Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Tren Bunuh Diri, Buah Pendidikan Sekularisme


TintaSiyasi.com -- Sebuah peristiwa mengegerkan warga sekitar Kelurahan Sribasuki, Kecamatan Kotabumi, Kabupaten Lampung Utara, hari ini Rabu, 27 Juli 2022. Pasalnya, ada seorang siswa SMK di Kotabumi, Kabupaten Lampung Utara yang mengakhiri hidupnya dengan gantung diri menggunakan seutas tali. Korban berinisial AS diketahui berusia 17 tahun, dan masih tercatat sebagai siswa SMK (seputarlampung.com, 27/7/2022).

Problem bunuh diri seolah menjadi tren di kalangan generasi muda. Kini, angka kasus bunuh diri terus melonjak tinggi. Bahkan, seringkali hanya karena masalah remeh, contoh kasusnya putus cinta, gagal move on, di-bully, dan lain-lain.

Bunuh diri menjadi salah satu pengantar kematian tertinggi kedua setelah kecelakaan di kalangan remaja. Angka pikiran untuk bunuh diri lebih besar daripada kasus bunuh diri itu sendiri.

Menurut Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan (Kemenkes), jumlah angka kematian akibat bunuh diri di dunia mendekati 800.000 per tahun atau hampir 1 kematian setiap 40 detik (Kumparan, 21/06/2021).

Inilah wujud kegagalan dari sistem pendidikan hari ini dalam mencetak generasi dengan karakter yang tangguh. Bahkan hingga kini, dunia pendidikan di negeri ini belum menampakkan kemajuan. Sistem pendidikan yang terus berganti kurikulum tidak jua melahirkan output yang diharapkan. Justru makin hari makin tercium kuat aroma kapitalistik dalam sistem pendidikan. Pendidikan hanya terfokus pada materi, bukan mengantarkan generasi beriman dan bertakwa. 


Buah dari Hasil Pendidikan Sekuler 

Pendidikan sekuler saat ini hanya melihat keberhasilan prestasi peserta didik dari nilai di atas kertas. Prestasi demi prestasi memang didapatkan, tetapi jauh dari pembentukan kepribadian dan akhlak terpuji. Berharap lahirnya generasi terbaik pun sekadar harapan yang jauh dari kenyataan.

Begitu tampak jelas bahwa sistem sekuler membangun masyarakat yang penuh tekanan hidup, sulit mendapatkan kebutuhan, dan mengakhiri masalah hidup dengan membunuh diri sendiri. Sistem yang memisahkan agama dari kehidupan sehingga manusia tidak lagi meyakini Sang Pencipta dengan seperangkat aturan-Nya tidak mampu menyelamatkan manusia di dunia dan akhirat. Apalagi yang terjadi pada sebagian generasi muda saat ini yang rapuh, bermental stroberi, mudah menyerah dengan keadaan dan tidak berani berjuang. Pendidikan karakter sekuler benar-benar merusak kepribadian generasi.

Generasi muda pun terlalu banyak waktu untuk memikirkan suatu hal dengan cara yang merugikan serta merasa tidak memiliki arah hidup, khawatir, dan bingung. Akhirnya generasi muda salah satunya adalah mudah cemas dengan berbagai harapan yang tidak bisa dicapai sebab hidupnya tidak biasa berjuang dan tidak bisa susah. Kerap kali menemukan kesulitan, mereka berupaya menghindari masalah. Dengan mudah mereka mengatakan butuh “healing” atau yang paling ekstrem adalah bunuh diri. 

Orang tua pun tidak berperan baik dalam mendidik dan menanamkan nilai-nilai agama pada anak. Akhirnya, anak-anak tumbuh dengan jiwa antisosial, pemarah, tidak mau kalah, miskin empati, dan bermental lemah.

Negara juga abai dalam menghadapi lingkungan sosial remaja yang hedonis. Negara justru malah menakut-nakuti remaja dan orang tua dengan ide radikalisme, hingga merangkul mereka untuk melawan radikalisme di sekolah dan masyarakat. Serta negara juga tidak membangun kepedulian untuk mencegah tawuran, pergaulan bebas, kekerasan, dan meningkatnya kasus bunuh diri pada pelajar.

Umat harus segera sadar akan bahaya sekularisme yang menjadi landasan dalam kehidupan saat ini. Kehidupan sekuler menjauhkan pelajar dari rasa kemanusiaan, cenderung hedonis, dan tidak takut dosa, apalagi terhadap Tuhan. Pendidikan sekuler berhasil membuat para pelajar “fly”, lemas tidak berdaya karena pengaruh racun liberalisme.


Terapkan Sistem Pendidikan Islam

Islam memberikan perhatian besar kepada generasi, bahkan sejak dini. Pada masa Islam berjaya, keluarga kaum Muslim menjadi madrasah pertama bagi putra-putrinya. Orang tua mereka telah membiasakan putra-putrinya yang masih kecil untuk menghafal Al-Qur’an dengan cara memperdengarkan bacaannya.

Beberapa hal yang dilakukan dalam pendidikan Islam untuk membentuk kepribadian pada pelajar, di antaranya adalah menanamkan keimanan pada pelajar. Pelajar dibimbing untuk memahami jawaban yang benar terkait dari mana asalnya manusia. Memahami hakikat penciptaan manusia akan mengantarkan mereka pada keimanan atas keberadaan Sang Pencipta, hingga mereka memahami bahwa sebagai hamba Allah harus beribadah dan tunduk patuh terhadap syariat-Nya.

Kesadaran atas hakikat kematian akan melahirkan sikap kehati-hatian dalam beramal. Lantas, mengakhiri hidup dengan cara membunuh diri sendiri justru merupakan dosa besar yang akan mendapat siksa dari Allah SWT.

Allah mengingatkan kita, “Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu” (QS An-Nisa: 29).

Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa yang membunuh dirinya sendiri dengan suatu cara yang ada di dunia, niscaya kelak pada hari kiamat Allah akan menyiksanya dengan cara seperti itu pula” (HR Bukhari dan Muslim).

Satu-satunya cara menyelamatkan generasi bangsa adalah dengan menerapkan sistem pendidikan Islam dalam institusi negara. Sistem ini terbukti berhasil membentuk generasi berkepribadian Islam, bermental tangguh, dan memiliki pemikiran cemerlang. Negara menjaga setiap warga negaranya dari berbagai pemikiran yang bertentangan dengan Islam. Negara pun menutup semua pintu-pintu kemaksiatan. Tidak akan ada pemikiran untuk mencoba bunuh diri pada setiap individu masyarakat, karena kehidupan mereka aman, tenang, dan sejahtera dalam naungan Islam. Oleh karenanya, menjadi tugas kita untuk mempersiapkan generasi kita menjadi generasi terbaik dan mulia yang semua itu tidak mungkin terwujud kecuali dengan sistem pendidikan Islam. Wallahu a'lam. []


Oleh: Nani, S.Pd.I
Relawan Opini Andoolo
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments