Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Harga BBM Naik, di Manakah Peran Negara sebagai Riayah Suunil Ummah?

TintaSiyasi.com -- Pemerintah secara resmi menaikan hara BBM, penyesuain harga BBM tersebut berlaku sejak 3 september 2022. Harga pertalite yang awalnya  Rp7.650 kini menjadi Rp 10.000/liter, solar subsidi dari Rp 5.150 menjadi Rp 6.800/liter dan pertamax dari Rp 12.500 naik menjadi Rp. 14.500/liter.
 
Sebelumnya, sinyal-sinyal akan kenaikan harga BBM telah diberikan oleh menteri keuangan Indonesia, Sri Mulyani. Menurutnya,  harga minyak  dunia yang tinggi USD100/barel menyebabkan  beban subsidi energy dan kompensasi yang ditanggumg akan semakin besar. 

Di satu sisi harga minyak bumi dunia terus mengalami penurunan, per 1 september 2022 mencapai USD 95,64/barel yang berarti masih di bawah besaran asumsi makro di dalam APBN 2022 yaitu sebesar USD 100/barel. Dengan begitu, harusnya harga BBM turun apabila mengikuti harga pasar, sebagaimana yang terjadi di negara-negara dunia.

Kebijakan pemerintah menaikan harga BBM mendapat banyak penolakan dari masyarakat. Berbagai aksi demo turun di jalan terjadi untuk menolak keras kenaikan harga BBM. Karena dapat dipastikan kenaikan harga BBM akan menimbulkan multiplier effect atau efek berganda,  seperti inflasi yang tidak dapat dibendung, terutama pada harga bahan pokok yang akan semakin manambah sulit kehidupan rakyat. Selain itu, UMKM akan terdampak dan beresiko bankrut karena inflasi telah menurunkan daya beli masyarakat, hal ini kemudian diikuti dengan gelombang PHK yang akan semakin menambah jumlah pengangguran, Pada akhirnya akan meningkatkan angka kemiskinan. 


Liberalisme Migas

Sungguh ironis, Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber daya termasuk minyak dan gas. Sebagai negara yang semestinya meriayah umat, seharusnya keberadaan sumber daya tersebut dikelola dan dimaksimalkan hanya untuk menjamin kepentingan umat. Tetapi nyatanya tidak demikian. Sumber daya yang dimiliki nyatanya bebas dimiliki dan dikelola oleh asing, termasuk pada sektor minyak dan gas. Melalui UU Migas no 22 tahun 2001 asing dipersilahkan untuk menguasai dan mengelola sumber sumber minyak bumi dan gas yang ada di Indonesia. Alhasil 85% Migas Indonesia dikuasai oleh asing, Indonesia tidak lagi berdaulat secara total baik secara ekonomi dan politik. Semua aktivitas ekonomi, mulai dari kegiatan produksi, distribusi, konsumsi, dan penetapan harga semuanya mengikuti mekanisme pasar bebas. Kekuatan para korporasi atau mereka para pemilik modal sesungguhnya telah menjanjah ekonomi negeri ini

Praktik liberalisasi sumber daya dan privatisasi aset negara telah mematikan empati penguasa pada rakyat, tidak sungguh sungguh berpihak dan melayani kebutuhan rakyat. Kebijakan menaikan harga BBM bersubsidi jenis Pertalite dan Solar adalah bukti bahwa pemerintah sama sekali tidak memperdulikan dan mengabaikan kepentingan rakyat, justru kebijakan tersebut untuk melayani kepentingan oligarki dan menuruti kehendak kapitalisme global. Sungguh zalim, rakyat dipaksa untuk terus  tegak menjalani kehidupan yang semakin berat demi mengenyangkan perut perut korporat


Butuh Solusi Fundamental

Liberalisasi ekonomi yang diterapkan oleh sistem kapitalis hari ini telah menjadikan bangsa ini semakin tersandera, dipaksa bertekuk lutut pada korporat dan oligarki yang bermain secara global. Maka perlu solusi yang fundamental atau mendasar untuk dapat mengembalikan kedaulatan negara yang hari ini sedang terjajaki oleh asing, khususnya kedaulatan sumber daya alam dan migas. Karena sejatinya sumber daya alam, minyak bumi dan gas adalah harta milik umum yang keberadaan untuk memenhi dan menjamin kesejahteran umat  seluruhnya. 

Dalam pandangan Islam, berdasarkan hadis riwayat Abu Dawud, al-baihaqi da ibn Abi Syaiban “Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api.” Dari hadis tersebut menunjukkan sumber daya berupa padang rumput, air dan api merupakan harta kepemilikan umum yang tidak boleh dikuasai oleh individu, sekelompok orang atau negara. Negara harus mengelola sumber daya  tersebut dengan optimal, serta menjamin kebermanfaatannya dapat dinikmati seluruh umat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. 

Pengaturan ini hanya dapat diterapkan dalam sistem pemerintah Islam, yaitu khilafah. Dalam khilafah seluruh pengaturan hidup hanya diatur dengan aturan-aturan yang bersumber dari sang Khaliq serta apa yang contohkan oleh Rasulullah SAW  bukan aturan yang bersumber dari akal manusia seperti hari ini. 

Sistem pemerintahan  Islam  atau khilafah  seperti yang diajarkan oleh Rasulullah dalam Daulah Islam di Madinah kemudian dilanjutkan oleh Khulafaur Rasyidin serta para khalifah-khalifah setelahnya ialah sistem terbaik yang dikehendaki oleh Sang Khaliq. Selain itu, sistem khilafah juga akan melahirkan penguasa-penguasa yang menjadi pemimpin umat terbaik yang mempimpin umat dengan prinsip pelayanan, bukan prinsip untung dan rugi. 

Wallahu a'lam bishshawab. []


Oleh: Salsabila Isfa Ayu K
Sahabat TintaSiyasi
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments