Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Harga Telur Tidak Perlu Naik


TintaSiyasi.com -- Masyarakat dikagetkan dengan pemberitaan harga telur yang naik. Harga awal dengan kisaran Rp.22.000 akan naik dikisaran Rp.30.000 perkilonya. Sejumlah pihak menyesalkan atas kenaikan harga telur ini. Apalagi telur adalah barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Sumber pangan protein hewani yang terjangkau untuk semua kalangan masyarakat. 

Lonjakan harga telur ini terkait berbagai faktor (liputan6.com) di antaranya pemangkasan populasi ternak yang berimbas pada menurunnya produksi telur. Hal itu dituturkan oleh Eko Sugitno, peternak ayam petelur asal Desa Karangcengis, Bukateja, Purbalingga, Jawa Tengah, mengungkapkan bahwa menurunnya produksi membuat persediaan telur di pasaran tak mampu memenuhi permintaan konsumen. 

Sebagaimana kita tahu bahwa dalam hukum ekonomi kapitalisme bahwa harga terkait dengan populasi, suply and demand. Ketika produksinya sedikit permintaannya banyak, otomatis harganya akan mahal. Berbeda dengan sistem ekonomi Islam, fokus pada distribusi barang kebutuhan pokok agar masyarakat mudah untuk menjangkaunya.

Akhir-akhir ini para peternak menengah memutuskan untuk memangkas populasi ayam ternak karena kerugian yang dialami para peternak pada periode September 2021 hingga April 2022. Pada periode itu, para peternak rugi karena banyaknya pemodal besar yang mendadak membuka peternakan ayam petelur. Hal ini dipicu permintaan yang begitu tinggi seiring kebijakan pemerintah menggelontor bantuan sosial berupa bahan pangan. Sayang, kebijakan bantuan sosial pangan ini tak berlanjut belakangan hari karena berbagai persoalan di lapangan. Padahal para peternak terlanjur menambah populasi ayam untuk memenuhi permintaan.

Puncaknya, terjadi over populasi. Produksi telur melimpah namun serapan minim. Para peternak akhirnya banting harga dan mengalami kerugian signifikan. Ini membuat sebagian peternak gulung tikar.

Peternak yang masih bertahan memutuskan memangkas populasi demi menekan biaya produksi. Dampaknya, produksi telur menurun sedangkan permintaan terus ada akhirnya hari ini harga telur meroket hingga menembus Rp 30 ribu per kilogram. 

Biaya produksi yang mahal dikarenakan harga pakan yang mahal, sebagian impor dari Amerika Serikat dan Jerman. Seharusnya Indonesia bisa mandiri. Indonesia harus bikin sendiri, karena bahan bakunya kedelai. Lebih penting lagi Indonesia bisa swasembada kedelai sehingga peternak kita lebih berdaulat lebih berdikari di negara sendiri.

jika negara memberikan perhatian lebih untuk harga, ketersediaan dan distribusi telur sebagaimana sistem ekonomi Islam. Harga telur tidak akan naik. Pemerintah fokus pada ketersediaan pangan telur dengan memperhatikan peternak ayam petelur. Pemerintah menyediakan harga pakan ternak yang terjangkau dengan membuka lapangan pekerja untuk membuat industri pakan. Dengan memanfaatkan sumber daya alam yang ada, dengan ketekunan dan kesungguhan insyaallah bisa.

Mindset pemerintah mesti diubah, jangan terjebak pada sistem ekonomi kapitalisme yang hanya meraih untung dan untung tanpa mempedulikan distribusi dan keterjangkauan masyarakat dalam membeli kebutuhan pokok. Bahkan jika ditelisik lebih dalam lagi ternyata kenaikan harga telur, keuntungannya dinikmati oleh perusahaan-perusahaan berskala besar. Pemerintah memfasilitasi keberadaannya dengan regulasi-regulasi yang sah dibuat. 

Mari beralih kepada sistem pemerintahan Islam di mana tata kelola ekonomi akan berjalan dengan sistem ekonomi Islam. Niscaya harga telur dan kebutuhan pokok tidak akan naik dan terjangkau untuk semua kalangan masyarakat. []


Oleh: Deni Heryani
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments