TintaSiyasi.com -- Lagi-lagi pelaku penista agama Islam tidak diberi sanksi apapun, cukup meminta maaf dan kasusnya dianggap selesai.
Kasus terbaru adalah cuitan di Twitter tanggal 13/09/2022, yang dilakukan oleh salah seorang pegiat media sosial terhadap putri salah seorang Kyai Pengasuh Pondok Pesantren di Kediri, Jawa Timur
Pegiat sosial tersebut mengomentari Ustadzah muda yang menjadi pemateri kajian keagamaan yang dirilis oleh kanal Instagram NU online, dengan kata-kata kasar yang tidak pantas diumbar di media sosial.
Sebagaimana kasus-kasus serupa yang sudah berlalu, kasus ini juga berakhir damai setelah si penista Islam minta maaf kepada sang Ustadzah. Tidak ada yang melaporkan ke aparat berwenang, apalagi sampai membawa ke ranah hukum.
Perlakuan berbeda diberikan kepada seseorang yang mengkritik pemerintah atau pejabat pemerintah lewat media sosial. Para loyalis atau kaum oportunis akan berlomba-lomba melaporkan kepada pihak berwajib. Setali tiga uang, aparat berwenang juga bergerak cepat menangkap terlapor dan menjerat dengan pasal-pasal karet dalam undang-undang ITE.
Sementara untuk penista Islam, ada kecenderungan dibiarkan begitu saja tanpa ada upaya dari aparat pemerintah untuk memberikan sanksi hukum (pidana). Mulai dari tidak adanya yang melaporkan ke polisi, hingga tidak diprosesnya laporan yang sudah masuk. Pihak berwajib baru akan menangkap pelaku dan memproses secara hukum setelah ada tekanan dari massa, baik lewat media sosial maupun aksi demonstrasi.
Ironisnya lagi, penistaan Islam kadang dilakukan oleh kaum Muslim sendiri, dengan dalih hanya sekedar gurauan atau candaan semata. Mereka, yaitu para penista Islam dan musuh musuh Islam wajar jika tetap santai walaupun melakukan pelanggaran undang-undang ITE dan menyebabkan kegaduhan. Karena mereka meyakini bahwa dalam demokrasi keadilan itu pasti berpihak kepada musuh-musuh Islam. Mereka juga yakin tak akan tersentuh sanksi apapun karena begitulah keniscayaan demokrasi. Hukum dibuat untuk melanggengkan kepentingan. Apalagi kepentingan menjegal Islam adalah kepentingan bersama dan sangat urgen. Agar Islam tetap hina dan tidak kembali mulia apalagi diterapkan dalam kancah kehidupan menggantikan demokrasi kapitalisme
Padahal semua bentuk penistaan terhadap Islam termasuk dosa besar. Jika pelakunya Muslim, hal itu bisa mengeluarkan dirinya dari Islam dan menyebabkan dia menjadi kafir atau murtad, terutama jika disertai itikad. Jika tidak disertai itikad maka pelakunya minimal telah melakukan perbuatan fasik dan dosa besar.
Sebagaimana firman Allah SWT berikut:
وَاِنْ نَّكَثُوْٓا اَيْمَانَهُمْ مِّنْۢ بَعْدِ عَهْدِهِمْ وَطَعَنُوْا فِيْ دِيْنِكُمْ فَقَاتِلُوْٓا اَىِٕمَّةَ الْكُفْرِۙ اِنَّهُمْ لَآ اَيْمَانَ لَهُمْ لَعَلَّهُمْ يَنْتَهُوْنَ
"Mereka merusak sumpah (janji)-nya sesudah mereka berjanji. Mereka pun mencerca agamamu. Karena itu perangilah para pemimpin orang-orang kafir itu. Sungguh mereka adalah orang-orang (yang tidak dapat dipegang) janjinya, agar supaya mereka berhenti." (QS at-Taubah :12).
Firman Allah yang lain:
وَلَئِن سَأَلۡتَهُمۡ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلۡعَبُۚ قُلۡ أَبِٱللَّهِ وَءَايَٰتِهِۦ وَرَسُولِهِۦ كُنتُمۡ تَسۡتَهۡزِءُونَ ٦٥ لَا تَعۡتَذِرُواْ قَدۡ كَفَرۡتُم بَعۡدَ إِيمَٰنِكُمۡۚ إِن نَّعۡفُ عَن طَآئِفَةٖ مِّنكُمۡ نُعَذِّبۡ طَآئِفَةَۢ بِأَنَّهُمۡ كَانُواْ مُجۡرِمِينَ
"Jika kamu bertanya kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentu mereka akan menjawab, “Sungguh kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja.” Katakanlah, “Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kalian selalu berolok-olok?” Tidak usah kalian minta maaf karena kalian kafir sesudah beriman. Jika Kami memaafkan segolongan kalian (lantaran mereka bertobat), niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain) karena mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa.” (QS at-Taubah : 65-66)
Islam secara umum membagi manusia menjadi tiga kelompok yaitu kafir, munafik dan Muslim. Semua jenis manusia ini sangat memungkinkan melakukan pencelaan dan penghinaan terhadap Agama. Abdullâh bin Abbâs Radhiyalahu'anhu membagi orang kafir menjadi 2 golongan, yaitu kafir Harbi dan kafir al-‘Ahdi (yang terikat perjanjian)
Kafir harbi adalah orang kafir yang Allâh perintahkan untuk diperangi, sebagaimana firman Allâh Azza wa Jalla :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قَاتِلُوا الَّذِينَ يَلُونَكُمْ مِنَ الْكُفَّارِ وَلْيَجِدُوا فِيكُمْ غِلْظَةً ۚ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِين
"Wahai orang-orang beriman! Perangilah orang-orang kafir yang di sekitar kamu itu, dan hendaklah mereka menemui kekerasan daripadamu, dan ketahuilah, bahwasanya Allâh beserta orang-orang yang bertaqwa" (QS At-Taubah:123)
Apabila seorang kafir harbi menghina agama Islam, menistakan Allâh dan Rasul-Nya atau menistakan ayat al-Qur`an maka diperangi dan dibunuh kecuali ia masuk Islam. Hal ini didasari dengan firman Allâh SWT :
وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّىٰ لَا تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ لِلَّهِ ۖ فَإِنِ انْتَهَوْا فَلَا عُدْوَانَ إِلَّا عَلَى الظَّالِمِينَ
"Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) agama itu hanya untuk Allâh belaka. Jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zhalim." (QS al-Baqarah:193)
Adapun kafir yang terikat perjanjian terbagi menjadi tiga jenis,yaitu kafir dzimmy, kafir mu’ahad dan kafir musta’man Orang kafir mana saja dari tiga jenis ini yang berani menghina agama Islam, menistakan Allâh SWT dan Rasul-Nya, maka perjanjian yang telah terjadi menjadi batal dan halal darah dan hartanya bagi pemerintah Islam. Hal ini adalah pendapat mayoritas Ulama kecuali mazhab Hanafiyah. Mayoritas Ulama berdalil dengan firman Allâh Swt QS at-Taubah : 9-12.
Apabila kaum munafik yang menistakan Allâh SWT , Rasûl SAW dan agama Islam, maka Islam mensyariatkan agar orang tersrebut dibunuh apabila menampakkannya,karena kenifakannya ini sudah nifaq I’tiqad yang mengeluarkan seorang dari Islam. Sebagaimana firman Allah dalam QS at-Taubah:74 dan Qs Al-Ahzâb :60-62
Sedangkan apabila pelaku penistaan agama Islam adalah seorang Muslim, maka hukum yang pantas baginya adalah dibunuh. Syaikhul Islam Rahimahullah berkata bahwa penista agama apabila Muslim, maka menjadi kafir dan dibunuh tanpa ada perbedaan pendapat padanya. Ini adalah madzhab imam yang empat dan yang lainnya. Diantara ulama yang menukilkan ijma’ ini adalah Ishâq bin Rahuyah dan selainnya.
Sanksi bagi pelaku penistaan agama hanya bisa dilakukan oleh institusi selevel negara. Hanya syariat Islam yang mampu melindungi kemuliaan Islam dan para pemeluknya dengan memberikan sanksi hukum yang tegas dan adil bagi para penistanya.
Wallahu a’lam bishshawab
Oleh : Pujiati SR, S.ST
Sahabat TintaSiyasi
0 Comments