Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

BBM Naik: Kebijakan Zalim dan Minim Empati


TintaSiyasi.com -- Kado pahit tengah dirasakan oleh rakyat Indonesia. Bagaimana tidak, belum usai gempita peringatan 77 tahun Indonesia Merdeka. Rakyat mendapatkan kado dengan kenaikan harga BBM (bahan bakar minyak) bersubsidi.

Sebagaimana diketahui, Presiden Joko Widodo akhirnya mengumumkan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) mulai dari Pertalite, Solar, dan Pertamax dengan harga baru yang mulai diberlakukan pada tanggal Sabtu (3/9) pukul 14.30 (Kompas.com, 3/9/2022).

Keputusan tersebut diambil dengan dalih bahwa langkah tersebut diambil karena situasi yang sulit dan menjadi pilihan terakhir pemerintah, yaitu dengan mengalihkan subsidi BBM sehingga harga beberapa jenis BBM akan mengalami penyesuaian. Padahal tren harga minyak dunia sedang mengalami penurunan. Keputusan ini pun langsung mengundang ragam reaksi dari masyarakat.

Kebijakan pemerintah Indonesia menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dengan alasan karena sekitar 70% subsidi BBM dinikmati kelompok masyarakat mampu, disebut pengamat ekonomi sebagai upaya "yang tidak tepat dan salah sasaran". Menurut pengamat ekonomi daru Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi, mengungkapkan bahwa keputusan tersebut seperti target menyembuhkan batuk, tetapi yang diobati panu. Salah sasaran dan mencari gampangnya saja (bbc.com, 5/9/2022).

Senada dengan Fahmy Radhi, Direktur Celios (Center of Economic and Law Studies), Bhima Yudhistira, menyebutkan alih-alih meningkatkan harga BBM, seharusnya pemerintah melakukan pembatasan dan pengawasan ketat dalam penyaluran BBM. Kesalahan dalam pengelolaan, pembatasan hingga pengawasan oleh pemerintah, malah dibebankan kepada seluruh masyarakat (bbc.com,6/9/2022).

Lebih Ironisnya, di saat rakyat melaksanakan aksi demontrasi demi menyampaikan aspirasi didepan pintu gedung DPR. Nyatanya para anggota DPR tengah asyik merayakan perayaan ulang tahun Ketua DPR RI, Puan Maharani. Sontak hal tersebut langsung menuai kritik dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) yang mengkritik momen perayaan ulang tahun Ketua DPR RI, Puan Maharani, di rapat paripurna. Peneliti Formappi Lucius Karus menilai hal itu memalukan. Di saat rakyat berpanas-panasan demi menyampaikan aspirasi, para wakil rakyat malah asyik merayakan ulang tahun ketuanya di dalam Gedung DPR RI (detik.com, 7/9/2022).

Kebijakan kenaikan harga BBM tidak hanya zalim, tetapi juga minim empati dan mencederai amanat rakyat. Rakyat seolah dianggap beban bagi pemerintah. Menyedihkan lagi kompaknya para anggota DPR setuju dengan keputusan kenaikan harga BBM. Hanya ada satu fraksi yang memutuskan walk out dari sidang, sedangkan fraksi lainnya memutuskan untuk sepakat.

Dari sini kita dapat menilai bagaimana wajah buram para pemangku kebijakan hari ini. Mereka akan berfokus pada bagaimana menjadikan rakyat sebagai motor penghasil APBN paling utama demi menambal kebocoran di mana-mana. Belum lagi pernyataan bahwa subsidi tidak tepat sasaran. Seolah, hanya rakyat tertentu saja yang boleh menikmatinya. Padahal jika kita menengok kembali, entah berapa banyak kerugian negara yang diakibatkan oleh ulah para koruptor, proyek-proyek pemerintah yang mangkrak, dan suntikan dana yang diberikan secara berulang kepada BUMN.

Inilah letak kekeliruan pengurusan rakyat oleh para pemangku kebijakan hari ini. Slogan "dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat", kini tinggal isapan jempol belaka. Nyatanya, rakyatlah yang harus berjuang lebih keras. Rakyat juga yang harus menanggung dampak kenaikan BBM, yang dapat dipastikan dari kenaikan BBM ini akan mempengaruhi harga kebutuhan pokok, memicu terjadinya inflasi, memperlambat pemulihan ekonomi, serta dikhawatirkan akan menambah angka kemiskinan dan pengangguran dinegeri ini. Lalu, dapatkah kompensasi BLT BBM dapat menyelesaikan semua dampak yang terjadi hingga menyentuh akar permasalahan? Rasanya sangat jauh.

Ironis, negeri yang kaya akan sumber daya alam nyatanya telah gagal mengelola migas sebagai kebutuhan pokok bagi rakyatnya. Harapan rakyat mendapatkan kesejahteraan pun makin jauh dari harapan. Pemerintah secara berulang salah mengambil prioritas. Makin membuktikan kegagalan dalam menciptakan kesejahteraan yang adil dan beradab.

Sudah selayaknya kita kembalikan tata kelola migas pada aturan syarak. Kita kembali kepada aturan yang qathi, yang mana kepemilikan umum tetaplah milik umum. Negara mempunyai kewajiban dalam mengatur, mengurusi, dan mastikan manfaatnya semata-mata untuk rakyat saja. Sebagaimana disampaikan dalam sebuah hadis Rasulullah bahwa, "Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api" (HR. Abu Dawud dan Ahmad). Alhasil, negara tidak boleh meliberaliaasi ketiga unsur tersebut, apalagi harus diperjual belikan kepada rakyatnya dengan harga yang mahal. 

Kondisi demi kondisi yang menyengsarakan ini, membuat umat jengah dengan sistem buatan manusia yang hanya menimbulkan persoalan demi persoalan baru. Sehingga ada kerinduan akan kehidupan yang penuh dengan barakah. Niscaya semua itu hanya dapat dirasakan dan didapat jika kita kembali kepada aturan syarak dari Zat yang Mahasempurna, yakni Allah SWT.

Sebagaimana Allah ingatkan dalam Al-Qur'an Surah Al-Araf ayat 97,

وَلَوْ اَنَّ اَهْلَ الْقُرٰٓى اٰمَنُوْا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكٰتٍ مِّنَ السَّمَاۤءِ وَالْاَرْضِ وَلٰكِنْ كَذَّبُوْا فَاَخَذْنٰهُمْ بِمَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ

"Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan."

Wallahu a'lam bishshawab. []


Oleh: Riani Andriyantih, A.Md.Kom.
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments