TintaSiyasi.com -- Dunia saat ini sedang tidak baik - baik saja. Penebangan hutan sering terjadi, alih fungsi lahan yang tidak sesuai prosedur, kebakaran hutan di mana - mana, banyaknya pabrik dan jumlah kendaraan yang meningkat menambah buruknya kualitas udara di negeri tercinta. Menurut ranking IQAir pada 2021, Indonesia menempati posisi ke-17 sebagai negara paling berpolusi di antara 117 negara dunia (Detik, 27/06/2022).
Polusi udara telah memotong lebih dari dua tahun harapan hidup rata-rata global, dibandingkan efek rokok, alkohol, konflik, dan terorisme (Sumber laporan Institut Kebijakan Energi Universitas Chicago). Data World Health Organization (WHO) juga menunjukkan bahwa polusi udara menyebabkan 7 juta kematian dini setiap tahun. Sedangkan, sebanyak 91-99% populasi dunia tinggal di tempat yang kualitas udaranya melebihi batas maksimal yang direkomendasikan WHO (0-10 g/m³).
Faktor penyebab utama polusi udara yaitu pembakaran bahan bakar fosil. Kontribusi kendaraan berbahan bakar fosil misalnya truk, sepeda motor, mobil, kapal laut, pesawat terbang, dan masih banyak lagi kendaraan lainnya. Polusi udara juga disebabkan pembangkit listrik dan pabrik berbahan bakar batu bara atau minyak (Detik, 20/06/2022).
Pembahasan iklim menjadi fokus utama dunia yang telah dibahas pada akhir 2021 dalam KTT Iklim COP-26 di Glasgow, Skotlandia. Pertemuan yang menyorot tentang rencana pengurangan emisi karbon dunia dengan cara mengurangi kenaikan suhu global.
Padahal faktanya jejak emisi karbon dari 1% orang-orang superkaya di dunia lebih tinggi 30 kali lipat dari yang dibutuhkan untuk menghentikan pemanasan global di atas 1,5 derajat Celsius. Sementara itu, emisi dari 50% penduduk termiskin dunia masih jauh di bawah kebutuhan meskipun mereka merupakan kelompok yang paling parah terdampak perubahan iklim.
Sebenarnya telah diketahui penyumbang besar bagi polusi udara yaitu pembangunan kawasan industri tidak sesuai aturan yang diterapkan di sejumlah provinsi di Indonesia. Ini juga disebabkan pemerintah Indonesia melalui berbagai kebijakannya sendiri menempatkan sejumlah provinsi sebagai lokasi investasi unggulan, tak terkecuali investasi asing.
Terjadinya industrialisasi di Indonesia tidak terlepas dari sejumlah faktor. Adanya fasilitas ekspor-impor, konektivitas darat dan laut, serta jalan tol yang menghubungkan kota-kota ekonomi penting, juga menjadi faktor penyebab maraknya pembangunan kawasan industri. Inilah akibatnya ketika pembangunan industri bernaung dalam kacamata kapitalisme.
Atas dasar kemanfaatan ekonomi, kapitalisme merestui industrialisasi meskipun berdampak pada lingkungan. Sehingga tidak heran lingkungan makin rusak, polusi udara pun menjadi tumbal industrialisasi. Realitas juga terjadi pada hutan hujan tropis Indonesia yang selama bertahun-tahun menjadi paru-paru dunia terancam deforestasi.
Menurut data dari Global Forest Watch, Indonesia kehilangan 9,75 juta hektar hutan primer antara tahun 2002 dan 2020. Meski sudah ada beberapa upaya reboisasi, melalui pertumbuhan alami atau penanaman, tetapi pohon perlu waktu bertahun-tahun sebelum dapat menyerap CO2 sepenuhnya. Lebih parahnya lagi, faktor utama terjadinya deforestasi sebesar 80% yaitu pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit. Pada 2016, rekor 929.000 hektar hutan musnah. Dengan demikian, sangat penting untuk memosisikan fungsi penanggulangan polusi udara sebagai wujud pemeliharaan karunia-Nya.
Allah SWT berfirman, “Dialah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu. Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: ‘Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi’. Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau?” Tuhan berfirman, ‘Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui” (QS Al-Baqarah [2]: 29—30).
Menjaga kebersihan udara sebagaimana perintah Allah merupakan amanah. Tidak semestinya Indonesia merana terdampak polusi udara akibat eksploitasi besar-besaran kapitalisme.
Dalam ayat yang lain, Allah SWT berfirman, “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)” (QS Ar-Ruum [30]: 41).
Dalam hal ini, penguasa memang harus berperan aktif sebagai pelindung dan pengatur urusan umat. Rasulullah SAW bersabda, “Imam/Khalifah adalah pengurus dan ia bertanggung jawab terhadap rakyat diurusnya” (HR Muslim dan Ahmad).
Langkah strategis yang bisa dilakukan untuk mengatasi polusi udara tentunya berlepas diri dari konvensi-konvensi internasional. Indonesia harus punya sikap politik mandiri. Di samping itu, penting untuk menyeimbangkan faktor industrialisasi dengan konversi lahan agar tidak menyebabkan kerusakan hutan besar -besaran. Penting sekali menjaga hutan sehingga tetap pada fungsinya sebagai paru-paru dunia. Berikutnya, tidak semestinya menyerahkan lahan sumber daya alam milik publik kepada kapitalis swasta yang hanya fokus pada keuntungan (materi) semata. []
Oleh: Sahna Salfini Husyairoh, S.T.
Aktivis Muslimah
0 Comments