Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Serba-serbi Hijab, Antara Kewajiban dan Pemaksaan


TintaSiyasi.com -- Kasus baru yang tengah ramai diperbincangkan di media sosial mengenai dugaan pemaksaan berhijab oleh guru kepada siswi. Seorang siswi di SMAN 1 Bangutapan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta melapor bahwa ia dipaksa memakai hijab oleh Guru Bimbingan Konseling (BK) dikarenakan hijab sebagai salah satu seragam yang wajib saat Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS). Akibatnya siswi tersebut mengalami depresi hingga mengurung diri bahkan belum mau kembali ke sekolah.

Perihal kasus ini Kepala Sekolah SMAN 1 Banguntapan Agung Istiyanto dipanggil Ombudsman RI (ORI) Perwakilan DIY untuk mengklarifikasi dugaan kasus bullying atau perundungan terhadap salah satu siswinya. Sebelumnya diketahui bahwa seorang siswa kelas 10 atau 1 SMA di sekolah tersebut sempat dipaksa pakai jilbab. Akibatnya siswi berusia 16 tahun itu disebut mengalami depresi. Terkait dengan kejadian pemaksaan jilbab kepada siswi tersebut, disebutkan Ketua ORI Perwakilan DIY Budhi Masturi, kepala sekolah mengaku tidak mendapat laporan itu. Namun ORI masih akan menggali keterangan itu dari guru BK dan agama di sekolah tersebut (Suarajogja.id, 29/7/2022).

Permasalahan seperti kasus ini yang dianggap sebagai perundungan karena hal tersebut dinilai berkaitan dengan hak asasi manusia (HAM). Inilah cara pandang sekuler liberal yang meminggirkan peran dan aturan Tuhan dalam kehidupan sehari-hari sehingga tiap manusia bebas untuk bertingkah laku tanpa memandang sesuatu yang diperoleh entah halal ataukah haram sebut saja trend fashion show di berbagai daerah dari kalangan remaja-remaja, kampanye LGBT, termasuk juga kebebasan seorang wanita boleh berhijab ataupun tidak walaupun ia adalah seorang Muslimah.

Contoh lain buah sistem sekuler liberal, Arab Saudi yang dianggap negara islami pada kenyataannya sudah mencabut aturan wajib berhijab, gaya rambut dengan potongan pendek yang mulai menjadi trend di kalangan wanita Arab. Lantas negara yang disebut islami justru mempraktikkan aturan yang jelas jauh dari Islam, sangat tidak pantas dijadikan contoh dan patokan hidup bagi seorang Muslim.

Ketika generasi mulai paham akan kewajibannya, menutup aurat, belajar Islam, menghafal Al-Qur’an justru dilabeli calon teroris, radikal, ekstremis, dan intoleran. Sehingga generasi tidak mengenal bahkan takut menunjukkan identitasnya sebagai seorang Muslim. Paham liberal jelas nyata melahirkan generasi hedonis, apatis, individualis hingga bangga akan kebebasan dengan menabrak aturan yang sudah ditetapkan bagi dirinya sebagai seorang Muslim.

Generasi saat ini sedang butuh pembinaan untuk membentuk pemahaman akan syariat dan mengenali identitasnya agar terbentuk pola pikir dan pola sikap yang sesuai dengan Islam dan menjadikan patokan dalam menjalani kehidupannya.

Aturan Islam sangat memuliakan dan menjaga kehormatan wanita. Itulah sebabnya Islam mewajibkan menutup aurat dengan jilbab dan khimar. Sebagaimana Firman Allah dalam QS. Al-Ahzab ayat 59 artinya: "Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang Mukmin, hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh merekaYang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali, sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah maha pengampun maha penyayang”.

Juga dalam Q.S An-Nur ayat 31 yang artinya: “Dan katakanlah kepada para perempuan yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali yang (biasa) terlihat. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya”.

Wanita yang sudah baligh ditetapkan kewajiban untuk menutup aurat yang didasari oleh pemahaman akan pentingnya menjalankan kewajiban sebagai Muslimah taat syariat. Ia akan dibina dengan benar dan dengan cara yang baik agar terikat dengan hukum syarak di mana pun ia berada.

Sehingga terbentuk kesadaran dalam diri bahkan tanpa ada paksaan sedikitpun. Muslimah menyadari bahwa menutup aurat ini adalah sebagai wujud ketaatannya kepada perintah Allah, ia hanya butuh penilaian dari Allah bukan penilaian dari manusia. Sejatinya yang dikejar adalah pahala bukan menuruti hawa nafsu semata. 

Terbentuknya kesadaran dan pemahaman kewajiban sebagai seorang Muslim tentu tidak bisa diharapkan pada sistem sekuler liberal yang jelas jauh menyimpang dari aturan Allah. Sehingga dibutuhkan sistem Islam yang melahirkan ketakwaan pada tiap individu, masyarakat yang peduli akan amar makruf nahi mungkar serta negara yang menerapkan aturan Islam yang mengatur semua aspek kehidupan hingga mampu mewujudkan generasi berkepribadian Islam atas dasar keimanan hingga terdorong menjalankan perintah Allah tanpa adanya paksaan apalagi sampai depresi. 

Wallahu a’lam bishshawab. []


Oleh: Nayla Shofy Arina
Mahasiswi
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments