TintaSiyasi.com -- Citayam Fashion Week merupakan istilah yang diberikan warganet kepada sekelompok remaja dari daerah Citayam (Depok), Bojonggede (Bogor), Tangerang dan Bekasi, yang sekadar nongkrong di kawasan Sudirman, Jakarta Pusat. Fenomena apa ini sebenarnya?
Menurut pendapat saya, fenomena ini lebih karena pendidikan hari ini yang terkenal kapitalistik, membuat para remaja tersebut tidak mendapat pendidikan yang benar, bahkan ada yang putus sekolah. Kehadiran fenomena dukuh atas ini justru memperlihatkan betapa kapitalisme telah menyebar luas ke ranah gaya hidup masyarakat. Citayam Fashion Week menurut saya juga merupakan bentuk perlawanan atas pamer outfit yang juga ditampilkan oleh artis, selebgram, dan anak muda metropolitan "crazy rich".
Saya juga melihat, bahwa bangsa kita tengah kehilangan identitas, akibat islamofobia yang terus digembor-gemborkan. Isu yang disebarkan adalah jika anak-anak diajarkan Islam maka akan menjadi radikal. Hal inilah yang akhirnya membuat kita pasrah melihat fenomena seperti hari ini. Ditambah lagi dengan sekularisme yang jelas telah menjauhkan peradaban mulia bangsa. Kontrol negara, masyarakat, dan keluarga yang harusnya saling berpadu padan membesarkan dan menyiapkan generasi bangsa di tengah ancaman krisis global justru malah "terkagum-kagum" dengan fenomena ini. Ini baru satu sudut sisi fenomena remaja yang terjadi hari ini. Belum lagi soal narkoba, hubungan seksual pranikah, LGBTQ, dan masih banyak lagi.
Sampai kapankah kita akan menyadari bahwa permasalahan besar yang terjadi hari ini, salah satunya adalah karena anak-anak dan remaja kita dijauhkan dari nilai Islam?
Seharusnya, generasi bangsa bangga menjadi seorang Muslim. Karena Islam mengatur segala hal, dari mulai yang terkecil hingga yang terbesar. Sehingga, para remaja memiliki kontrol terhadap seluruh tindakannya, membuat mereka hanya melakukan hal-hal yang bermanfaat. Bersosialisasi juga salah satu hal yang bermanfaat, tetapi dengan cara yang tepat sesuai hukum syarak. Seperti, tidak boleh campur baur antara laki-laki dan perempuan. Istilah dalam Islam disebut ikhtilat, yaitu bertemunya (interaksi) antara laki-laki dan perempuan (yang bukan mahramnya) di suatu tempat tanpa adanya keperluan syar’i. Seperti berpacaran, duduk berdua, nongkrong bersama antara laki- laki dan perempuan. Allah SWT berfirman;
وَلَا تَقْرَبُوا۟ ٱلزِّنَىٰٓ ۖ إِنَّهُۥ كَانَ فَٰحِشَةً وَسَآءَ سَبِيلً
Artinya: “Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk” (QS. Al-Isra: 32).
Islam juga mengatur gaya berbusana bagi setiap Muslim dan Muslimah. Hikmahnya yaitu dapat menjaga setiap Muslim dan Muslimah agar terhindar dari zina mata, terumbarnya aurat, menjaga diri dari tindak pelecehan, dan sebagainya. Allah SWT berfirman;
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
Artinya: “Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, “Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali, sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang” (QS. Al-Ahzab: 59).
Lalu, yang tidak kalah penting adalah keluarga sebagai benteng pertama generasi. Dengan cara memberikan pendidikan Islam sejak dini. Mulai dari mengajarkan tentang akidah Islam, konsekuensi keimanan, menutup aurat, menjaga diri dari ikhtilat/campur baur, dan masih banyak lagi. Lingkungan sosial juga memiliki peran, yaitu sebagai benteng perlindungan sosial. Dengan adanya kontrol masyarakat. Begitulah cara Islam dalam melindungi generasi.
Wallahu a'lam bishshawab. []
Oleh: Nency Ravica Lia Erlyta
Muslimah Peduli Umat
0 Comments