Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Syirik Tersuguh, Negara Tak Acuh


TintaSiyasi.com -- Hari ini kesyirikan tak mengenal waktu, baik siang, malam, maupun pagi. Juga tak mengenal tempat, baik pedesaan maupun perkotaan. Serta tak mengenal keadaan, baik senang maupun susah. Belum lama ini media sosial diramaikan kembali perihal perdukunan, tersebab perseteruan antara Gus Samsudin dengan Pesulap Merah, juga ramainya gerakan perlawanan para dukun kepada pesulap merah. Dunia perdukunan pun kini mejadi perbincangan hangat di tengah masyarakat.

Di tengah hingar bingar gemerlap dunia dengan sains, iptek, dan beragam teknologi canggih, khurafat dan kesyirikan masih lazim dilakukan, bahkan dianggap lumrah. Mulai dari percaya angka keberuntungan dan angka kesialan, menentukan nasib berdasarkan arah mata angin, larangan memakai baju hijau ketika pergi ke laut selatan, termasuk juga mendatangi dukun, serta meyakini hukum selain Allah, hingga bergantung pada sesuatu selain Allah.

Mengaku Muslim, namun lebih percaya dukun dibanding Allah Penguasa alam semesta. Mengaku Muslim, namun segala peribadatan bukan ditunjukkan kepada Allah semata. Mengaku Muslim, namun menggantungkan urusan hidupnya bukan kepada Allah semata. Bahkan tak sering lebih percaya ramalan orang pintar (dukun) daripada apa yang telah Allah tetapkan.


Dosa yang Paling Besar

Syirik atau perbuatan yang menyekutukan Allah SWT adalah dosa yang sangat besar. Sebagaimana firmanNya:

Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni (dosa) karena mempersekutukan-Nya (syirik) dan Dia akan mengamouni apa (dosa) yang selain (syirik) itu bagi siapa yang Dia kehendaki. Barangsiapa mempersekutukan Allah, maka sungguh dia telah berbuat dosa yang besar” [QS. An Nisa : 48].

Dari ayat tersebut jelas bahwa Allah tidak akan mengampuni dosa orang yang menyekutukan-Nya. Dan Dia akan mengampuni dosa-dosa lain selain syirik bagi orang yang Dia kehendaki berdasarkan kemurahan-Nya, atau menyiksa orang yang Dia kehendaki karena dosa-dosa tersebut, sesuai dengan kadar dosa yang telah diperbuatnya berdasarkan keadilan-Nya. Barangsiapa yang menyekutukan Allah dengan sesuatu, ia telah membuat dosa besar yang tidak terampuni.

Negara kita dengan mayoritas kaum Muslim, bahkan berkepala negara seorang Muslim juga, faktanya tidak mampu mengatasi kesyirikan yang merajalela. Di saat negara yang katanya menangani dunia perdukunan, sejatinya hanya menangani dengan membasmi perdukunan yang dianggap menimbulkan keresahan. Perdukunan yang tidak dianggap menimbulkan keresahan tetap saja didukung, dibiarkan bahkan di-endors


Syirik yang Paling Besar 

Jelas dalam sejarah telah diceritakan fakta bahwa praktik dunia perdukunan dan kesyirikan memang sudah ada sejak zaman dahulu. Namun ketika Islam datang, kesyirikan tersebut ditinggalkan. Sebab Islam datang untuk menyeru bahwa yang berhak diyakini adalah Allah SWT semata, meyakini bahwa Allah adalah Mudabbir Sang pengatur kehidupan, bukan hanya sekadar Pencipta semata. 

Negeri ini tak mengakui mengemban amanat untuk menerapkan hukum dari Allah SWT. Melainkan mengaku mengemban amanat hukum buatan rakyat/manusia, demokrasi sekuler kapitalistik. Yakni adanya pemisahan antara agama dengan kehidupan. Agama hanya diperbolehkan mengatur perkara dalam rumah ibadah, tidak diperbolehkan mengatur dan mencampuri perkara yang bersangkutan dengan kehidupan. Kesyirikan dijunjung tinggi namun hukum Allah dan Al-Qur’an dihinakan. Sungguh ini akan mendatangkan malapetaka besar dan murka Allah, bukan kesejahteraan yang akan datang justru sebaliknya. Sebab dosa yang paling besar adalah syirik dan syirik yang paling besar adalah meyakini bahwa ada hukum baik selain hukum Allah. Lantas amankah negeri kita yang jelas-jelas meyakini hukum selain Allah yang juga berarti menyandang status melakukan kesyirikan yang paling besar?


Khatimah 

Saat ini, masyarakat sangat dijauhkan dari Islam, dibiarkan bebas tanpa syariat yang mengikat segala perbuatannya. Akibatnya banyak mereka yang lebih menggantungkan nasibnya kepada para dukun dibanding kepada Allah SWT, menganggap bahwa para dukun lebih sakti dibanding Penguasa alam semesta. 

Di sinilah letak penting peran sebuah negara. Di mana negara memiliki kewajiban untuk mendidik rakyatnya. Menanamkan pada setiap individu rakyatnya bahwa seorang Muslim melaksanakan shalat lima waktu dalam sehari. Lisannya mengucap hanya menyembah atau taat dan meminta bantuan kepada Allah semata (iyyaka na’budu…). Memohon ditunjuki jalan yang lurus. Hanya Allah SWT yang Tinggi. Maka menegakkan shalat bermakna melaksanakan di seluruh waktu luar shalat, apa yang kita ucapkan di saat shalat. Yakni menjadikan Allah SWT satu-satunya Pengatur kehidupan, Pemilik kekuatan dan kekuasaan, menjalankan semua tuntunan atas jalan Islam yakni hukum Islam. Betapa banyak Muslim yang shalat, akan tetapi abai untuk menegakkan shalat. Gegara ia masih mempercayai kuasa selain Allah SWT. Baik lewat perdukunan maupun yang lain.

Penguasa juga berkewajiban menerapkan hukum Islam, bukan hukum yang lain. Bahkan seorang penguasa dilarang berhukum dengan selain hukum Islam, serta mencari atau mengkompromikan Islam dengan sesuatu yang bukan berasal dari Islam.

Wallahu a’lam bishshawab. []


Oleh: Ra Azzahra
Sahabat TintaSiyasi
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments