Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Islam dan Penciptaan Lapangan Kerja


TintaSiyasi.com -- Bupati Bandung HM Dadang Supriatna mendorong perusahaan berkontribusi mengurangi angka pengangguran. Bupati Bandung juga mengapresiasi digelarnya Job Fair oleh Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kabupaten Bandung yang selama ini terbukti turut berkontribusi dalam menekan angka pengangguran.
 
Menurut Badan Pusat Statistik angka pengangguran Kabupaten Bandung mencapai 151.908 jiwa usia produktif terdiri dari 106.884 laki-laki dan 45.024 perempuan. Kehadiran Job Fair yang digelar itu dapat dijadikan moment untuk menyatukan para pencari kerja yang memiliki kompetensi dengan perusahaan yang membutuhkan. Lebih jauh Job Fair juga mampu mengurangi angka pengangguran di Kabupaten Bandung, ungkap Bupati Dadang Supriatna saat membuka acara di solokan jeruk (Soljer) fair di Theematic (Times Indonesia, 28/7/2022).
   
Terlepas dari pertumbuhan ekonomi yang signifikan, pengangguran masih menjadi salah satu masalah terbesar dalam perekonomian nasional. Ketidakmampuan pemerintah menciptakan lapangan pekerjaan yang sesuai dengan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, tidak saja berpotensi melanggar konstitusi pasal 27 ayat 2 UUD 1945 namun juga melemahkan secara subtensial upaya penanggulangan kemiskinan yang berakibat jutaan orang hingga kini menganggur, jutaan lainnya bekerja namun tidak produktif, jutaan lainnya bekerja namun tetap miskin dan jutaan lainnya berdiaspora menjadi TKI di penjuru dunia dengan mempertaruhkan nyawa dan keluarganya.
  
Islam memberikan perhatian besar pada masalah bekerja. Bekerja pada dasarnya adalah kewajiban bagi setiap Muslim yang ada kewajiban nafkah di pundaknya. Kerja adalah bentuk ikhtiar untuk menjemput rejeki dari Allah SWT. 

Allah berfirman: "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang Mukmin akan melihat pekerjaan itu" (TQS At-Taubah : 105).

Dengan adanya jaminan rezeki dan kewajiban bekerja, maka dalam perspektif Islam, pengangguran dan masalah ketenagakerjaan lainnya sepenuhnya disebabkan oleh masalah-masalah struktural. Pengangguran timbul karena:

Pertama, kurangnya ilmu yang dimiliki manusia.
Kedua, karena kelemahan fisik.
Ketiga, karena kelemahan moral.
Keempat, karena ketiadaan faktor produksi pendukung untuk bekerja.
Kelima, karena penerapan riba.
Keenam, karena gejolak eksternal seperti bencana alam yang membuat penduduk kehilangan mata pencaharian atau peperangan.
  
Di banyak negara berkembang masalah perekonomian adalah suplus tenaga kerja yang besar di sektor tradisional dengan upah pada tingkat minimum subsistem. Pembangunan kemudian ditujukan pada penciptaan lapangan kerja di sektor modern ini membutuhkan akumulasi modal yang besar, yang pada gilirannya membutuhkan mobilisasi tabungan dan sumber daya finansial lainnya. Kebutuhan terhadap akumulasi modal inilah yang kemudian memunculkan ketergantungan perekonomian terhadap pemilik modal (kaum kapitalis). Namun sebaliknya kelas buruh seringkali terabaikan dan termarjinalkan.
  
Fokus dan strategi ekonomi konvensional adalah ekspansi lapangan kerja pada tingkat yang semakin cepat untuk menyerap habis surplus tenaga kerja, namun strategi ini terbukti gagal di banyak negara berkembang. Strategi ini mengalami kegagalan karena hanya berfokus pada penciptaan lapangan kerja dengan upah tetap di sektor modern formal. Padahal lapangan kerja dapat pula diciptakan melalui penciptaan peluang wirausaha, strategi konvensional cenderung mengabaikan cara kedua ini.
  
Kerangka sosial-ekonomi dalam perekonomian Islam mendorong penciptaan lapangan kerja melalui dua jalur yaitu penciptaan pekerjaan dengan upah tetap dan penciptaan peluang wirausaha. Secara umum, strategi Islam untuk penciptaan lapangan kerja meliputi hal-hal sebagai berikut:

Pertama: Larangan menganggur dan menyia-nyiakan sumber daya ekonomi baik sumber daya manusia, modal, maupun alam. Bekerja dalam Islam adalah sangat mulia dan memiliki kedudukan yang tinggi. Sumber daya ekonomi juga tidak boleh di timbun dan disia-siakan. Islam mengancam keras yang menyia-nyiakan kekayaan pertanian dan peternakan.

Kedua: Larangan bagi sumber daya, modal finansial (uang) untuk menerima sewa berupa bunga dan mengarahkannya pada kegiatan bisnis-wirausaha di sektor riil. Modal finansial dilarang disewakan dan tidak boleh menuntut klaim sewa (bunga). Pilihan untuk menyimpan uang dan membiarkannya menganggur, sulit dilakukan dalam sistem Islam karena akan terkena pinalti berupa pembayaran zakat sehingga akan berkurang 2,5 persen setiap tahunnya. Satu-satunya cara bagi uang agar berkembang adalah dengan cara terlibat dalam kegiatan wirausaha menanggung resiko usaha di sektor riil untuk memperoleh laba.

Ketiga: Eksistensi institusi kemitraan Islam mendorong kemitraan melalui pelarangan riba dan penerapan zakat di mana financial resources yang menganggur. Islam memberi jalan bagi pengusaha dengan ide bisnis yang menjanjikan namun tidak memiliki modal finansial untuk terlibat dalam kegiatan di sektor riil dengan menyediakan kerangka kerjasama atau kemitraan bisnis seperti mudharabah, musyarakah, dan muzara'ah. Laba usaha dibagi menurut kesepakatan di muka, sedangkan kerugian hanya dapat dibagi berdasarkan resiko sumber daya finansial diinvestasikan. Fungsi utama kemitraan ini adalah mendistribusikan pengusaha sehingga semakin banyak potensi wirausaha yang terserap dan meningkatkan output perekonomian melalui spesialisasi.

Keempat: Eksistensi institusi jaminan sosial setelah membuka peluang wirausaha melalui kemitraan dengan risk-sharing yang melekat di dalamnya, di saat yang sama Islam menyediakan jaminan sosial secara luas, Islam memiliki institusi zakat yang merupakan sedekah wajib. Selain itu Islam juga menganjurkan sedekah tidak wajib seperti wakaf, infak. Keberadaan institusi jaminan sosial ini akan menjamin setiap penduduk memperoleh tingkat kehidupan minimum. Dengan demikian partisipasi dalam kemitraan akan meningkat yang pada gilirannya akan meningkatkan output, menurunkan kemiskinan dan memperbaiki distribusi pendapatan.
  
Lebih jauh lagi, penciptaan lapangan kerja dengan upah tetap juga akan meningkat dalam perekonomian Islam, beriringan dengan penciptaan peluang wirausahawan. Hal ini terjadi karena akumulasi modal juga akan terjadi secara masif dan perekonomian islam sehingga investasi dan penciptaan lapangan kerja dengan upah tetap terus meningkat.
  
Sumber pertama akumulasi modal adalah melalui kegiatan nirlaba seperti qaradhul hasan, zakat, infaq, dan waqaf, motivasi tanpa mengharap balasan, ini sulit kita temui diperekonomian konvensional. Selain itu Islam memiliki aturan yang cukup ketat terhadap konsumsi seperti larangan mengkonsumsi barang haram, larangan konsumsi barang-barang mewah, larangan boros dan berlebihan dalam konsumsi serta larangan mubazir. Dengan demikian maka pendapatan akan lebih banyak digunakan untuk tabungan dan investasi. Hal ini menjadi sumber akumulisi modal berikutnya.
  
Dari sini dapat kita lihat perbedaan yang mendasar antara pandangan Islam dan konvensional. Perbedaan tersebut ada dua yaitu pertama: Islam melihat upah sangat besar kaitannya dengan konsep moral atau kemanusiaan sedang konvesional tidak. kedua: Upah dalam Islam tidak hanya sebatas materi tetapi menembus batas kehidupan, yaitu dimensi akhirat yang disebut juga dengan pahala sedang konvesional tidak.

Islam adalah solusi dari berbagai macam problema yang ada di dunia ini tak terkecuali problema dalam bidang ekonomi ketenagakerjaan, oleh sebab itu marilah kita sadari bahwa sudah saatnya kita untuk kembali ke jalan Islam mempelajari agama secara kaffah dengan demikian kita lebih siap untuk menjalani kehidupan yang penuh dengan permasalahan umat dan hanya dengan sistem Islam semua permasalahan umat bisa teratasi dan kita butuh seorang khalifah dan khilafah yang akan menerapkan sistem syariat Islam secara kaffah.

Wallahu a'lam bishshawab. []


Oleh: Yani Riyani
Sahabat TintaSiyasi
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments