Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Utang Luar Negeri Menggunung, Salah Kelola Ekonomi Kapitalis


TintaSiyasi.com -- Indonesia sampai saat ini belum bisa lepas dari jeratan utang luar negeri. Kabarnya bahkan jumlah utang tersebut semakin meningkat setiap tahunnya. Kondisi ini pun dibenarkan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Binsar Pandjaitan yang mengakui utang Indonesia mencapai Rp 7.000 triliun. Meskipun begitu, Luhut menegaskan bahwa utang tersebut merupakan utang produktif. Dia juga menuturkan Indonesia menjadi salah satu negara yang utangnya kecil dibandingkan negara lain. Luhut juga yakin bahwa utang tersebut dapat dibayar dengan berbagai proyek bagus (Republika.co.id, 08/08/2022).

Selain dipandang bahwa Indonesia mampu mengatasi utang, Luhut juga mengungkapkan kemampuan Indonesia mempertahankan nilai tukar rupiah agar tidak melemah. Saat ini, katanya, share kepemilikan asing di Indonesia menurun hingga hanya tertinggal 16,1 persen. "Dari yang dulunya 41,3 persen (Kompas.com, 06/08/2022).

Tak dapat kita pungkiri bahwa kondisi ekonomi negeri kita sedang tidak baik, apalagi pasca pandemic Covid-19 selama 2 tahun terakhir. Maka utang pun menjadi salah cara yang ditempuh untuk menutupi kas negara. Padahal utang sebelum nya juga sudah menggunung.  

Dikutip dari kompas.com (29/6/2022), dinyatakan bahwa utang Indonesia hingga akhir Mei 2022 membengkak. Posisi utang hingga 31 Mei 2022 mencapai Rp 7.002,24 triliun. Jumlah yang sangat fantastis. Meski begitu Menteri Luhut seolah bangga dengan mengatakan bahwa jumlah utang itu kecil jika dibandingkan dengan negara lain. Padahal jelas, utang dalam sistem ekonomi kapitalis ini adalah utang riba. Utang yang jumlah bunganya juga sangat mencekik dan riba adalah dosa besar di hadapan Allah SWT baik kecil ataupun besar. 

Dengan fakta utang yang semakin menggunung sebenarnya ini membuktikan kepada kita bahwa negara ini telah gagal dalam mengelola perekonomian negaranya. Sungguh sangat miris jika kita melihat fakta bahwa negeri ini adalah negeri kaya dengan sumber daya alam yang melimpah ruah mulai dari daratan yang subur, kandungan perut bumi, hingga hasil lautnya. Maka sungguh ironi jika jumlah utangnya menggunung. Jelaslah bahwa ada tata kelola sistem perekonomian yang buruk sehingga tidak mampu memanfaatkan kekayaan sumber daya alam tersebut dengan baik. Inilah sistem ekonomi kapitalis liberal yang menjadi biang dari kerusakan ekonomi. 

Di dalam sistem ekonomi kapitalis liberal, sumber pendapatan negara adalah pajak dan utang. Padahal sudah menjadi rahasia umum bahwa utang luar negeri menjadikan hegemoni kapitalis semakin menguat di negeri ini. Apalagi di dalam berutang pasti ada konsekuensi yang harus ditanggung. Salah satunya adalah konsekuensi politik. 

Dengan adanya konsekuensi ini maka negara pengutang akan bertekuk lutut pada negara pemberi utang, termasuklah mempersilahkan investasi dan memeras kekayaan sumber daya alam negara pengutang. Di samping itu, utang dengan jumlah bunga tinggi mengakibatkan negara akan semakin sulit membayar. Walhasil rakyat menjadi tumpuan dengan menaikkan pajak dan harga-harga kebutuhan. Seolah-olah tidak ada solusi lain yang bisa diberikan oleh kapitalis untuk menyelesaikan permasalahan ekonomi. Padahal sumber daya alam yang melimpah bisa dijadikan sebagai sumber pemasukan negara tanpa harus berutang. 

Beginilah buruknya pengelolaan ekonomi kapitalis yang kita rasakan akibatnya sampai saat ini. Oleh karena itu, selama negeri ini masih menjadikan sistem kapitalis demokrasi sebagai aturan di negeri ini, pastinya kita tidak akan bisa lepas dari jeratan utang. 

Islam dengan syariat yang sempurna yang diterapkan dalam sebuah negara yaitu khilafah. Mempunyai mekanisme menjadikan sebuah negara terbebas dari utang. Apalagi utang riba. Bahkan di dalam sistem khilafah, utang bukanlah jalan untuk memenuhi pemasukan negara. 

Sumber keuangan negara khilafah berbasis Baitul Mal. Baitul Mal mempunyai 3 pos pemasukan yaitu : pertama, pos kepemilikan negara (bersumber dari harta kharaj, fa’I, jizyah). Alokasi dana pada pos kepemilikan negara ini digunakan untuk membiayai infrastruktur negara, menggaji pegawai negara dan sebagainya. 

Kedua, pos kepemilikan umum. Pos ini bersumber dari pengelolaan sumber daya alam yang dikelolah sendiri negara khilafah. Hasilnya akan digunakan untuk kesejahteraan masyarakat, seperti pendidikan gratis, kesehatan gratis dan lain-lain. 

Ketiga, harta zakat. Pos ini bersumber dari zakat fitrah ataupun zakat harta, infak, sedekah dan wakaf kaum Muslim. Dana dari pos ini dialokasikan untuk delapan asnaf yang berhak menerima zakat sesuai ketentuan syariat. 

Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang yang berutang, untuk jalan Allah dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana” (At-Taubah : 60).

Seperti inilah mekanisme khilafah dalam mengatur perekonomian negara sehingga tidak akan bergantung pada utang.

 Wallahu a'lam bishshawab. []


Oleh: Pipit Ayu
Sahabat TintaSiyasi
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments