Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Demi Hak Anak Longgarkan Aturan Siswa Hamil di Tengah Budaya Pergaulan Bebas


TintaSiyasi.com -- Perkawinan merupakan bagian dari dimensi kehidupan yang bernilai ibadah sehingga menjadi sangat penting. Manusia yang telah dewasa, dan sehat jasmani serta rohaninya pasti membutuhkan teman hidup untuk mewujudkan ketenteraman, kedamaian, dan kesejahteraan dalam hidup berumah tangga. Realitas kehidupan masyarakat di sistem sekuler saat ini tidak dapat dihindari adanya persoalan hamil di luar nikah. Hamil di luar nikah adalah tindakan yang diharamkan oleh agama, namun demikian praktik ini masih banyak kita jumpai di masyarakat.

Terlebih beberapa kasus yang dialami siswa yang masih duduk di bangku sekolah harus menuai rasa malu karena hamil tanpa ikatan pernikahan, bahkan ada ditemui siswa yang sampai melahirkan di toilet dan bahkan rela melakukan aborsi karena tak sanggup menanggung rasa malu. Ini tentu menambah daftar panjang contoh kerusakan generasi muda yang ada saat ini.

Data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PPPA) sungguh membuat kita miris. Data ini mengungkapkan, sekitar 34,5 persen anak laki-laki dan 25 persen anak perempuan sudah aktif melakukan kegiatan seksual. Hal ini disampaikan Asisten Deputi Pelayanan Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPA) Robert Parlindungan S berdasarkan hasil Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) KPPPA.

Data yang sama juga mencatat ada 66 persen anak laki-laki yang pernah menonton kegiatan seksual melalui platform game online. Terdapat 63,2 persen anak perempuan yang pernah menonton pornografi. Kemudian, ada 39 persen pernah mengirimkan foto kegiatan seksual melalui media online.

Hingga saat ini belum ada sanksi yang tegas dalam menghentikan maraknya hamil di luar nikah, sanksi yang dianggap memberikan hukuman bagi siswa yang kedapatan hamil yaitu dikeluarkan dari sekolah, ini malah dikecam habis-habisan oleh pegiat HAM. Apalagi para aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) jelas akan menilai bahwa pemberian sanksi dengan mengeluarkan siswi yang terlibat kasus hamil di luar nikah merupakan bentuk pelanggaran HAM, karena hak anak untuk memperoleh pendidikan menjadi bagian tak terpisahkan dalam hak asasi seorang manusia. Pun dalam pasal 31 Ayat 1 UUD 1945 yang berbunyi tentang “Setiap warga negara berhak mendapat Pendidikan”.

Kebebasan dalam demokrasi memang dilindungi. Bahkan atas nama HAM ide kebebasan ini terus berkembang. Manusia bebas bertindak sesuai dengan apa yang dia kehendaki dan apa yang ia sukai.

Bebas berbicara, bebas bertingkah laku, bebas beragam dan juga bebas dalam kepemilikan. Dalam hal kebebasan bertingkah laku inilah, dalam sistem demokrasi tidak memiliki aturan yang jelas. Interaksi muda mudi bebas, lepas tanpa batas.

Dalam sistem demokrasi hal tersebut sah-sah saja, tidak ada larangan. Bahkan ketika anak remaja dimasa pubertas justru didorong dengan gejolak syahwatnya melakukan seks bebas pun tanpa ada larangan atau ancaman. Bahkan justru dikasihani dan harus dilindungi.

Maraknya kasus perzinaan yang dilakukan anak muda salah satunya disebabkan banyaknya konten yang merangsang munculnya naluri seks mereka. Parahnya, konten-konten merusak seperti ini justru dianggap membawa keuntungan bagi para pengusaha. Pornografi dan pornoaksi dalam film, sinetron, tayangan iklan, atau adegan langsung dalam kehidupan nyata yang dipertontonkan para pemuja liberal akan menjadi stimulan seks. Rangsangan ini akan terus terakumulasi dan sulit dihilangkan jika nyambung dengan pemikiran yang ada di benaknya, sehingga muncul gelora syahwat yang menuntut pemenuhan. Bagi orang yang tidak mampu meredam gejolak seks ini, mereka akan melampiaskannya secara liar.  

Bagi mereka penganut kapitalisme, apa pun akan dilakukan selama ada peluang yang menghasilkan uang. Bukan hanya datang dari para kapitalis pemilik modal, ancaman kerusakan remaja juga makin nyata ketika negara terlibat di dalamnya. Alih-alih menjadi pelindung masa depan remaja, negara justru berada di pihak pengusaha. Kebijakan-kebijakan yang diambil bukannya menghentikan penyebaran pornografi dan pornoaksi, malah cenderung memeliharanya karena dianggap bisa menambah pendapatan negara. Seharusnya negara menghentikan program-program berbahaya tersebut dan menindak tegas para pelanggarnya. Faktanya negara sekadar menyeru orang tua dan keluarga bertindak selektif memilihkan tayangan anak-anak mereka dan menganjurkan untuk mendampinginya.

Berbeda dengan Islam sebagai agama yang mengatur kehidupan dari segala aspeknya, mulai dari sisi ekonomi, sosial, ibadah dan juga politik, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Islam merupakan pencegah dan juga solusi dari segala problematika kehidupan.

Islam mengatur cara untuk menundukkan naluri an-nau’ (kasih sayang) manusia dengan syari’at menikah, bukan dengan cara melampiaskannya secara bebas tanpa batas yang justru melahirkan masalah baru dalam kehidupan. Pencegahannya pun jelas yaitu dengan menerapkan sistem pergaulan Islam, di mana laki-laki dan perempuan itu pada dasarnya terpisah, sehingga interaksi yang terjadi pun dibatasi oleh hukum syarak, bukan pergaulan bebas seperti yang terjadi pada saat ini yang justru mendekatkan kepada aktivitas perzinahan, kehamilan di luar nikah, dan berujung pada maraknya aborsi.

Wallahu a'lam bishshawab. []


Oleh: Wakini
(Aktivis Muslimah)
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments