Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Konversi Mobil Listrik dan Kompor Listrik, Kebijakan Zalim?

TintaSiyasi.com -- Belum sebulan kebijakan menaikkan BBM terasa mencekik rakyat, kini Presiden Joko Widodo (Jokowi) menginstruksikan kepada seluruh Kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah untuk menggunakan mobil listrik sebagai kendaraan dinas. Perintah tersebut tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 7 tahun 2022 terkait percepatan penggunaan kendaraan listrik berbasis baterai di instansi pemerintah pusat maupun daerah. 

Untuk menyukseskan proyek ini, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Pandjaitan kembali mendapat tugas baru dari Presiden Joko Widodo. Luhut diminta untuk mengomandoi pemakaian kendaraan listrik di lingkungan pemerintahan dan  melakukan penyelesaian permasalahan yang menghambat implementasi percepatan program penggunaan kendaraan listrik berbasis baterai (battery electic vehicle) sebagai kendaraan dinas operasional, dan/atau kendaraan perorangan dinas instansi pemerintah pusat dan daerah.

Tak hanya Menko Luhut saja, Inpres 7/2022 ini juga memberi instruksi kepada 16 menteri maupun pejabat setara menteri untuk membantu proses percepatan penggunaan kendaraan listrik. Diantaranya, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto bersama Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa yang diminta memprioritaskan pengadaan kendaraan listrik, baik di lingkup Kementerian Pertahanan maupun TNI.

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kemenkeu, saat ini total kendaraan dinas pemerintah ada sebanyak 189.803 unit. Artinya, kendaraan sebanyak itu bakal diganti dengan mesin bertenaga setrum meskipun menurut Kementerian Keuangan (Kemenkeu) penggantian kendaraan dinas pemerintah menjadi mobil listrik akan dilakukan bertahap, tapi tetap saja proyek ini membutuhkan dana yang tak sedikit. Padahal salah satu alasan kenaikan BBM kemarin karena defisitnya APBN, lalu jika demikian apa pentingnya mengeluarkan kebijakan tersebut di tengah kondisi ekonomi rakyat yang sulit saat ini?

Tak sampai disitu saja, pemerintah juga mendorong penggunaan listrik di rumah tangga, yakni konversi gas LPG 3 kg ke kompor induksi alis kompor listrik 1.000 watt. Dan untuk melancarkan program ini, pada tahap awal pemerintah bakal memberikan paket kompor listrik secara gratis kepada 300 ribu rumah tangga yang menjadi sasaran tahun ini. Adapun total anggaran yang dibutuhkan mencapai Rp540 miliar.

Tentu kebijakan ini membuat masyarakat ketar-ketir, karena sebagian besar masyarakat bawah hanya menggunakan daya 450 VA, jelas tak mungkin menggunakan kompor listrik. Oleh karenanya sempat beredar isu pemerintah dan Badan Anggaran (Banggar) DPR RI sepakat untuk menghapus daya 450 VA dan menaikkannya menjadi 900 VA untuk rumah tangga. 

Namun isu ini ditepis oleh Jokowi. Ia mengatakan tidak akan menghapus daya listrik paling rendah di rumah tangga itu. Apakah rakyat akan kembali percaya dengan statemen ini? Karena mengingat kenaikan BBM kemarin pun, Jokowi sudah menyatakan tidak ada kenaikan BBM,  nyatanya toh dinaikkan juga.

Alasan Konversi 

Pemerintah mendorong penggunaan listrik lewat program kompor induksi dan mobil dinas listrik mengingat kendaraan listrik lebih ramah lingkungan dan meminimalisasi penggunaan bahan bakar minyak (BBM). Namun pada faktanya, kebijakan itu dikeluarkan disebabkan adanya kelebihan pasokan listrik akibat PLN membeli listrik dari produsen listrik swasta atau Independent Power Producer (IPP) dengan skema take or pay. Dalam skema tersebut, PLN diwajibkan untuk membayar meskipun listrik tidak terserap oleh masyarakat.

Ketua Banggar DPR RI Said Abdullah dalam rapat Panja RAPBN 2023 mengatakan kelebihan suplai listrik selama ini menjadi beban dalam keuangan negara. Pemerintah tetap membayarkan kompensasi kepada PLN sekalipun pasokan berlebih tersebut tidak dipakai dan pemerintah menanggung Rp3 triliun untuk setiap 1 GW kelebihan pasokan listrik. Sehingga dengan kelebihan pasokan 6 GW, pemerintah membayar biaya mencapai Rp18 triliun. 

Nah, untuk mengatasi masalah itu, pemerintah berupaya melakukan berbagai cara meningkatkan penggunaan listrik, termasuk "memaksa" masyarakat beralih ke kompor atau kendaraan listrik.

Watak Kapitalisme 

Inilah karakter kepemimpinan sekuler kapitalisme, hubungan dengan rakyat ibarat penjual dan pembeli. Kapitalisme yang diterapkan saat ini hampir di seluruh dunia termasuk Indonesia telah nyata memberikan banyak mudarat. Faktor penting dalam sistem ekonomi kapitalisme adalah motif keuntungan materi. Semua di standarkan pada kemanfaatan subjektif semata, agar pemerintah tidak menanggung beban biaya besar maka rakyatlah yang di minta untuk lebih banyak menggunakan alat listrik, ya kompor listrik maupun kendaraan listrik.

Jika dalam sistem kapitalisme di mana semua aspek didasarkan pada untung rugi, maka tak heran pengurusan rakyat pun pakai hitung-hitungan. Negara tak mau rugi dalam menanggung over suplai listrik, maka rakyatlah yang diharuskan menggunakan listrik sebanyak-banyaknya agar tidak mubazir dengan mengeluarkan kebijakan konversi tersebut meski pada faktanya rakyat sebenarnya tak mampu.

Demikianlah, jika segala kebijakan masih berlandaskan kepentingan kapitalis dalam sistem kapitalisme maka kesejahteraan rakyat bak ini api jauh dari panggang. Lalu adakah sistem pengaturan yang bisa mengantarkan keadilan dan kesejahteraan bagi rakyat? Jawabannya ada, yakni sistem pemerintahan Islam.

Kepemimpinan dalam Islam 

Berbeda kepemimpinan kapitalisme dan kepemimpinan dalam Islam. Kepemimpinan Islam adalah kepemimpinan yang berdasarkan hukum Allah. Oleh karena itu, pemimpin haruslah orang yang paling tahu tentang hukum Ilahi. Setelah para imam atau khalifah tiada, kepemimpinan harus dipegang oleh para faqih yang memenuhi syarat-syarat syariat. Karena memakai aturan Illahi, maka tidak ada perhitungan untung rugi dalam pengurusan rakyat. Sistem pemerintahan Islam melaksanakan pengurusan rakyat berdasarkan Al-Qur’an dan Sunah. 

Kepemimpinan dalam Islam berfungsi sebagai pengurus dan penjaga rakyat. Fungsi ini akan terwujud jika penerapan hukum Islam secara utuh terlaksana dalam empat pilar, yakni kedaulatan di tangan syarak, kekuasaan ditangan rakyat, hak formalisasi ada pada khalifah, dan kesatuan seluruh umat dalam satu kepemimpinan. Idealnya kepemimpinan Islam sudah terbukti dari sejarah kejayaan peradaban Islam di masa kekhilafahan. Tingginya peradaban Islam selama ribuan tahun menjadi bukti nyata bahwa pembangunan yang dilakukan negara dibawah tuntunan syariat membawa kesejahteraan bagi rakyatnya.

Maka, jika saja saat ini kita berada di dalam sistem pengaturan Islam tentu saja rakyat tidak akan bertambah-tambah kesulitannya seperti saat ini. Wallahualam bissawab

Oleh: Ema Darmawaty
Sahabat TintaSiyasi
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments