TintaSiyasi.com -- Pahlawan tanpa tanda jasa. Kisah guru di negeri ini seolah tak ada hentinya. Tugas mulia seorang guru mencerak generasi penerus bangsa yang berkepribadian luhur namun kesejahteraannya tidak diperhatikan. Tugasnya sangat berat, namun gajinya tak menjanjikan. Tak ayal banyak guru yang kerja sambilan demi menyambung kehidupan keluarganya.
Kisah guru honorer di negeri ini memang meninggalkan tanda tanya besar. Baru-baru ini pemerintah mengeluarkan keputusan akan menghapus guru honorer. Tenaga honorer akan dihapus pada 2023 mendatang oleh Pemerintah melalui Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB). Berdasarkan Surat MenPAN-RB B/1511/M.SM.01.00/2022 tentang Pendataan Tenaga Non-ASN di Lingkungan Instansi Pemerintah, terdapat dua kelompok yang masuk dalam pendataan non-ASN yaitu tenaga honorer kategori II yang terdaftar dalam database BKN dan pegawai non-ASN yang bekerja pada instansi pemerintah.
Sementara itu, beberapa kelompok pegawai non ASN tidak akan dicatat dalam pendataan ini. Misalnya, satpam, pengemudi, petugas kebersihan, dan lainnya.
"Ada petugas kebersihan, pengemudi, satpam pengamanan dan jabatan lain yang dibayarkan oleh outsourcing tidak termasuk yang dicatat. Pegawai yang Surat Kontrak (SK) di atas kontrak 2021 ini juga tidak termasuk mereka yang dicatatkan," kata Deputi bidang Sistem Informasi Kepegawaian (Sinka) Badan Kepegawaian Negara (BKN) Suharmen dalam media briefing online, Selasa (30/8/2022) (DetikFinance, 2/09/2022).
Salah satu daerah yang berinisiatif untuk menjembatani Pemda daerah dengan pusat adalah Bekasi Jawa Barat. Pemda Bekasi membentuk satgas khusus menangani masalah honorer. Tujuannya adalah sebagai jembatan untuk komunikasi yang nantinya akan disampaikan ke bapak gubernur Jawa Barat. Ruwet, di satu sisi pemerintah perlu honorer untuk bekerja mengurus daerah, di sisi lain anggaran yang dicanangkan tidak sesuai dengan isi kantong.
Ironis, permasalahan guru honorer di negeri ini seolah tak ada hentinya. Guru adalah orang yang ada di garda terdepan dalam mendidik anak negeri, demi masa depan bangsa di masa yang akan datang. Namun faktanya negara tidak mengurusi kesejahteraan guru. Guru hanya dipaksa untuk bekerja, tanpa memperhatikan upahnya. Gaji guru honorer di negeri ini sangat memprihatinkan, tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Belum lagi biaya sekolah anak-anaknya dan kebutuhan yang lain. Padahal, mereka melakukan pengabdian sebagai guru honorer tidak satu atau dua bulan namun belasan tahun. Hal ini sangat jauh dari kata cukup. Pemerintah seolah tutup telinga terhadap masalah ini.
Belum lagi yang menyedihkan, kisah guru honorer ini ditempatkan di daerah terpencil. Bahkan tak sedikit guru tidak digaji atau digaji dengan hasil pertanian penduduk setempat. Jauh dari fasilitas yang memadai. Itulah sekelumit kisah guru honorer di negeri ini tugasnya hanya mengabdi atau mendidik anak negeri namun gaji tak diurusi oleh pemimpin negeri ini.
Komersiliasi pendidikan telah merasuk ke sistem pendidikan di negeri kita. Pemerintah mengkomersilan bidang pendidikan ke pihak pemodal raksasa atau swasta. Ketidakhadiran pemerintah dalam dunia pendidikan adalah hal yang berbahaya. Sebab, sebagai salah satu pilar pendidikan, peran pemerintah sangat vital dalam pengambilan keputusan-keputusan serta kebijakan strategis terkait sekolah.
Tak sedikit sekolah bertaraf internasional di negara kita. Bayarannya cukup mahal, hanya orang yang berkantong tebal yang mampu bersekolah di sana. Di sekolah ini kesejahteraan guru sangat diperhatikan. Pasalnya uang masuk ke sekolah ini tidaklah murah. SPP-nya pun tergolong mahal. Dengan komersialisasi pendidikan ini akhirnya sekolah-sekolah yang dikelola oleh pemerintah makin tereduksi.
Inilah nasib guru di sistem sekuler. Guru diminta untuk mendidik anak negeri agar dapat melanjutkan estafet kepemimpinan negeri ini namun gajinya tak terurusi. Berharap pada sistem sekularisme untuk menuntaskan masalah pendidikan khususnya masalah kesejahteraan guru bak pungguk merindukan rembulan. Pasalnya sistem sekuler saat ini mengandalkan akal manusia untuk membuat hukum yang pasti gagal dan lemah. Dalam sistem sekuler negara tak berperan dalam mengurus pendidikan dan kesejahteaan guru terabaikan. Agar masalah guru honorer ini tersolusi butuh sistem pengganti yang mampu memberi solusi. Sistem tersebut adalah sistem Islam yang telah teruji mampu mensejahterakan guru, dan telah diterapkan berabad-abad lamanya.
Pendidikan merupakan kebutuhan asasi yang harus dikecap oleh manusia dalam hidupnya. Pendidikan merupakan pelayanan umum dan kemaslahatan hidup terpenting. Negara adalah pihak yang berkewajiban mewujudkannya untuk seluruh rakyatnya. Sarana, prasarana, dana dan gaji guru sangat diperhatikan oleh negara. Baitul Mal akan menanggung pembiayaannya.
Berdasarkan sirah Nabi SAW dan Tarikh Daulah Khilafah, negara memberikan pelayanan pendidikan secara cuma-cuma (bebas biaya) dan kesempatan seluas-luasnya bagi seluruh warga untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi dengan fasilitas sebaik mungkin. Kesejahteraan dan gaji guru sangat diperhatikan. Dana pendidikan ditanggung negara yang diambil dari Baitul Mal.
Contoh Madrasah Al Muntashiriah yang didirikan Khalifah Al Muntashir di kota Baghdad. Di sekolah ini setiap siswa menerima beasiswa sebesar 1 dinar (4,25 gram emas). Kehidupan mereka sehari-hari mereka dijamin sepenuhnya. Khalifah Umar Ibnu Khaththab jauh sebelumnya memberikan gaji kepada tiga orang guru yang mengajar anak-anak di Madinah masing-masing sebesar 15 dinar per bulan. Itulah gambaran pendidikan di masa Islam. Negara yang bertanggung jawab dalam melaksakan pendidikan, fasilitas penunjang disediakan dan gaji guru sangat diperhatikan. Guru dalam sistem Islam sangatlah sejahtera. Di dunia mendapatkan imalan materi yang mencukupi, di akhirat memdapat pahala yang tak bertepi. []
Oleh: Siti Masliha, S.Pd
Aktivis Muslimah Peduli Generasi
0 Comments