Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Gas Elpiji Kosong: Rakyat Makin Tersungkur, ke Mana Peran Negara?


TintaSiyasi.com -- Di Desa Wawouso Baru dan Desa Bobolio Kecamatan Wawonii Selatan, Konawe Kepulauan (Konkep) membuat warga resah dan menderita, mereka terpaksa ke hutan untuk mengambil kayu bakar. Seperti dialami Ibu Siti Nahya yang mengaku, sering ke hutan untuk mengambil kayu guna memenuhi kebutuhan memasak. Hal ini dikarenakan rusaknya jalan Desa Wawousu menuju Kecamatan Wawonii Selatan, hingga susahnya mendapat gas elpigi dan itu pun dengan harga mahal (telisik.id, 31/8/2022).

Ini baru satu kasus lbu Siti Nahya di kecamatan wawonii Selatan, belum kasus lbu lainnya di kecamatan atau desa terpencil di negeri ini. Problem utama dari sulit nya mendapatkan gas elpiji adalah pengelolaan gas di serahkan pada swasta dan distribusi gas ke daerah yang belum maksimal. 

Dalam pengelolaan pertambangan migas di negeri ini, sebagian besar bekerjasama atau kontrak bagi hasil dengan perusahaan swasta dan asing. Alasannya adalah untuk menciptakan persaingan yang sehat dan menguntungkan konsumen atau untuk memberdayakan BUMN agar lebih dinamis, transparan, kompetitif, dan meningkatkan peran serta masyarakat dalam kepemilikan saham.

Namun, semua itu hanya alasan yang dibuat-buat untuk menutupi alasan yang sebenarnya. Berbagai alasan liberalisasi yang dikemukakan pemerintah merupakan suatu kebohongan publik. Bahkan sebenarnya alasan-alasan itu argumentasinya dibangun oleh pihak asing.

Di balik itu, liberalisasi migas sesungguhnya untuk memenuhi kepentingan negara-negara kapitalis dan perusahaan multinasional yang sangat ingin menguasai sumber daya alam dan pasar Indonesia. Mereka ingin mengeruk keuntungan yang sebesar-besarnya melalui penguasaan produksi Migas dari mulai industri hulu sampai hilir atau dari mulai produksi sampai distribusi dan pemasarannya.

Sementara rakyat dituntut untuk swadaya dalam memperoleh kebutuhan hidupnya. Maka wajar di lapangan masih banyak rakyat yang kesulitan gas elpiji, air bersih, bahkan kebutuhan dasar seperti sembako. 

Inilah bukti ketika negara masih menjadikan kapitalisme sekuler sebagai landasan dalam kehidupan. Negara berlepas tangan terhadap urusan rakyat. Rakyat berjalan sendiri tanpa ada perhatian pemerintah. Padahal mestinya pemerintalah yang harus menfasilitasi rakyat agar bisa memenuhi kebutuhan hidup mereka.

Namun berharap pada sistem hari ini, tentu tidak akan terwujud periayahan pemerintah terhadap rakyat. Karena pada dasarnya, Negara di sistem sekarang hanya sebagai wasit, bukan sebagai pelaksana dan pengatur urusan rakyat.

Berbeda dengan sistem Islam. Dalam Islam pengelolaan migas tidak boleh diserahkan ke swasta. Migas haram diliberalisasi karena mengakibatkan privatisasi. Karena migas termasuk kategori kepemilikan umum yang harus dikelola oleh negara. Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda:

"Dari Ibnu Abbas RA berkata; sesungguhnya Nabi SAW bersabda; orang muslim berserikat dalam 3 hal yaitu: air, rumput (pohon), api (bahan bakar), dan harganya haram. Abu said berkata maksudnya: air yang mengalir" (HR. Ibnu Majah).

Maka sangat jelas dalam hadis di atas menunjukkan bahwa gas elpiji atau bahan bakar merupakan kepemilikan umum. Tidak bisa dimiliki oleh segelintir orang atau pihak-pihak tertentu. Baik itu, swasta, asing, ataupun aseng.

Dalam sistem ekonomi Islam, negara wajib mengelola migas mulai dari eksplorasi sampai distribusi melalui perusahaan negara yang dibentuk untuk melakukan aktivitas tersebut. Hasilnya didistribusikan kepada rakyat baik secara langsung dengan harga yang semurah-murahnya, bisa juga dengan mengikuti harga pasar atau harga yang ditetapkan oleh negara untuk kemaslahatan dan kepentingan rakyat, bukan untuk kepentingan kelompok apalagi asing. Hasil pendapatannya dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk fasilitas publik, pembiayaan pendidikan, kesehatan maupun untuk kepentingan rakyat lainnya. Misalnya fasilitas umum untuk memudahkan mobilitas masyarakat yang tinggal di pelosok, sehingga memudahkan distribusi kebutuhan pokok ke pelosok negeri. Termasuk juga membayar tentara dan polisi yang akan menjaga keamanan berikut memodernisasi alutsistanya.

Alhasil, pengelolaan tambang dalam sistem Islam, selain dikelola sesuai syariah, hasilnya akan dinikmati lebih besar oleh rakyat. Tidak seperti dalam sistem kapitalisme di negara ini. Selain bertentangan dengan syariah, hasil tambang lebih banyak dinikmati para pemodal swasta, termasuk asing, sementara rakyat lebih banyak menerima mudaratnya. 

Wallahu a'lam. []


Oleh: Ani Hadianti
Aktivis Muslimah Andoolo
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments