TintaSiyasi.com -- Menanggapi utang Indonesia yang semakin sulit terbayar, Ketua Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia Salamuddin Daeng mengungkapkan, perbankan Indonesia tidak dalam keadaan baik-baik saja.
“Perbankan Indonesia tidak dalam keadaan baik-baik saja. Mereka sekarang tersandera, karena penempatan liquiditas mereka di dalam Surat Berharga Negara (SBN),” ungkapnya, kepada TintaSiyasi.com, Senin (19/09/2022).
Daeng mengatakan, keuangan pemerintah sendiri sedang sulit karena berhadapan dengan utang yang besar. “Lebih dari 1700 triliun dana bank mengendap di SBN untuk membiayai pemerintah, gaji, tunjangan aparatur pemerintah,” katanya.
“Jadi sekarang muncul dua masalah sekaligus, yakni pertama, masalah pada BUMN non bank khususnya BUMN infrastruktur, dan kedua, muncul masalah di sektor perbankan yang juga terancam kredit macet di BUMN dan di SBN,” lanjutnya.
Ia menjelaskan, bahayanya kalau ada yang ambruk. “Kalau ambruk satu saja, maka akan ambruk rame-rame, efek domino dari gagal bayar utang yang akan datang dari BUMN infrastruktur, atau kredit macet perbankan BUMN. Tahun 2023 akan menjadi masa-masa yang sulit bagi sebagian besar perusahaan BUMN,” jelasnya.
Ia memaparkan, WIKA saat ini hanya mengharapkan akses dari pembiayaan perbankan, terutama bank-bank BUMN, dan rekor penerbitan obligasi dan sukuk dalam negeri yang cukup besar. "Namun, sekarang berhadapan dengan utang jangka pendek yang jatuh tempo." paparnya.
Daeng menerangkan, perusahaan mengumpulkan obligasi atau sukuk lokal sebesar Rp7,5 triliun dan Rp2,5 triliun masing-masing pada 2020, 2021 dan 2022.
“Ini akan mendukung likuiditas, mengingat tidak adanya amortisasi utang besar dalam 12 bulan ke depan. WIKA memiliki kas Rp3,3 triliun terhadap utang jangka pendek Rp17,5 triliun, tidak termasuk pembiayaan rantai pasokan, pada akhir semester 1-22. Sekitar Rp16 triliun dari utang yang akan jatuh tempo tersebut merupakan pinjaman modal kerja jangka pendek. Meskipun dapat diperpanjang namun tetap merupakan beban keuangan yang besar,” terangnya.
Ia menjelaskan, risiko refinancing untuk pinjaman modal kerja jangka pendek harus dapat dikelola, karena lebih dari 50 persen di antaranya didanai oleh BUMN atau anak perusahaan bank milik negara.
“WIKA mendapatkan tambahan fasilitas kredit modal kerja sebesar Rp340 miliar dari PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (AA(idn)/Stabil) milik negara pada 2022.” jelasnya.
“Anak usahanya, PT. WIKA Tirta Jaya Jatiluhur, juga memperoleh pinjaman sindikasi senilai Rp1,1 triliun dari PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BBB-/AA+(idn)/Stabil). PT. Sarana Multi Infrastruktur (Persero) (BBB) /AAA(idn)/Stabil), dan bank milik daerah PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk (A+(idn)/Stabil),” lanjutnya.
“Apakah semua infrastruktur yang dibangun akan bisa dijual ketengan? Kita lihat saja,” pungkasnya.[] Isty Da’iyah
0 Comments