Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Memoar Salman Rushdie: Sinyal Kuat Girah Umat Menghentikan Hegemoni Barat


TintaSiyasi.com -- Masih ingatkah kita dengan penulis novel yang berjudul The Satanic Verses (Ayat-Ayat Setan) Salman Rusdhie pada era tahun 1988? Penulis ini sangat kontroversial di masa awal penerbitan novel tersebut karena dalam penulisan novel tersebut isi ceritanya sangat menyinggung dan menciderai perasaan umat Islam. Di mana dalam tulisan novelnya banyak kalimat yang menghina dan melecehkan Rasulullah SAW beserta para istrinya. 

Setelah sekian lama tidak terdengar kabar beritanya, baru-baru ini media dihebohkan dengan viralnya berita Salman Rusdhie ditikam oleh seorang pemuda yang bernama Hadi Matar. Diketahui pemuda yang menikam Salman Rusdhie ini berasal dari Fairvier New Jersey berusia 24 tahun. Penikaman ini dilakukan di saat Salman Rushie menghadiri kuliah di Universitas Chautauqua negara bagian New York. Dalam kesempatan tersebut Salman Rusdhie menyampaikan ceramahnya yang bertemakan tentang kebebasan artistik. Akibat dari penikaman tersebut Salman Rusdhie mengalami luka saraf lengan tangannya terputus, hatinya juga tertikam dan kemungkinan juga Salman akan kehilangan salah satu matanya akibat dari penikaman tersebut (katadata.co.id, 13/08/2022).

Apa motif dari penikaman tersebut belumlah terbongkar, tetapi apabila kita mengingat kembali kasus yang menimpa Salman Rusdhie di era tahun 1988. Ketika itu novel yang berjudul The Satanic Vers (Ayat-Ayat Setan) yang Salman tulis terinspirasi dari kehidupan Rasulullah SAW hanya saja isi dari novel tersebut menghina Rasulullah dan para istri beliau. Akibat dari isi novel tersebut yang menghina sisi kehidupan Rasulullah beserta para istrinya, Salman Rusdhie banyak mendapat kecaman dari umat Islam sedunia.

Gelombang protes umat Islam terus menggema. Tidak hanya sampai di situ, bahkan pada masa itu negara Iran yang ketika itu dipimpin oleh Ayatullah Khomeini sempat mengeluarkan fatwa bahwa barang siapa yang bisa membunuh Salman Rusdhie akan diberi imbalan uang sebesar 3 juta US$. Adanya ancaman tersebut inilah yang membuat Salman Rusdhie meminta suaka (perlindungan) dari kerajaan Inggris. Inggris tentu saja sangat senang dengan permintaan suaka ini dan menyambut baik permintaan Salman, karena dengan melindungi Salman, Inggris dan juga dunia Barat bisa leluasa mengkampanyekan agenda besar mereka untuk menyerang Islam.

Bahkan, agar tujuan agenda kafir Barat ini bisa berjalan dengan mulus, pemerintah Inggris melalui ratu Elizabeth memberikan gelar kebangsawanan kepada Salman Rusdhie dengan alasan ia termasuk orang yang berkontribusi pada bidang seni.

Seharusnya kasus penikaman yang terjadi terhadap Salman Rusdhie ini mengingatkan kita bahwa dunia Barat khususnya, sangat mendukung dan menyokong para penista agama. Mereka bahkan tidak segan-segan memberikan dorongan agar penista agama ini mengkampanyekan kesesatannya dengan memberikan kekebalan hukum (impunitas) dan jeratan hukum dengan atas nama kebebasan berpendapat.

Untuk menghentikan dan menghukum para penista agama tentu saja kita tidak bisa mengandalkan kekuatan gelombang protes dan memboikot negara tertentu. Girah umat Islam yang saat ini masih terus menggelora seharusnya tidak hanya terbatas untuk menuntut dan menghukum para penista agama saja, tetapi girah ini harus kita arahkan untuk menghentikan hegemoni sekularisme liberalisme yang memfasilitasi para penista agama. Yaitu dengan cara umat kembali lagi menjalankan hukum-hukum yang sudah ditetapkan Allah Swt. melalui Rasulullah SAW bukan malah memakai hukum sistem buatan manusia yaitu sekularisme kapitalisme yang jelas-jelas menyengsarakan umat.

Para penista agama seperti kasus Salman Rusdhie akan bisa teratasi hanya dengan umat Islam kembali memiliki institusi kekuasaan dalam naungan Khilafah. Karena hanya dengan kekuasaan seorang khalifah (pemimpin) akan bisa menyeru dan menggerakkan umat di seluruh dunia untuk menangkap dan mengadili para penista agama.

Tidak ada lagi tempat berlindung seorang penista agama apabila umat ini sudah memiliki institusinya kembali (khilafah). Apabila seorang penista agama bersembunyi di wilayah di luar kekuasaan khilafah, tetapi negara tersebut punya perjanjian dengan daulah, maka negara tersebut wajib menyerahkan buronan penista agama. Apabila negara yang menampung buronan penista agama tidak memiliki perjanjian dengan daulah, seperti kasus Salman Rusdhie maka negara Inggris bisa saja diperangi apabila tidak menyerahkan buronan penista agama tersebut.

Dari sini, tidak akan ada lagi ditemukan seorang penista agama berlindung di balik undang-undang kebebasan berbicara dan berpendapat karena semua harus sesuai dengan hukum syarak karena Islam tidak mengenal kata kebebasan dalam berbicara, sebab setiap kata dan perbuatan dalam Islam akan dimintai pertanggungjawaban.

Barang siapa yang beriman kepada Allah dan gari akhir maka hendaklah ia berkata-kata yang baik atau (jika tidak) hendaklah ia diam saja” (HR. Bukhari).

Wallahu a'lam bishshawab. []


Oleh: Rismayana
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments