muslim maupun non-Muslim. Aturan dari Sang Pencipta manusia akan selalu membawa keberkahan dan Rahmat ketika diterapkan. Sudah seharusnya, bangsa ini harus berani membuang kapitalisme sekuler liberal yang telah terbukti banyak menyengsarakan rakyat. Apakah kita tetap akan betah hidup diatur dengan kapitalisme sekuler liberal yang terbukti banyak madaratnya?!

Wallahu a’lam bishshawab. []


Oleh: Saleema D.D.
Sahabat TintaSiyasi
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments