TintaSiyasi.com -- Menyikapi kebocoran data oleh hacker Bjorka, Pakar Digital Entrepreneur Pompi Syaiful mengatakan bahwa keamanan cyber Indonesia sangat memprihatikan dan amatir sekali.
"Adanya kebocoran data oleh hacker Bjorka hal ini menunjukkan bahwa keamanan cyber Indonesia sangat memprihatikan dan amatir sekali," lugasnya dalam Kabar Petang: Di Balik Topeng Bjorka di kanal YouTube Khilafah News, Kamis (15/9/2022).
Ia mengutip perkataan salah seorang ahli Informasi Teknologi (IT) jika ada data rentang keamanan nomor satu sampai sepuluh, Indonesia ada di rentang angka tiga saja sudah bagus.
"Atau memang dibuat seperti demikian karena data tersebut dikalangan oligarki sangat bermanfaat," katanya.
Kemudian ia mengungkapkan, hacker kan biasanya motifnya ekonomi tetapi jika dilihat, Bjorka motifnya politis artinya ada tujuan-tujuan yang diraih secara politik tertentu.
"Semisal warganet menilai ini adalah sebuah aksi untuk menutupi aksi lainnya atau kejadian besar yang tengah terjadi, kemungkinan hal itu benar karena semenjak Bjorka menyinggung pejabat teras, kita perhatikan netizen seolah dialihkan dari dua kasus besar yaitu Ferdi Sambo dan kenaikkan Bahan Bakar Minyak (BBM). Sehingga, orang mau mengulik kenapa BBM naik dan ada kezaliman akhirnya teralihkan dengan perbincangan-perbincangan yang lain karena karakter orang Indonesia itu begitu, menyelesaikan masalah dengan masalah lainnya. Sehingga, masalah lain lupa tanpa solusi," terangnya.
Bang Pompi, sapaan akrabnya mengatakan sangat layak bahwa kebocoran data oleh Bjorka ada faktor politis yang sengaja diciptakan untuk digaungkan demi untuk menutupi gaung kasus yang sebelumnya sangat santer dibicarakan oleh masyarakat yaitu kejahatan mantan Kadiv Propam Polri Ferdi Sambo dan kenaikkan BBM yang memengaruhi harga-harga.
"Apabila Bjorka mengeklaim bahwa dia akan membantu rakyat Indonesia, mari kita telisik," ujarnya.
Kemudian ia menyebutkan, yang pertama, logikanya sangat berkebalikan yaitu menjual data pribadi pelanggan Indihome. Ini justru merugikan pelanggannya yang notabene rakyat Indonesia.
"Kedua, data registrasi simcard yang dijual seharga 1,3 Miliar itu kan merugikan rakyat, jika membantu rakyat dengan memusuhi pemerintah yang zalim, itu nyambungnya dari mana," tanyanya.
Ia mengatakan, jadi jika ada pertanyaan apakah selama ini negara tidak menjamin secara serius keamanan data rakyatnya? jika kita bincangkan bahwa sebenarnya memang secara habit rakyat Indonesia itu menyerahkan dengan sukarela data pribadinya melalui platform media sosial, padahal itu justru lebih private sekali. Jadi sebenarnya orang itu secara habit tidak tereduksi dengan safety nya dari data tersebut.
"Bahkan, dengan mudah misalkan google itu mengumpulkan data secara pribadi. Sukanya apa, interes nya apa, hobinya apa, umurnya berapa. Itu justru lebih detail daripada data yang dikasih oleh Bjorka," katanya.
Maka menurutnya, kemudian pentingnya kebijakan apa yang boleh dan tidak boleh direkam, diambil oleh perusahaan dari rakyat Indonesia. Sekarang memang belum ada yang mengatur seperti itu. Lalu, apa urgensi tentang keamanan cyber dan bagaimana kita mencegah terjadinya serangan cyber dari para peretas.
"Pertama, yang menjadi pemahaman kita bersama bahwa ketika data apapun yang kita simpan di internet, yang bisa diakses internet itu sejatinya nothing safety internet. Artinya tidak ada yang aman di internet," jelasnya.
Menurutnya, ketika kita sudah menyimpan data di internet, di server artinya kita membuka data dan membuka peluang untuk orang lain mengakses data kita. Ini artinya bahwa kita harus betul-betul berhati-hati apa yang harus kita simpan di server.
Ia menambahkan, kalau sebuah komputer terhubung dengan internet, otomatis hal tersebut seakan-akan sudah membuka pintu.
"Maka, tinggal bagaimana kita meminimalisir pintu itu terbuka dari orang-orang yang memang berhak untuk masuk. Jadi untuk meminimalisir, pertama, harus hati-hati, misalnya kita klik link atau situs tertentu, kalau itu asing jangan di klik karena untuk menjaga keamanan," pesannya.
Menurut Bang Pompi, data adalah aset karena bisa dijualin. Maka, bagi seorang Digital Entrepreneur, data adalah emas.
"Siapa yang memegang data, maka ia memegang harta. Jadi di era 5. 0 kita harus ngeuh tereduksi dengan pentingnya big data tersebut," tutupnya [] Nurmilati
0 Comments