TintaSiyasi.com -- Baru-baru ini #BlokirKominfo menjadi trending topic di dunia maya. Dilansir dari okezone.com (30/7/2022), Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) memblokir delapan Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) Lingkup Privat. Pemblokiran tersebut terhitung hari ini. Delapan PSE yang diblokir tersebut yakni Yahoo search engine atau mesin carinya, Steam, Dota, Counter-Strike, Epic Games, Origin.com, Xandr.com, dan PayPal. Di mana merujuk pada aturan Permenkominfo 5/2020 seperti dikutip dari detik.com, PSE adalah setiap orang, penyelenggara negara, badan usaha, dan masyarakat yang menyediakan, mengelola, dan/atau mengoperasikan Sistem Elektronik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama kepada Pengguna Sistem Elektronik untuk keperluan dirinya dan/atau keperluan pihak lain. Sebelumnya, Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kominfo, Semuel Abrijani Pangarepan, dalam jumpa pers pada Jumat, 29 Juli memberikan tenggat waktu kepada sepuluh platform untuk segera melakukan pendaftaran. Mereka diberi waktu hingga Sabtu, 30 Juli 2022 pukul 00.00 WIB.
Adanya pemblokiran ini disebabkan platform-platform tersebut belum mendaftar dalam PSE (Penyelenggara Sistem Elektronik) lingkup privat. Di samping itu Kominfo mengklaim bahwa pemblokiran ini untuk melindungi konsumen dari penipuan, kerugian serta menjaga kedaulatan ekonomi digital negeri. Kebijakan ini pun menuai protes karena merasa dirugikan, bukan hanya dari pihak pemilik platform maupun masyarakat. Di antaranya pengguna PayPal susah tarik gaji saat PayPal diblokir. Namun disayangkan alih-alih tindakan ini untuk melindungi konsumen, konten maksiat apalagi konten porno malah masih leluasa berseliweran di jagat maya, mudah diakses oleh berbagai kalangan. Berdasarkan data Kementerian Komunikasi dan Informatika sepanjang 2021 ada sekitar 1,1 juta konten porno yang tersebar di internet. Pada saat yang sama pornografi juga masuk pada ruang-ruang permainan digital seperti game yang populer dimainkan anak-anak hingga usia dewasa (republika.co.id, 26/2/2022).
Sebuah negara memang wajar mempunyai regulasi tertentu semisal untuk tata kelola penyelenggaraan sistem elektronik seperti (PSE), dan kemudian memberikan sanksi seperti pemblokiran jika tidak mentaati peraturan. Hanya saja regulasi yang dibuat erat kaitannya dengan sistem yang dianut saat ini, kapitalisme. Kebijakan yang keluar dari sistem ini adalah berorientasi pada keuntungan materi. Sehingga untuk yang berpeluang mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya itulah yang diprioritaskan, diberi ruang. Dalam dunia maya, Berdasarkan laporan We Are Social di bulan Februari 2022, pengguna internet di Indonesia telah mencapai mencapai 204,7 juta atau 73,7% dari total penduduk Indonesia.
Untuk game online sendiri jika dibandingkan dengan pada 2019, industri game pada 2020 tumbuh 12%, menurut laporan Super Data. Pemasukan industri game digital pada 2020 diperkirakan mencapai US$126,5 miliar, Namun jumlah ini didominasi dengan aplikasi game produksi luar negeri. Hal ini sinkron dengan sistem kapitalis yang membuat sumber pemasukan utama adalah dari pajak dan utang. Sehingga ruang game online terlebih dari produk luar diberikan luang leluasa karena untuk game saja sangat berpotensi sebagai sumber pajak negara. Apalagi platform layanan keuangan seperti Paypal yang digunakan untuk transaksi saat ini.
Dirjen Aptika Kementerian Kominfo, Semuel Abrijani Pangerapan pun menegaskan semua PSE yang melakukan usahanya di Indonesia harus patuh pajak. Karena orientasi materi inilah pemblokiran PSE hanya diberlakukan pada platform yang belum mendaftar tanpa memperhatikan potensi merusak generasi atau tidak, menrugikan dan menyusahkan masyarakat atau tidak. Asalkan sudah terdaftar maka platform bisa kembali beroperasi dan diakses masyarakat. Fokusnya sistem pada keuantungan materi ini nyata tidak untuk peduli terhadap dampak buruk konten-konten yang bisa merusak generasi.
Berbeda dengan Islam, sistem Islam dalam bernegara berorientasi melayani rakyat sebagaimana dalam hadis Rasulullah SAW, “Imam (khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan dia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya” (H.R al-Bukhari).
Sehingga dalam sistem Islam ini Diskominfo menjadi lembaga negara yang wajib melayani dan melindungi masyarakat dari beragam potensi yang merusak dan merugikan masyarakat. Perekembangan teknogi dan media yang banyak meudahkan aktifitas masyarakat pun harus mengikuti koridor Islam, tidak boleh melanggar syariat. Seperti Layanan Transaksi Online, diterapkan dengan kesederhanaan aturan, kecepatan dalam layanan transaksi, dan ditangani oleh tenaga professional. Aktivitas dalam dunia maya, media sosial, dan lainnya harus mengikuti standar kelayakan media khilafah. Media dalam sistem Islam adalah untuk mengokohkan masyarakat dengan Islam, mencerdaskan masyarakat dengan pengetahuan politik, sains dan lain sebagainya, meningkatkan kepekaan dengan lingkungan dengan informasi sehari-hari dan yang paling penting membranding kemuliaan Islam di dalam dan di luar negeri sehingga konten-konten tersortir untuk kemaslahatan masyarakat dan memblokir yang berpotensi merusak generasi dan merugikan rakyat. []
Oleh: Indriyani Sirfefa
The Voice of Muslimah Papua Barat
0 Comments