Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Utang Menumpuk Negara Terpuruk


TintaSiyasi.com -- Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan mengakui bahwa utang Indonesia terbilang besar. Namun, menurutnya Indonesia mampu menbayar utang tersebut (kompas.com, 06/08/2022).

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan utang Indonesia sebesar Rp 7.000 triliun merupakan salah satu yang terkecil di dunia. Ia juga menyebut utang itu digunakan untuk proyek yang mendorong perekonomian negara (detik.com, 08/08/2022).

Luhut menegaskan pemerintah sudah menghitung return of invesment. Dia menuturkan Indonesia menjadi salah satu negara yang utangnya kecil dibandingkan negara lain.Dia yakin utang tersebut dapat dibayar dengan berbagai proyek bagus. Terlebih Indonesia menggunakannya untuk proyek yang berkualitas, salah satunya Tol Serang-Panimbang (republika.co.id, 08/08/2022).


Berhutang untuk Alasan Infrastruktur Tidaklah Dibenarkan

Pembangunan infrastruktur berbasis utang tentu akan memberikan dampak negatif kepada negara dengan tingkat PDB yang rendah. Intervensi negara pemberi utang sangat kuat dari pengadaan bahan baku, tenaga kerja, pengelolaan infrastruktur tersebut bahkan hasil dari pembangunan tersebut akan di bawah kekuasaan negara pemberi utang. Negara kita dapat apa? Hanya tersisa utang saja yang akan menjadi tanggung jawab seluruh rakyat Indonesia bahkan bayi yang baru lahir sudah harus menanggung utang negara. 

Dalam kapitalisme, utang sangat berbahaya bagi negara karena menyebabkan negara tidak bisa mandiri dalam menentukan kebijakannya. Ini adalah salah satu cara yang ditempuh untuk menjajah secara ekonomi negara-negara yang menerima utang tersebut. Penyebab utama dari kenaikan utang ini adalah defisit anggaran yang diterapkan oleh pemerintah. Artinya, pemerintah lebih banyak melakukan pengeluaran daripada mengumpulkan pemasukan. Setiap tahunnya pemerintah harus membayar cicilan utang luar negeri dengan model ribawi yang cukup besar nominalnya. Hal itu tentu mempengaruhi besaran persentase APBN untuk membayarnya sekaligus mengorbankan sektor lain, seperti militer, pendidikan, dan kesehatan. Uang untuk kesehatan dan pendidikan makin turun. Utang pemerintah ini rawan. Apalagi bentuknya sebagian besar adalah obligasi. Sebagian besar obligasi dipegang asing. Ini bisa membuat kedaulatan pemerintah atas ekonominya lemah dan sangat terpengaruh oleh kondisi keuangan global. 

Posisi utang luar negeri (ULN) Indonesia telah masuk daftar 10 negara terbesar di dunia dan terbesar di ASEAN. Daftar itu berasal dari laporan International Debt Statistic (IDS) 2021 yang dirilis oleh Bank Dunia (World Bank/WB). Data World Bank mencatat, jumlah utang luar negeri tahun 2019, posisi pertama dipegang China (US$ 2,1 triliun), kemudian berurutan Brasil (US$ 569,39 miliar), India (US$ 560,03 miliar), Rusia (US$ 490,72 miliar), Meksiko (US$ 469,72 miliar), Turki (US$ 440,78 miliar), Indonesia (US$ 402,08 miliar), Argentina (US$ 279,30 miliar), Afrika Selatan (US$ 188,10 miliar) dan terakhir Thailand (US$ 180,23 miliar). 

Dari data di atas, dapat dilihat secara kasat mata, bahwa utang LN Indonesia terus tumbuh dan menggelembung dari tahun ke tahun. Defisit APBN menjadi alasan utama penarikan utang luar negeri. Di tahun 2019, defisit anggaran sebesar 1,84% dan ditutup dengan pembiayaan utang yang ditargetkan Rp 359,12 triliun. Defisit ini juga terjadi setiap tahun dan terus meningkat. Maka dari sini harusnya kita sudah mampu membaca keadaan negara saat ini yang sebenarnya sudah tidak mampu lagi menanggung utang yang terlalu banyak. Apa kita akan terus menunggu sampai Indonesia mengalami kebangkrutan yang sudah dialami oleh Sri Lanka? Sudah seharusnya kita mulai peka dan membuka mata, bahwa saat ini indonesia sedang terancam negaranya sebab besarnya utang serta banyak lagi permasalahan-permasalahan yang ada. Dan dengan segala permasalahan yang terjadi yang diuntungkan lagi-lagi para kapitalis. Sebab mereka kembali berhasil mengambil segala keuntungan, apalagi negara yang mengambil utang secara ribawi, sudahlah tidak memberkahkan negara, tapi malah semakin membuat negara terjebak di jeratan tersebut. Maka sekali lagi anak cucu kita kelaklah yang akan mewarisi utang negara yang begitu banyak ini. 


Islam Memberi Solusi Tanpa Membebani

Berbeda dengan Daulah Islam, yakni Daulah Khilafah akan mengoptimalkan pembiayaan negara dengan Baitul Mal. Baitul Mal ini memiliki banyak pos-pos pendapatan tentu saja pos-pos ini akan dikelola semaksimal mungkin agar mampu memenuhi semua kebutuhan pokok daulah. Sumber pendapatan Daulah Islam; fa’i, ghanimah, kharaj, status tanah, jizyah, dharibah, pemilikan umum (minyak dan gas, listrik, pertambangan, laut, sungai, perairan dan mata air, hutan dan padang rumput gembalaan), tempat khusus yang dipagari negara dan dikuasai negara (shadaqah, zakat mal dan perdagangan, zakat pertanian dan buah-buahan, zakat unta, sapi dan kambing). Dan yang perlu ditekankan di sini pula bahwa sebenarnya dalam Islam utang bukan sesuatu yang dilarang, tetapi ribawilah yang diharamkan. 

Allah SWT berfirman dalam surah al-Baqarah ayat 275 yang artinya, "Dan Allah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba.

Agar terbebas dari utang ribawi luar negeri, tidak ada solusi lain kecuali dengan menerapkan sistem ekonomi Islam yang didukung dengan penerapan Islam secara kaffah. Seluruh aspek kehidupan akan diatur dan berhukum dengan hukum Islam, baik kehidupan ekonomi, politik, pendidikan maupun kehidupan sosial serta aspek-aspek lainnya. Dalam sistem Islam, utang adalah solusi terakhir itupun apabila Baitul Mal tidak mencukupi dan hanya untuk kebutuhan mendesak/darurat. 

Semoga dengan segala permasalahan yang ada banyak dari kita mampu sadar dan memahami, bahwa sudah seharusnya kaum Muslim berpikir untuk mempelajari sistem Islam ini, agar tercipta kehidupan masyarakat, negara bahkan dunia menjadi rahmatan lil’alamin

Wallahu a'lam bishshawab. []


Oleh: Gendista Qur'ani 
Sahabat TintaSiyasi
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments