TintaSiyasi.com -- Dalam rapat kerja bersama Komisi XI pada 24 Agustus 2022 yang lalu, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebutkan bahwa dana pensiun Pegawai Negeri Sipil (PNS) diambil sepenuhnya dari Anggaran Belanja dan Pendapatan Negara (APBN). Dalam kesempatan berbeda, Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo mengungkapkan tahun ini APBN dialokasikan untuk dana pensiun PNS sebesar Rp 136,4 triliun (Dikutip dari Tempo.co). Angka ini, disebut oleh Sri Mulyani, dinilai membebani APBN dalam jangka waktu yang panjang.
Narasi yang disampaikan oleh Sri Mulyani ini memancing kontroversi. Wakil Ketua MPR Fraksi Partai Demokrat, Syarief Hasan, kecewa dengan statement yang disampaikan dengan menganggap pensiunan PNS sebagai beban negara. Seakan tidak menganggap pengabdian PNS untuk negara sehingga terdengar janggal. Anehnya lagi, disebut bahwa dana pensiun ditanggung penuh oleh APBN padahal kenyataannya tidak demikian. Skema dana pensiun yang saat ini digunakan adalah skema pay as you go, mudahnya adalah dana pensiun diambil dari iuran sebesar 4.75% dari gaji per bulan PNS ditambah anggaran APBN. Artinya dana pensiun PNS tidak bisa dikatakan diambil penuh dari APBN karena kenyataannya PNS tetap memberikan iuran per bulan untuk simpanan dana pensiun. Meskipun realitas skema pendanaan dana pensiun seperti ini, negara tetap menganggap pemberian dana bagi pensiunan PNS dihitung sebagai beban dan ingin mengganti skema pay as you go menjadi skema fully funded di mana dana pensiun yang besarannya disesuaikan oleh masing-masing gaji pegawai PNS.
Anggapan rakyat merupakan beban ini bukanlah sesuatu yang mengejutkan di saat negara dan pemimpin kita tidak menjadi pengurus rakyat. Dipengaruhi oleh sistem kapitalis yang selalu mempertimbangkan hitungan materi dan keuntungan, di saat pengeluaran negara ternyata lebih besar daripada pendapatan maka itulah yang disebut membebani anggaran negara. Padahal PNS merupakan pegawai-pegawai yang mengabdi untuk negara hingga masa pensiun mereka. Selayaknyalah diberikan jaminan penghidupan untuk memenuhi kebutuhan hidup di masa tua mereka, akan tetapi dalam negara yang berlandaskan sistem kapitalis, keberadaan pensiunan PNS ini hanya akan membebani pengeluaran negara.
Dalam Islam, Islam memiliki point of view yang berbeda dalam memandang masyarakat. Rakyat merupakan tanggung jawab negara, sehingga kelayakan hidup mereka harus terpenuhi sempurna oleh negara. Para pegawai negara digaji dengan angka yang fantastis oleh negara yang jumlahnya lebih dari cukup untuk menjamin kehidupan mereka. Khalifah Umar bin Khattab memberikan contoh yang baik dalam memberi gaji pegawai negara, dimana guru setara PAUD digaji sebesar 15 dinar yang jika dikonversikan ke dalam rupiah ±62 juta rupiah. Gaji yang besar seperti ini hanya bisa diberikan dengan adanya sistem ekonomi Islam yang mandiri diambil dari pos pendapatan negara yaitu pos kepemilikan negara.
Ditambah lagi kebutuhan dasar publik seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan akan dijamin oleh negara sehingga masyarakat, baik masyarakat biasa maupun pegawai negara dapat menikmati layanan tersebut secara gratis. Pendanaan kebutuhan tersebut diambil dari pos kepemilikan umum berupa hasil pengelolaan sumber daya alam. Dari gambaran ini bisa dilihat bagaimana sejahteranya masyarakat dalam sistem Islam sehingga tidak perlu khawatir memikirkan bagaimana kehidupan di masa pensiun karena jaminan-jaminan yang telah disediakan oleh negara.
Demikianlah, sebagai seorang Muslim, kita telah memiliki gambaran yang sempurna tentang kehidupan di dalam sistem Islam. Rakyat termasuk di dalam nya para pensiunan pegawai negara tidak dianggap sebagai beban, tapi sebagai rakyat yang mesti diayomi dan menjadi tanggung jawab negara. Islam memiliki solusi komprehensif untuk setiap problematika kehidupan saat ini.
Wallahu a'lam bishshawab. []
Oleh: Fadhila Rohmah
Aktivis Muslimah
0 Comments