Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Menyoal Kasus Penyekapan WNI di Kamboja, ke Mana Berharap?


TintaSiyasi.com -- Kesempitan ekonomi makin nampak menjadi-jadi. Beragam cara dilakukan agar kebutuhan hidup terpenuhi. Siapa yang mampu bertahan, jika kebutuhan primer berupa sandang, pangan dan papan menjadi barang mahal nan sulit digapai di negeri yang subur dan kaya akan sumber daya alam yang tercinta ini.

Bagai tikus mati di lumbung padi. Harapan untuk menggapai impian kehidupan yang diidamkan di dalam negeri kian tipis. Tak ayal berbondong-bondong sebagian masyarakat mencoba menggapai asa ke negeri lain yang jauh di sana. Menjadi tenaga kerja di luar negeri menjadi pilihan yang penuh dengan arti.

Betul, bahwa ada saja sosok-sosok WNI yang bekerja di luar negeri menuai kesuksesan bahkan mampu menghidupi dirinya dan keluarganya dengan limpahan gelimang harta. Namun sebaliknya, hanyak di antara mereka yang kehilangan harapan. Tak terhitung jari peristiwa-peristiwa menyesakkan yang harus dialami oleh mereka.

Baru-baru ini terjadi penyekapan terhadap WNI di Kamboja. Jumlah Warga Negara Indonesia yang disekap di Kamboja bertambah menjadi 60 orang.  "Data terakhir menunjukkan bahwa warga negara Indonesia yang disekap bukan sejumlah 53 orang, namun bertambah menjadi 60 orang," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen Pol Ahmad Ramadhan kepada wartawan, di Jakarta, Jumat (tvonenews.com, 29/07/2022).

Disebutkan bahwa puluhan WNI itu menjadi korban penipuan perusahaan investasi palsu di Sihanoukville, Kamboja. Kasus penyekapan 60 WNI ini mengindikasikan masih sangat besarnya dorongan mencari kerja di luar negeri meski risiko keselamatan dan nyawa mengancam.

Kasus human trafficking atau perdagangan manusia kian tinggi menimpa WNI. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) mengamati kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Indonesia masih cenderung tinggi. Berdasarkan data yang dihimpun oleh Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA), pada tahun 2021 terdapat 678 korban TPPO (Republika.co.id, 01/08/2022).

Kasus TPPO/trafiking tidak cukup diselesaikan hanya dengan usaha pembebasan-penyelamatan yang dilakukan oleh pemerintah, atapun sekadar peraturan tanpa adanya solusi tuntas yang mencabut masalah sampai ke akarnya. Negara harus melakukan upaya-upaya agar tidak terulang lagi kasus serupa yakni dengan memutus rantainya. Menyelesaikan hal-hal yang menjadi sebab banyaknya WNI yang harus mencari rejeki di negeri orang.

Bisa dipastikan banyak banyak di antara mereka yang berat meninggalkan tanah kelahiran, tempat tinggal dan keluarga demi mencari sesuap nasi, apalagi dengan tidak adanya jaminan terhadap nasib mereka di negeri sana. Namun karena semakin sempitnya lapangan pekerjaan, mencekiknya kondisi ekonomi di mana semua barang serba mahal, biaya pendidikan dan kesehatan yang kian tinggi, menjadi dorongan utama motivasi untuk menjadi pekerja di luar negeri, sehingga peluang terjadinya trafficking menganga lebar.

Dengan demikian, jika ada penjaminan pemenuhan kebutuhan hidup di dalam negeri dengan pengelolaan ekonomi yang tepat, lapangan pekerjaan terbuka luas, bahan-bahan pokok yang murah, biaya listrik, air, pendidikan, kesehatan dan fasilitas yang yang dibutuhkan dapat terjangkau dengan mudah, otomatis masyarakat tidak perlu berfikir untuk ke luar negeri mencari penghidupan, rantai trafficking terputus dengan sendirinya. Pun jika ada rakyat yang memang ingin berkarir di luar negeri maka pilihan tersebut harus diiringi tiadanya madharat dan pemberian jaminan perlindungan oleh negara.

Islam sebagai sebuah sistem aturan kehidupan yang sempurna, memiliki kemampuan dan solusi yang akurat dalam menuntaskan setiap persoalan termasuk trafficking, di antaranya:

Pertama, penerapan sistem ekonomi Islam yang telah terbukti dalam sejarah mampu menyejahterakan. Penerapan sistem ekonomi Islam mampu mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat. Sumber daya alam yang melimpah tidak boleh di eksploitasi oleh segelintir orang sebagaimana yang terjadi dalam sistem kapitalis saat ini. SDA wajib dikelola oleh negara yang hasilnya akan dikembalikan kepada rakyat. Pengelolaam ekonomi tepat, maka bukan hal yang mustahil jika pelayanan pendidikan dan kesehatan diberikan secara cuma-cuma atau gratis. Demikian juga pemenuhan kebutuha hidup lainnya, bahkan sampai oada fasilitas umum akan dijamin kesediaannya oleh negara.

Kedua, tatanan Islam akan betul-betul menjaga dan memposisikan laki-laki dan perempuan sesuai fitrahnya. Negara akan memastikan laki-laki, sebagai pihak yang diwajibkan dalam mencari nafkah, agar tersedia lapangan pekerjaan yang luas. Perempuan, tidak akan ada kondisi 'keterpaksaan' untuk menanggung kehidupan keluarga, karena para lelakinya, baik ayah, suami, saudara laki-laki, paham bahkan negara yang akan menjamin kesejahteraan mereka. Bahkan, peradilan negara akan hadir untuk memberi hak gugat bagi perempuan atas nafkah, menghukum pihak-pihak yang wajib memberi nafkah bagi perempuan, dan menutup celah semua lapangan kerja yang memanfaatkan sisi feminitas perempuan.

Ketiga, negara Islam pun akan memberikan hukuman yang tegas dan memberikan efek jera bagi siapa saja pelaku human trafficking, tanpa pandang bulu. Termasuk memberikan propaganda di tengah-tengah masyarakat tentang betapa seriusnya negara dalam menumpas kejahatan tersebut. Sehingga orang akan berpikir ulang ribuan kali, sebelum memutuskan untuk melakukan kejahatan.

Demikianlah solusi dalam penjaminan dan perlindungan terhadap warga negara. Perhatian yang sungguh-sungguh serta regulasi yang benar pastilah akan memberikan kehidupan dan penghidupan yang baik bagi seluruh warga negara, dan hal ini tidak bisa didapatkan kecuali dengan adanya penerapan sistem aturan Islam secara kaffah dalam bingkai khilafah.

Wallahu a'lam bishshawab. []


Oleh: Linda Maulidia, S.Si.
Sahabat TintaSiyasi
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments