Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Demokrasi Menumbuh Suburkan para Penghina Ajaran Islam


TintaSiyasi.com -- Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pelita Umat menganalisis kasus cuitan Eko Kuntadhi di media sosial Twitter yang mengolok-olok ceramah Ustazah Imaz Fatimatuz Zahra atau akrab disapa Ning Imaz.

Ketua LBH Pelita Umat, Chandra Purna Irawan, menilai Eko Kuntadhi sebenarnya berpotensi pelanggaran sejumlah pasal dalam kasus itu. Pertama, Chandra menjelaskan Eko Kuntadhi terindikasi dan berpotensi melecehkan tafsir ayat Al-Qur'an sehingga Eko dianggap sama saja melecehkan Al-Qur'an. Sebab pandangan Ning Imaz ini sejalan dengan pandangan para mufasir, salah satunya, Imam Ibnu Katsir (701-774 H). "Dan dengan demikian dapat dinilai melakukan tindakan penodaan agama," kata Chandra, dalam keterangannya.

Selain itu, Chandra menyatakan tindakan Eko Kuntadhi tergolong menghina dan merendahkan kredibilitas Ning Imaz yang memiliki kafa'ah (otoritas) untuk menjelaskan tafsir Al-Qur'an berdasarkan keilmuan yang dimiliki.

Bahkan, Chandra menyebut Eko dapat dijerat pasal pencemaran dengan UU ITE karena menyampaikan pencemaran itu melalui sarana twitter sehingga, tindakan Eko dapat dinilai memenuhi unsur delik pasal 27 ayat (3) UU Nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan UU Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Sabtu (17/9/8/2022).

Nyatanya kasus penghinaan yang dilakukan oleh Eko kuntadhi ini bukan satu dua kali terjadi akan tetapi sudah berkali-kali. Ustazah Imaz Fatimatuz Zahra atau Ning Imaz, menilai eks Ketua Ganjarist Eko Kuntadhi memang kerap melecehkan ulama dan Umat Islam serta membuat gaduh di media sosial. “Kan kita tahu si Eko itu banyak sekali yang dia lakukan seperti itu (melecehkan ulama). Saya baru tahu kebetulan, dan saya lihat profilnya, ini memang bikin gaduh, sehingga baru mengetahuinya saat itu,” kata Ning Imaz dalam dalam program Podcast Interview inilah.com, Kamis (15/9/2022).

Menanggapi kasus penghinaan terhadap ajaran Islam yang sudah berulang kali terjadi, tentunya kita merasa ada yang tidak beres dalam proses sanksi. Bagaimana mungkin seseorang bisa melakukan kesalahan yang sama jika ada sanksi yang membuat seseorang itu jera. 

Akan tetapi realitanya berbeda, kasus seperti ini hanya akan berakhir dengan permintaan maaf dan dianggap selesai begitu saja. Padahal jika seandainya kita mengaku sebagai seorang muslim, yang cinta akan agamanya tentunya kita tidak akan rela jika si pelaku tidak ditindak tegas, ini terlihat jelas dari postingan Ning Imas di Twitter yang mengatakan "Minta maafnya jangan ke saya. Ke imam Ibnu Katsir, ke umat se-Indonesia yang sakit agamanya dihina-hina."

Manusia dengan naluri tadayyun yang dimilikinya akan senantiasa mengagungkan agama yang dia anut. Terlepas dari postingan Ning Imas seluruh umat Islam pun merasakan hal yang sama begitu agamanya di hina. Merasa jengkel, marah bahkan akan mengeluarkan sumpah serapah kepada si penghina, dan tentunya umat menginginkan si penghina mendapatkan sanksi yang membuatnya jera.

Serangan terhadap Islam dan ajarannya makin bertambah seiring menguatnya pemahaman tentang hak asasi manusia (HAM) dan pemikiran sekuler di tengah masyarakat. Dengan berlindung di balik kebebasan untuk menyatakan pendapat dan kebebasan berekspresi, kaum munafik dengan begitu terbuka menunjukkan ketidaksukaan terhadap Islam dan umat Islam.

Kaum munafik yang menghina dan melecehkan Islam makin menjadi-jadi saat pemerintah melakukan pembiaran atas berbagai tindakan tersebut. Makin seringnya pelaku penistaan agama meminta maaf setelah dilaporkan kepada aparat penegak hukum maupun tuntutan ringan kepada pelaku penista agama, telah menunjukkan lemahnya penegakan hukum atas dugaan tindak pidana penodaan atau pelecehan agama.

Di sisi lain, vonis hukum yang ringan kepada para pelaku penistaan agama Islam, sejatinya akan memunculkan banyak penista agama yang lain. Akibatnya, alih-alih akan membuat jera para penista agama, yang terjadi justru sebaliknya. Islam seolah-olah bebas untuk dinodai dan dihina.

Umat Islam tentu tidak boleh diam. Islam jelas mengajari umatnya untuk selalu melakukan amar makruf nahi mungkar dalam kondisi apapun. Termasuk dalam melawan berbagai bentuk kezaliman yang diarahkan kepada Islam, ajarannya, dan umatnya. Hal tersebut ditegaskan dalam Al-Qur'an (Lihat, misalnya, QS Ali Imran [3]: 104). Juga dalam banyak hadis Rasulullah Muhammad SAW. Di antaranya sabda Beliau:

مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ

Siapa saja di antara kalian yang melihat kemungkaran, hendaklah ia mengubah kemungkaran itu dengan tangannya. Jika tidak mampu, dengan lisannya. Jika tidak mampu, dengan hatinya. Itulah selemah-lemah iman (HR Muslim).

Sudah saatnya kita menjaga marwah dan kewibawaan agama Islam dengan membela dan memperjuangkan syariat Islam, agar tidak ada lagi yang bisa semena-mena melecehkan ajaran yang mulia ini. Tak lain dengan memperjuangkan tegaknya syariah Islam di bawah naungan Khilafah Rasyidah.

Wallahu a’lam bishshawab. []


Oleh: Nanis Nursyifa
Sahabat TintaSiyasi
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments