Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Demonstrasi dalam Demokrasi, Mampukah Merubah Kondisi?


TintaSiyasi.com -- Penolakan kenaikan harga BBM benar-benar meluas dan nyata. Tak hanya melalui demonstrasi di depan gedung DPR atau tempat-tempat yang biasa digelar demo. Dunia maya pun geger. Sekitar 14ribu netizen menyepakati penolakan kenaikan harga BBM melalui petisi online.

Dilansir dari laman Tempo.com (9/9/2022), aksi penolakan terhadap kenaikan harga BBM tak cuma terjadi di jalanan. Di dunia maya, aksi penolakan juga terjadi dalam bentuk petisi online di laman change.org. Hingga Jumat, 9 September 2022 pukul 08.00 WIB, sudah ada empat petisi penolakan kenaikan harga BBM yang dibuat oleh masyarakat dari beberapa kota di Indonesia. Salah satu petisi yang mendapat respon oleh 14 ribu orang itu digalang oleh Perhimpunan Jurnalis Rakyat.

Tak cukup sekadar diam. Kenaikan harga BBM memang layak ditolak. Dalam sistem demokrasi memang dibenarkan rakyat bersuara menyampaikan aspirasi terhadap kebijakan penguasa. Apalagi jika kebijakan tersebut berdampak buruk terhadap kondisi ekonomi rakyat.

Prinsip demokrasi yang menjamin kebebasan berpendapat seharusnya menjadikan suara rakyat sebagai suara Tuhan. Apalagi jika suara mayoritas telah mendominasi, seharusnya suara rakyatlah pemenangnya. Sayangnya tidak selalu demikian yang terjadi.

Meski mayoritas rakyat melakukan penolakan terhadap sejumlah kebijakan negara, faktanya pemerintah masih tetap menentukan kebijakan yang tidak pro rakyat. Kenaikan harga BBM jelas ditolak mayoritas rakyat, namun pemerintah tetap saja menaikkan harga BBM dengan beragam dalih semisal agar subsidi tepat sasaran, beban APBN berkurang, pemulihan ekonomi dan sebagainya.

Inilah bukti nyata demokrasi yang hanya melayani dan mengurusi korporasi dan pejabat. Dalam sistem demokrasi kesejahteraan hanya dimiliki penguasa dan korporat, rakyatlah yang selalu jadi korban dan makin menderita.

Gelombang demonstrasi penolakan kenaikan harga BBM banyak digelar baik di dunia nyata ataupun maya. Meski demikian kebijakan pemerintah nampaknya akan terus berjalan. Sangat disayangkan jika perjuangan rakyat tak membuahkan hasil. Sehingga demonstrasi seharusnya bukan hanya menuntut pencabutan kebijakan kenaikan BBM ataupun pergantian rezim. Namun seharusnya rakyat menuntut pencabutan sistem demokrasi kapitalisme yang telah terbukti melahirkan kebijakan zalim yang tidak pro rakyat.

Demonstrasi tak sepaket dengan sistem demokrasi. Dalam sistem demokrasi, demonstrasi hanyalah teori semata yang tak mungkin mampu menjamin aspirasi rakyat didengar penguasa. Dengan kata lain demonstrasi hanyalah formalitas semata yang akan muncul dan hilang kembali sesuai kondisi semangat rakyat. Sehingga penyelesaian kenaikan harga BBM tak cukup melalui jalan demonstrasi.

Dalam pandangan Islam, demonstrasi atas kebijakan zalim penguasa sebagai wujud muhasabah Lil hukkam. Dilakukan untuk mengoreksi kebijakan penguasa zalim. Bahkan disebut sebagai jihad yang paling utama. Akan tetapi bukan cara merubah kondisi. Pasalnya untuk merubah kondisi diperlukan beberapa tahapan, cara dan strategi. Hal ini pastinya butuh kerja secara sistemis antara individu, masyarakat, dan negara. []


Oleh: Nanik Farida Priatmaja 
Sahabat TintaSiyasi
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments