TintaSiyasi.com -- Arus protes terus mengalir terhadap pemblokiran yang dilakukan pemerintah terhadap Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) di tanah air. Pemblokiran dilakukan dengan dalih aplikasi dan situs tidak terdaftar dalam PSE Lingkup Privat berdasarkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 5 Tahun 2020.
LBH Jakarta menyatakan pemblokiran terhadap situs-situs itu, seperti situs Steam, Epil game, hingga Pay Pal tindakan sewenang-wenang, melawan hak dan menyebabkan kerugian masyarakat. Kritik juga datang dari lembaga SAFEnet. Lembaga ini menyatakan banyak pasal yang membuat hak atas privasi dan kebebasan berekspresi terancam dan dengan platform digital mendaftar, berarti sudah mempertaruhkan data penggunanya.
Selain dari lembaga-lembaga tersebut, warganet juga banyak yang menyesalkan keputusan ini, sebab mereka tidak bisa lagi mengakses situs dan aplikasi yang biasa digunakan. Terlebih faktanya, situs judi daring yang meresahkan masyarakat malah dibiarkan. Wajar jika akhirnya masyarakat bertanya atas kepentingan siapa Kominfo bekerja? Karena yang seharusnya konsumen mendapat perlindungan dari penipuan dan kerugian, tetapi kenyataannya dari pemblokiran ini banyak sekali masyarakat yang dirugikan.
Perlindungan Konsumen Hanya Semu
Setiap kebijakan selalu mengatasnamakan demi melindungi masyarakat, tetapi semua itu hanya kamuflase penguasa. Bukankah dengan memegang data pengguna situs-situs di medsos, otomatis kebebasan berpendapat akan terbatas, penguasa akan lebih leluasa mengawasi terhadap aktifitas masyarakat terlebih pada suara-suara yang kontra dengan pemerintah.
Selain daripada itu, dengan mendaftar di PSE Lingkup Privat, situs-situs tersebut akan dikenai pajak. Dikutip dari PajakOnline.com, Direktur Jenderal (Dirjen) Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) Semuel Abrijani Pangerapan menegaskan, Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) Lingkup Privat, PSE asing dan domestik yang telah terdaftar harus mematuhi peraturan perundang-undangan termasuk peraturan pajak. Semua PSE yang melakukan usahanya di Indonesia harus patuh pajak.
Dalam sistem sekuler kapitalis, uang adalah segalanya, di mana di situ ada potensi mengumpulkan cuan, segala cara akan ditempuh. Menurut informasi perpajakan bahwa setiap situs online yang terdaftar di PSE Lingkup Privat dikenai pajak Rp 600 juta/tahun, yang berati Rp 50 juta setiap bulan.
Lalu bagaimana dengan situs-situs porno yang bebas berkelana di dunia maya, yang setiap detiknya dapat menghancurkan akidah umat, situs judi daring yang dapat menghancurkan pilar-pilar perekonomian masyarakat. Bukankah seharusnya situs-situs ini yang diblokir, baik sudah mendaftar atau belum ke Kominfo.
Dari info terbaru mengutip dari media narasinewsroom.com, bahwa di Cina memiliki platform yang namanya The Great Fire Walk of Cina, yang bisa menciduk dengan singkat warganya yang internetan, yang dianggap tidak sesuai dengan apa yang diinginkan pemerintah.
Cara kerjanya yaitu bertugas menutup atau memblokir situs-situs yang membahayakan maksudnya yang tidak dapat diajak kerjasama, seperti Google, Facebook, Twitter, Wikipedia dll. Dengan menggunakan kata kunci atau kata sensitif dalam paket protokol kendali transmisi The Great Fire Walk of Cina, secara otomatis akan menutupnya. Selain memblokir, platform ini juga harus mutlak tunduk pada pemerintah Cina. Akhirnya negara dengan leluasa meminta data pada platform.
Sepertinya dua kemampuan cara kerja platform ini yang akan diterapkan di Indonesia oleh Kominfo. Karena zaman sekarang tak sedikit runtuhnya sebuah rezim itu berasal dari media sosial, contohnya seperti di Timur Tengah.
Dapat dibayangkan apabila data pribadi setiap warga negara dikuasai oleh pemerintah, kebebasan bersuara akan terbatas, suara kebenaran akan diberangus, suara-suara yang tidak senada dengan penguasa akan dengan mudah diciduk, karena semua harus tunduk dan patuh pada penguasa.
Intinya negara hanya perduli pada bagaimana mendapatkan pemasukan keuangan negara melalui pajak telekomunikasi dan melindungi kekuasaannya saja, oleh karena itu situs-situs pornografi, penipuan, judi daring, tetap tumbuh subur seperti jamur di musim hujan. Mengapa?Sebab semuanya itu bukan prioritas sebagai tujuan pemblokiran, karena tidak akan membahayakan posisi penguasa, negara tidak dirugikan, malah situs-situs tersebut mendatangkan keuntungan, sebab penerimaan pajak negara akan bertambah. Negara tidak perduli apakah situs-situs tersebut berdampak pada kerusakan moral, keresahan dalam masyarakat, hancurnya perekonomian keluarga akibat judi, mandulnya sikap kritis dari masyarakat, karena ada pembungkaman.
Islam Melindungi Data Setiap Warganya
Memang layak dipertanyakan tujuan pemblokiran yang dilakukan pemerintah, apalagi negara demokrasi dalam sistem kapitalis. Di mana kebijakannya pasti mengarah pada keuntungan para oligarki dan merugikan masyarakat.
Bila dalam sistem Islam yang dinaungi oleh sistem khilafah, kebijakan akan berfokus pada umat. Keberadaan penguasa adalah melindungi umat dari segala bahaya. Pemblokiran situs dan aplikasi akan mengikuti kemaslahatan umat dan tidak akan terjadi pada situs dan aplikasi yang bermanfaat. Sedangkan terhadap situs berbahaya, bukan hanya pemblokiran, melainkan ada sanksi bagi pengelolanya.
Negara juga memliki kontrol penuh terhadap konten media. Semua yang sampai pada umat adalah kebenaran tentang agamanya dan nilai-nilai kehidupannya. Akhirnya akan muncul semangat fastabiqul khairat yang akhirnya akan menambah keimanan pada diri umat.
Mengenai perlindungan terhadap data pengguna, negara akan berusaha seoptimal mungkin dalam menjaganya. Segala yang menyangkut keamanan masyarakat menjadi kewajiban negara untuk melindunginya. Untuk mendukung semua itu negara harus memiliki perangkat teknologi yang canggih dan modern, secara tidak langsung negara juga harus dapat melahirkan individu-individu yang dapat menciptakan teknologi canggih. Dan pastinya semua itu akan terwujud bila ada lembaga yang menanganinya. Tugas negara untuk mengalokasikan dananya untuk pendidikan dan riset.
Adanya upaya suntikan dana hibah bagi perusahaan rintisan, akan terus dialirkan, karena daulah memiliki kekuatan pada kas negara, sehingga negara mampu membuat sendiri berbagai aplikasi untuk keperluan transaksi dan kemudahan bagi rakyatnya.
Semua itu pasti dengan mudah akan terwujud dalam negara khilafah karena negara mengatur kepemilikan dan mengharamkan privatisasi, sedangkan negara kapitalisme yang bertumpu pada pajak dan utang serta dalam kendali para oligarki akan sulit terwujud. []
Oleh: Tutik Indayani
Pejuang Pena Pembebasan
0 Comments