TintaSiyasi.com -- Potret Pemuda Masa Kini
Fenomena generasi muda di negeri ini makin hari makin memprihatinkan. Berbagai kasus kerusakan moral terus bergulir. Bermunculanlah generasi liberal yang kebal nasihat. Sementara gempuran tayangan dan informasi kian bebas diakses, yang kemudian ditiru dan menjadi viral di tengah masyarakat. Pemuda Muslim pun tak luput dari gerusan fenomena ini.
Hal ini cukup memprihatinkan, tatkala perhatian pemerintah terhadap justru minim. Alih-alih mengarahkan dan membuat program yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan para pemuda, kebijakan yang ada justru makin menjauhkan pemuda dari nilai-nilai agama. Arus moderasi beragama digencarkan di berbagai lini, termasuk lembaga pendidikan dan pesantren. Walhasil, generasi saat ini makin sekuler, kehilangan arah dan tidak terkendali. Mereka terbuai dengan udara kebebasan hari ini; bebas berpikir, bebas berbicara, bebas bertindak, bergaya ‘semau gue’ demi menunjukkan eksistensi dirinya. Tak heran jika pemikiran-pemikiran ‘nyleneh’ menabrak norma agama dan susila banyak terjadi di kalangan kaum muda seperti ide ‘child free’, ‘jatah mantan’, LGBT, juga ide terkait keyakinan, seperti ‘agama tentatif’. Kalaupun mereka bukan menjadi pelaku langsung, sikap permissif terhadap perilaku tersebut kian mengemuka.
Indonesia sendiri saat ini memiliki jumlah penduduk 200 juta jiwa lebih dengan lebih dari 60 persen jumlah penduduk tersebut didominasi usia produktif (15–64 tahun); terutama kalangan pemuda (milenial dan gen Z). Hal ini diperkuat oleh hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) pada Agustus 2021. Disebutkan, pada tahun kedua pandemi, kontribusi tertinggi angkatan kerja nasional adalah milenial (24–39 tahun) sebesar 37,37 persen, dan gen X (40–55 tahun) sebesar 34,52 persen (bisnisindonesia.id).
Namun keberkahan tersebut bisa berbalik menjadi ancaman jika prosentase besar tersebut justru diasuh dalam sistem yang rusak dan merusak, seperti sekuler liberal saat ini.
Upaya Barat Membidik Pemuda Muslim agar Jauh dari Islam Politik
Pasca Perang Dingin, AS telah memilih Islam sebagai lawan ideologis yang mengancam nilai, kebijakan, dan hegemoni globalnya. AS mencanangkan “perang” baru melawan terorisme global dan menjadikannya sebagai prinsip pengorganisasian utama kebijakan luar negeri dan pertahanan Amerika.
Tatkala AS gagal dalam menarasikan perang melawan terorisme, narasi diperlunak melalui perlawanan terhadap ektremisme (Counter Violent Extremism/CVE) dengan memanfaatkan media sosial, masyarakat sipil, pemimpin agama dan pemuda. Dalam hal ini, pemuda, khususnya pemuda muslim menjadi kata kunci dalam isu perang melawan terorisme dan ekstrimisme.
Dalam inisiasi CVE, Amerika Serikat mendukung para pemimpin muda di Timur Tengah dan Afrika Utara, Afrika Sub-Sahara dan Asia Tenggara, termasuk melalui proyek-proyek yang memberikan rasa memiliki bagi kaum muda, serta keterampilan teknis dan pelatihan kejuruan, beasiswa, kesempatan untuk keterlibatan masyarakat, dan pelatihan kepemimpinan.
Sebagai bagian dari upaya ini, Amerika Serikat melatih, membimbing, dan menyediakan dana awal untuk para pemimpin muda, misalnya, yang bekerja untuk melawan narasi ekstremis, mengintegrasikan kembali mantan ekstremis kekerasan, dan mempromosikan toleransi dan penyelesaian perselisihan tanpa kekerasan.
Dalam penjelasan dokumen Plan of Action to Prevent Violent Extremism (Pan-PVE), PBB memberikan perhatian khusus kepada kaum muda. Sebanyak 1,8 miliar perempuan dan laki-laki muda di dunia dianggap mitra yang tak ternilai dalam upaya untuk mencegah ekstremisme kekerasan. Untuk itu, PBB akan menggunakan alat yang lebih baik untuk mendukung kaum muda saat mereka ikut dalam upaya perdamaian, pluralisme dan saling menghormati.
Potensi besar pemuda Muslim akan diarahkan untuk menjalankan strategi global hingga nasional, atas nama melawan radikalisme ekstrimisme. Dari sekian arah kebijakan yang diarahkan pada pemuda Muslim, ada dua isu yang penting, yakni: berpartisipasi pada isu kemanan dan pemberdayaan ekonomi. Partisipasi pemuda muslim dalam perdamaian dan keamanan, akan menjadikan mereka partner bagi Barat dalam menjaga tatanan kapitalisme global. Demikian juga pemberdayaan ekonomi pemuda, akan menghindarkan pemuda dari kondisi jauh dari ketidakpastian ekonomi, yang bisa memicu ketidakpuasan dan tuntutan pada rezim berkuasa, hingga bisa mengarah pada konflik dengan kekuasaan yang menimbulkan gangguan keamanan - kekerasan.
Jadilah potensi pemuda Muslim dibajak hanya untuk menjalankan program Barat dan melemahkan Islam di waktu yang sama. Akibatnya, pemuda Muslim kehilangan identitas sebagai anak-anak umat yang harusnya menjaga Islam dan memperjuangkan Islam. Identitas sebagai aktor perubahan Islam berganti peran menjadi duta nilai-nilai Barat sekuler yang mengusung toleransi, pluralisme dan nilai-nilai kebangsaan - kebudayaan. Pada akhirnya, pemuda Muslim akan terseret pada arus liberalisasi.
Upaya Menghadang Arus Liberalisasi Pemuda Muslim
Guna menghadang arus liberalisasi yang terjadi, pemuda Muslim harus disadarkan bahwa mereka adalah kunci keberhasilan Barat melawan Islam, namun sekaligus bisa menjadi kunci kemenangan Islam. Kemuliaan senantiasa menunggu para pemuda Muslim untuk menjadi pejuang terdepan dalam proyek mengembalikan kehidupan Islam di bawah naungan sistem Islam kaffah dalam bingkai khilafah.
Pemuda Muslim harus menyadari bahwa perjuangan mewujudkan khilafah adalah jalan panjang dan terjal, memerlukan kekuatan iman dan kerja keras dakwah dengan tariqah dakwah Rasulullah, serta penguasaan medan dakwah yang detil untuk mengenali setiap peluang dan tantangannya.
Dengan potensi pemuda yang begitu besar, perlu untuk mengarahkan mereka kepada perubahan yang benar. Bagi pemuda Muslim, kebenaran hanya ada pada Allah SWT. Sumber ilmu pengetahuan ada pada Al-Qur’an. Oleh karenanya, pemuda yang meletakkan keimanan di atas akal akan senantiasa mendapatkan petunjuk ke jalan yang lurus.
Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya Al-Qur’an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi kabar gembira kepada orang-orang mukmin yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar” (QS. Al-Isra: 9).
Para pemuda masa kini perlu mencontoh para pendahulunya, yaitu pemuda generasi sahabat. Mereka memegang Islam dengan kuat, memperjuangkannya di tengah kaum kafir Quraisy tanpa ragu, hingga mengorbankan nyawa demi tegaknya Islam. Bisa dibayangkan, ketika para pemuda saat ini memahami Islam dengan benar, mereka bisa menjadi secerdas Ali bin Abi Thalib atau setangguh Umar bin Khathab dan para sahabat lainnya.
Mengingat besarnya potensi yang dimiliki pemuda, penting sekali melakukan edukasi kepada mereka bahwa mereka adalah salah satu tumpuan agama. Mereka adalah Muslim yang akan diminta pertanggungjawaban tentang masa mudanya.
Bekal terpenting dari perjuangan adalah kekuatan iman yang melahirkan dalam diri umat loyalitas (al-wala’) kepada Allah SWT, dan kebencian pada musuh-musuh Allah (al-bara’). Keduanya adalah nilai berharga bagi seorang Mukmin untuk tetap dalam agamanya. Kekuatan iman juga melahirkan ketundukan terhadap syariat, dorongan kuat untuk melaksanakannya, dan memperjuangkannya. Juga keyakinan bahwa khilafah bukan khayalan, tapi akan menjadi kenyataan. Khilafah adalah janji Allah SWT dan kabar gembira (bisyarah) Rasulullah SAW; dan umat Islam adalah khairu ummah yang akan terwujud bila berada dalam naungan Khilafah.
Saat ini, orang-orang kafir sedang membuat makar untuk menyesatkan umat, termasuk dalam agenda deradikalisasi dengan dalih menyelamatkan umat dari ekstremisme ataupun terorisme. Namun, kegelapan makar kafir—dengan segala siasatnya—akan berujung pada kegagalan dan kebinasaan.
Wallahu a’lam bishshawab. []
Oleh: Noor Hidayah
Sahabat TintaSiyasi
0 Comments