TintaSiyasi.com -- Pada 1 Muharam 1444 H menandakan pergantian tahun baru bagi umat Islam. Tahun baru bagi umat Islam bukanlah sebuah perayaan yang disambut dengan sorak gembira bernuansa gemerlap kembang api. Bukan pula perayaan yang membuatnya tidak tidur semalaman suntuk. Namun, makna pergantian tahun baru bagi umat Islam adalah momentum evaluasi. Menilai sejauh mana kualitas diri, apakah masih menjadi hamba yang bermaksiat atau hamba yang bergerak menjadi lebih taat. Pun, pergantian tahun baru bagi umat Islam juga merupakan aktivitas hijrah dan dakwah yang terus bergerak untuk melanjutkan kehidupan Islam secara totalitas.
Dalam Kitab Daulah yang ditulis oleh Syekh Taqiyuddin an-Nabhani secara gamblang diceritakan, bahwa hijrahnya Rasulullah dan para sahabat dari Makkah al-Mukarramah ke Madinah al-Munawarah merupakan momentum penting dalam perjalanan dakwah Rasulullah. Hijrah yang dilakukan Rasulullah dan para sahabat bukanlah karena ketakutan menghadapi perlawanan, serangan, ancaman, dan propaganda dari kaum Quraisy. Bukan pula karena sebuah kegagalan dalam dakwah. Ada pun hijrahnya Rasulullah dari Makkah ke Madinah karena adanya potensi penerimaan dakwah Islam lebih besar di Madinah. Rasulullah dan para sahabat memiliki tekad ketaatan yang kuat, merubah pemikiran kufur menjadi pemikiran Islam. Hingga akhirnya hijrah Rasulullah dan para sahabat ke Madinah membuahkan hasil dengan terbentuknya Daulah (negara) Islam di Madinah. Semua karena pertolongan Allah, Rasulullah dan para sahabat tidak mempedulikan segala hambatan, yang ada dalam benak orang-orang mulia ini adalah dakwah dan bergerak untuk mendobrak peradaban jahiliah menjadi peradaban Islam yang gemilang.
Muharam dan Makna Hijrah Sesungguhnya
Sebagaimana kita ketahui bahwa penetapan kalender tahun baru Islam ditetapkan ketika 'Umar bin al-Khaththab menjadi Khalifah pada 13-23H/634-644M, dengan melakukan musyawarah bersama para sahabat. Hijrah dijadikan sebagai kalender tahun baru Islam, hal ini atas usulan 'Ali bin Abi Thalib. Alasan beliau, karena itulah hari di mana Rasulullah meninggalkan wilayah syirik. Khalifah 'Umar pun menyetujuinya. Bahwa makna hijrah itu memisahkan antara yang haq dan yang batil. Antara Islam dengan kukufuran (Ibn Hajar, Fath al-Bari, Juz VIII/575). Para sahabat memahami dan menetapkan 1 Muharam sebagai hari pertama di tahun baru yang merupakan hari kemenangan yang mereka dapatkan pada Baiat Aqabah II.
Hijrah secara bahasa berasal dari bahasa Arab yaitu 'hajara' yang artinya meninggalkan suatu tempat menuju tempat yang lain. Sedangkan secara syari merujuk kepada para fukaha, salah satunya Syekh Taqiyuddin an-Nabhani, mendefinisikan hijrah yakni keluar dari Darul Kufur menjadi Darul Islam dalam Kitab yang berjudul As-Syakhsiyyah al-Islamiyyah.
Hijrah esensinya adalah perubahan. Jika menginginkan perubahan tentunya ada pergerakan. Jika pergerakan ingin mencapai sebuah kemenangan, pastinya hijrah yang dilakukan tidak cukup sebatas pada lingkup individu semata, namun harus dilakukan secara berjemaah hingga level negara. Jika kemenangan Islam ingin dirasakan maka peran negara sangat dibutuhkan. Menjadikan dakwah Islam sebagai poros kehidupan berbangsa dan bernegara.
Hijrah dan Evaluasi
Hijrah dan evaluasi satu rangkaian yang tidak dapat dipisahkan. Adanya evaluasi membuat pelaku hijrah menyadari kualitas dirinya, begitu pun evaluasi tidak hanya untuk lingkup individu atau kelompok saja. Negara pun wajib mengevaluasi keberhasilannya dalam meriayah urusan rakyatnya. Mengevaluasi setiap peraturan dan sistem kehidupan yang diterapkan. Apakah bersumber dari Allah dan Rasul-Nya atau tidak.
Ketaatan yang totalitas pada hijrah tentu bukanlah hal yang mudah. Ujian dan rintangan kerap kali mengintai. Hijrah tidak melulu tentang ibadah. Hijrah totalitas perlu diimbangi dalam setiap aspek kehidupan. Baik ranah hubungan dengan Allah, manusia serta diri sendiri. Ketiga hubungan ini wajib disandarkan kepada hukum syariat Islam. Penerapan Islam dilakukan secara kafah atau menyeluruh. "Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh, ja musuh yang nyata bagimu" (QS. al-Baqarah ayat 208).
Maka peringatan 1 Muharam 1444 H bukanlah sebuah seremonial belaka. Butuh spirit hijrah untuk kemenangan. Memenangkan umat dari segala bentuk penjajahan baik fisik maupun pemikiran. Sudah pasti dibutuhkan upaya dan gerak melalui dakwah untuk menuju perubahan hakiki.
Wallahu a'lam. []
Oleh: Reni Adelina
(Aktivis Dakwah)
0 Comments