TintaSiyasi.com -- Menjelang Pemilihan Umum 2024, isu teroris kembali bergulir. Hari Jumat (22/7/2022) lalu, Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri menangkap 13 tersangka teroris di Provinsi Aceh. Mereka berasal dari dua jaringan kelompok teror, Jamaah Islamiyah dan Jamaah Ansharut Daulah. Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan melalui keterangan tertulis, di Jakarta, Sabtu (23/7/2022), mengungkapkan, dari 13 tersangka teroris yang ditangkap, 11 tersangka di antaranya merupakan anggota jaringan Jamaah Islamiyah (JI). Sementara dua tersangka lain merupakan anggota jaringan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) berinisial RI dan MA (Kompas, 24/072022).
Bukan sekali dua kali, isu teroris dihembuskan setiap akan diselenggarakan pemilu. Teroris itu sendiri selalu dikaitkan dengan kelompok atau organisasi Islam. Jadi secara tidak langsung menyatakan bahwa kelompok Islam perlu diwaspadai karena mengancam keberlangsungan pemilu dalam negara demokrasi ini. Bahkan, pemerintahan Jokowi berkomitmen memberantas terorisme hingga ke akar dan turut serta dalam perang melawan terorisme bersama negeri kampiun demokrasi (Amerika Serikat).
Tapi benarkah terorisme sedang mengancam negeri jelang tahun politik? Atau memang ada sesuatu yang dituju dengan penggiringan opini terkait terorisme?
Islamofobia atau kebencian terhadap ajaran Islam semakin marak terjadi di dalam negara pengusung sekuler kapitalis ini. Sungguh ironis memang, apalagi Indonesia sendiri adalah negara dengan mayoritas Muslim terbesar. Ada asumsi bahwa pemicu terorisme adalah radikalisme atau paham radikal. Radikalisme juga dikaitkan dengan paham keagamaan yang dituding radikal. Sebelumnya, publik memahami bahwa perang melawan terorisme berarti perang terhadap Islam. Sekarang, publik turut memandang bahwa radikalisme terkait dengan “Islam radikal”. Sederhananya, ada opini yang sengaja dibangun di tengah publik bahwa Islam merupakan paham “radikal” yang berpotensi melahirkan aksi terorisme.
Sementara itu, terorisme sendiri masih menjadi tanda tanya besar bagi umat Islam. Sebenarnya siapa pelaku dan apa motif di balik aksi terorisme? Aparat penegak hukum menyatakan bahwa pelakunya datang dari kelompok Islam. Namun, apakah hal itu benar adanya?
Isu terorisme dan penangkapan memang sering terjadi jelang tahun politik, seolah ingin menggiring suatu persepsi bahwa kelompok Islam yang ingin menegakkan syariat bukanlah pilihan bagi publik.
Para elite politik dan oligarki sadar, geliat perjuangan Islam sangat mengancam posisi mereka dalam kekuasaan. Ketua Forum Akademisi Muslim Indonesia (FAMI) Dr. M. Kusman Sadik berpendapat, umat Islam hanya menjadi tertuduh dengan adanya isu terorisme. Tujuan isu tersebut untuk menyerang umat Islam atau minimal mengekang umat Islam agar tidak membawa ajaran Islam ke ranah politik (Al-Wa’ie).
Semua ini tentu menyebabkan pemangku kekuasaan dan oligarki ketar-ketir terhadap perjuangan Islam. Sehingga wajar jika mereka berupaya agar jangan sampai umat mengarahkan pandangannya pada kelompok Islam khususnya mereka yang memperjuangkan tegaknya syariat, saat tahun politik. Karena kekhawatiran mereka jika tidak lagi meraih kekuasaan.
Perjuangan penegakan syariat bukanlah dengan aksi teror yang membuat kerusakan di mana-mana tapi dilakukan dengan dakwah sebagaimana yang pernah dicontohkan oleh suri tauladan kita, Rasulullah SAW. Yaitu proses perjuangan yang bersifat edukatif dan argumentatif.
Perjuangan Islam dengan mengidentikkan aksi teror yang mereka tuduhkan pada kelompok Islam merupakan wujud perang pemikiran yang sengaja digencarkan musuh-musuh Islam (Barat dan antek-anteknya). Mereka memahami bahwa ketika khilafah kembali tegak serta syariat Islam diterapkan secara kaffah (menyeluruh), akan menjadi hal menakutkan bagi mereka. Hal itulah yang kemudian memunculkan upaya menghalangi tegaknya syariat dengan berbagai tuduhan dan istilah yang memonsterisasi dan menstigma ajaran Islam.
Oleh karena itu, kita sebagai Muslim tentu jangan mudah terpedaya pada isu-isu negatif terkait Islam yang dihembuskan oleh musuh-musuh Islam. Karena hanya sistem Islam yang bisa menyelamatkan negeri dari kehancuran dan berbagai kerusakan. Allah SWT berfirman, “Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertakwa” (QS Al-Baqarah: 2).
Wallahu a'lam bishshawab. []
Oleh: Hernawati Hilmi
Pegiat Pena Banua
0 Comments