Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Kembali kepada Islam, Itu Kuncinya

TintaSiyasi.com -- Sedih, menangis, tertawa, santai, dan beragam luapan lainnya terindera oleh kita. Ada pula yang mengeluarkan narasi ‘menantang’ terhadap kenaikan bahan bakar minyak yang kembali terjadi di bulan ini. September merana, itulah yang mungkin dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat di negeri ini. Tentu bagi masyarakat (baca: rakyat) tak mampu berbuat apa-apa jika sudah ketok palu. 

Masih ingat dalam pikiran kita bagaimana janji-janji manis dibuat ketika kampanye dahulu. Ya, janji hanya sekadar janji pelaksanaannya tergantung pada kepentingan, keperluan, dan kondisi yang ada di lapangan. Janji manis hanya terlontar dan disuarakan ketika hendak mencalonkan diri menjadi pejabat pemerintahan. 

Sebagaimana dikutip dari salah satu media nasional (wartaekonomi, 26/08/2022), Menteri Keuangan (Sri Mulyani) mengatakan bahwa masyarakat harus bisa menerima serta memaklumi alasan kenaikan BBM bersubsidi. Ia menambahkan besarnya alokasi dana untuk BBM bersubsidi ternyata sampai berpengaruh pada membengkaknya nilai APBN. Selain itu, anggaran yang telah dialokasikan tidak tepat sasaran karena banyak orang mampu (kaya) yang menikmati subsidi tersebut. Sehingga perlu adanya sebuah cara yang tepat agar mampu menyelamatkan APBN tadi. Pilihan penyesuaian harga menjadi sesuatu yang dianggap realistis.  

Harga BBM jenis pertalite naik dari Rp7.650,00/liter menjadi Rp10.000,00/liter. Lumayan banyak kenaikan yang terjadi, padahal selama ini BBM tersebut menjadi primadona ‘wong cilik’ setelah hilangnya premium di pasaran. Berikut pula pada solar subsidi mengalami kenaikan dari Rp5.150,00/liter menjadi Rp6.800,00/liter. Pertamax juga dinaikkan dari Rp12.500,00/liter menjadi Rp14.500,00/liter.

Melihat kenaikan pada berbagai harga BBM tadi, ada berbagai tanggapan di masyarakat. Ada yang mengungkapkan kekecewaannya dengan nada diksi menantang pemerintah. Naikkan lagi harganya, InsyaAllah kami masih mampu untuk mencari makan, sebut salah satu tukang becak yang berdomisili di wilayah Cirebon, Jawa Barat. Video tantangan tersebut beredar luas di salah satu sosial media negeri ini. 

Lain lagi penyikapan dari para mahasiswa di seluruh negeri. Mereka melakukan aksi demo di berbagai wilayah, menyuarakan penentangan kenaikan BBM. Aksi mahasiswa ini pun tak menjadi sorotan media massa di negeri ini, padahal media luar negeri menyoroti akan hal ini.

Itulah fakta yang terjadi di masyarakat, mereka sudah merasa seluruh kebijakan yang dikeluarkan pemerintah saat ini hanya condong pada sebagian kecil rakyat saja. Sementara sebagian besar rakyat menjadi korban atas kebijakan zalim ini. Semua ini tentu akibat dari sistem yang saat ini diterapkan. Muatan manfaat dan untung rugi menjadi standar bakunya. Berikut tentunya mengorbankan sebagaian besar masyarakat menjadi hal yang biasa dan wajar terjadi. ‘Nerimo’ dan patuh, itulah yang diinginkan oleh pemerintah kepada seluruh rakyatnya. 

Seharusnya sebelum ketok palu dilakukan, efek yang akan terjadi harus dikaji secara mendalam. Apa dampak yang akan muncul, bagaimana mengatasinya, serta siapa saja yang menjadi korban haruslah didalami terlebih dahulu. Jangan asal main ketok palu serta mengeluarkan kebijakan bantuan yang notabenenya adalah nada ‘basa-basi’. Agar tak dianggap berlepas tangan dan lari dari tanggung jawabnya.

Dengan adanya kenaikan BBM ini, tentu rakyat ‘cilik’ yang akan menjadi korbannya. Para ojek, baik yang tradisionil ataupun modern tentu akan terimbas penuh dengan kebijakan ini. Kemudian, tentulah para penumpangnya juga terimbas karena tarifnya pastilah akan naik-naik ke puncak gunung. Berikut pula pada para sopir angkutan umum akan terkena juga. Sebut saja, para pedagang kecil, karyawan pabrik atau swasta, tentu ikut mencicipi rasa BBM yang naik tadi.
Belum lagi situasi pandemi yang belum tahu kapan berakhir masih menjadi persoalan di masyarakat. Ibarat kata, masyarakat masih belum bisa bangkit secara sempurna dari hantaman Covid-19 ini disuguhi dengan kebijakan kenaikan BBM.

Sungguh ironi yang kesekian kalinya. Sejatinya harga BBM dunia justru sedang ‘turun lembah’, bahkan ada beberapa negara menurunkan harga BBM secara serentak. Apakah fakta ini tak bisa dijadikan sebagai pertimbangan? Tentu amatlah fatal ketika BBM naik, semua barang-barang akan ikut merangkak naik. Artinya, kemungkinan inflasi akan kembali terjadi. Termasuk daya beli masyarakat pun akan menurun. 

Menyoroti pada sisi lain, pengeluaran yang luar biasa pada proyek kereta cepat antara Bandung-Jakarta serta Ibu Kota Ngera (IKN) tetap berlangsung dan berjalan. Mengapa proyek tersebut tetap dilakukan di tengah himpitan kehidupan yang sulit? Apakah untuk kepentingan seluruh rakyat negeri ini ataukah hanya sebagian kecil saja? Nyatanya, kedua proyek tersebut untuk kemaslahatan sebagian kecil rakyat (oligarki)

Dari penjabaran di atas, kita dapat menilai bahwa pemerintah saat ini tak serius dalam menyelesaikan permasalahan yang ada. Berdalih ingin melakukan efisiensi pada anggaran negara, nyatanya justru berkebalikan. Sebut saja, dana yang digelontorkan untuk pembuatan horden dan kalender anggota dewan, begitu merogoh kocek APBN. Belum lagi masalah gurita korupsi yang terjadi, tampaknya tak serius untuk ditangani.

Kembali kepersoalan kenaikan BBM tadi, dalam sistem kapitalis sekuler (liberal) kepemilikan suatu benda atau barang menjadi rancu. Padahal kalau mau kita lihat, bahan bakar minyak ini adalah milik seluruh rakyat negeri ini bukan milik perseorangan atau pemerintah. Pemerintah (negara) hanya berkewajiban untuk mengelolanya dengan baik dan dikembalikan seutuhnya demi kemaslahatan umat. Sebagaimana yang tercantum di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia pasal 33. 

Tentu akan berbeda jika Islam diterapkan dalam kehidupan manusia. Islam hadir bukan hanya mengatur masalah ibadah ritual saja, namun mengatur segala lini kehidupan manusia. Termasuk pada ranah BBM, pengurusan rakyat, kebijakan, dan yang lainnya. Sebagaimana hadis Nabi SAW yang diriwayatkan Ibnu ‘Abbas ra. 

الْمُسْلِمُونَ شُرَكَاءُ فِى ثَلاَثٍ فِى الْمَاءِ وَالْكَلإِ وَالنَّارِ وَثَمَنُهُ حَرَامٌ

Kaum Muslim berserikat (memiliki hak yang sama) dalam tiga perkara: air, padang rumput dan api. Harganya adalah haram (HR Ibn Majah dan ath-Thabarani).

Ada fakta sejarah yang bisa kita pelajari bersama. Saat itu, Rasulullah SAW pernah memberikan air di wilayah Khaibar dan Thaif (penguasaannya) kepada seseorang. Akhirnya Rasulullah menarik kepemilikan air tersebut. Kita mengetahui bahwa air ini menjadi sesuatu yang diperlukan bagi manusia, hewan, dan tumbuhan. Semua memerlukannya, sehingga dari ketiganya tadi (air, padang rumput, dan api) adalah kepemilikan umum. Siapa saja boleh mengambilnya tanpa kecuali. Namun tidak boleh diprivatisasi oleh seseorang atau kelompok. Negara yang akan mengelolanya dengan baik dan dikembalikan untuk kemaslahatan umat. 

BBM dan energi lain yang depositnya melimpah sebagai milik umum, termasuk dalam bahasan hadis dalam riwayat Abyadh bin Hammal ra.
Dari Abyad bin Hammal: Ia pernah mendatangi Rasulullah SAW dan meminta beliau agar memberikan tambang garam kepada dia. Beliau pun memberikan tambang itu kepada dirinya. Ketika Abyad bin Hamal ra telah pergi, ada seorang laki-laki yang ada di majelis itu berkata kepada Rasulullah SAW.

"Tahukah Anda, apa yang telah Anda berikan kepada dia? Sungguh Anda telah memberikan kepada dia sesuatu yang seperti air mengalir (al-maa’ al-‘idd).” Ibnu al-Mutawakkil berkata, “Lalu Rasulullah saw. menarik kembali pemberian tambang garam itu dari dirinya (Abyadh bin Hammal)” (HR Abu Dawud dan at-Tirmidzi).

Dari hadis di atas menambah informasi jelas bahwa sesuatu yang berada di alam dan depositnya banyak atau melimpah maka tidak boleh dimiliki oleh seseorang, baik lokal maupun swasta. Termasuk pula di dalamnya adalah bahan bakar minyak tadi, kepemilikannya adalah bersifat umum. Diperlukan peran serius pemerintah (negara) untuk mengelolanya dengan baik dan benar sesuai dengan syariat Islam. Serta mengembalikannya kepada masyarakat secara keseluruhan, baik secara gratis atau dengan diberikan harga miring. Karena sejatinya pemerintah hanya berfungsi sebagai pengelola barang tersebut.

Walhasil, apakah kita masih tetap ‘kerasan’ berada dalam sistem kapitalis sekuler liberal? Tentu kita menginginkan kehidupan damai, tenteram, dan berjalan dengan baik sesuai dengan aturan terbaik yaitu Islam. Dengan Islam pula, maka pemimpin yang ada akan menjalankan amanah dengan baik dan menerapkan syariat Islam secara sempurna dan menyeluruh. Mereka sadar akan penghisaban yang kelak pasti ditemui oleh manusia. 

Sudah saatnya kita kembali kepada Islam agar keberkahan datang kepada kita semua. Dan julukan umat terbaik kembali kepada kita. Kembali kepada Islam, itu kuncinya. Wallahu a’lam bishshawab. []


Oleh: Mulyaningsih
Pemerhati Masalah Anak, Remaja, dan Keluarga
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments