Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Membiasakan Hijab di Sekolah, kok Dianggap Perundungan?


TintaSiyasi.com -- Di sekolah SMA Negeri di daerah Banguntapan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta mendapat sorotan usai seorang siswi melapor bahwa dirinya dipaksa memakai jilbab. Tak tanggung-tanggung, sosok siswi tersebut melapor dirinya mengalami depresi diduga adanya pemaksaan tersebut. Harus dipahami bahwa ini adalah risiko nyata pemberlakuan sistem sekuler-liberal. Generasi muslim merasa dipaksa dan terancam haknya saat sekolah melatih menggunakan busana Muslimah. Bagaimana Islam memandang hal ini? 

Laporan terkait dugaan pemaksaan hijab di sekolah telah sampai ke Ombudsman RI perwakilan DIY. Kepala ORI DIY Budhi Masturi akan menelusuri dugaan perundungan dalam peristiwa tersebut. Menurutnya, sekolah yang diselenggarakan pemerintah harus mencerminkan kebinekaan, bukan melakukan pemaksaan. Artinya, jika ada guru yang menyarankan atau melatih siswi berkerudung, bisa dianggap tindakan pemaksaan dan terkategori perundungan. Budhi menilai, pemaksaan berkerudung di sekolah negeri yang bukan berbasis agama bisa terkategori perundungan. 

Sebagai anggota masyarakat dunia, Indonesia turut dalam berbagai perjanjian pokok hak asasi manusia internasional, yakni Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR); Kovenan Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (ICESCR); Konvensi Hak Anak (CRC); dan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW).

Penegakan aturan wajib berkerudung dan berjilbab oleh pemerintah Indonesia terhadap perempuan dan anak perempuan dianggap melanggar sejumlah ketentuan dalam beberapa perjanjian. Human Rights Watch juga menentang kebijakan pemerintah mana pun, baik yang memaksakan mengenakan hijab, jilbab, maupun nikab. Mereka berulang kali mengkritik pemerintah di sejumlah negara terkait aturan berpakaian Muslimah.

Hal ini menunjukkan pada kita bahwa sikap pemerintah Indonesia (yang memandang sekolah negeri harus menonjolkan kebhinekaan, bukan menonjolkan simbol agama lewat busana Muslimah) merupakan kesepakatan perjanjian dan arahan HAM Barat.

Ini adalah resiko dan ancaman nyata pemberlakuan sistem sekuler. Generasi Muslim merasa dipaksa dan -terancam hak nya saat sekolah melatih menggunakan busana Muslimah.

Generasi Muslim yang jauh dari pemahaman Islam pun menjadi merasa dipaksa dan terancam haknya tatkala sekolah melatih mereka untuk berbusana islami. Lantas, ke mana arah pendidikan Indonesia sebenarnya.

Seharusnya fungsi pendidikan adalah melatih para siswa melakukan kebaikan, yaitu taat pada syariat ter sebab mereka merupakan generasi Muslim. Tidak semestinya generasi Muslim jauh dari ajaran Islam.

Konsekuensi dari penerapan sistem sekuler demokrasi ialah setiap warga negara bebas beragama, berekspresi, memiliki, dan berpendapat. Kebebasan ini dijamin oleh negara dan inilah yang terjadi di Indonesia.

Begitu juga dengan pemisahan sekolah negeri dan sekolah berbasiskan agama sendiri merupakan konsekuensi dari penerapan sistem sekuler demokrasi. Akibatnya, generasi Muslim yang menuntut ilmu di sekolah negeri tidak merasa wajib berbusana islami. Saran atau upaya melatih generasi untuk berbusana islami akan dianggap sebagai perundungan. 

Peristiwa ini akan selalu terjadi selama negara masih mengadopsi pendidikan sekuler demokrasi. Harus diakui, pendidikan Indonesia memang diarahkan untuk memisahkan agama dari kehidupan setiap siswa (sekularisasi). Seperti saat ini, sekolah didorong dalam upaya penguatan karakter siswa didik melalui promosi profil Pelajar Pancasila, bukan pelajar berkarakter islami


Peran Pendidik dalam Islam

Dalam Islam, guru berperan sebagai pengajar sekaligus pendidik. Setiap guru bertanggung jawab membentuk kepribadian Islam pada diri peserta didik. Mereka harus memiliki perilaku dan pemikiran islami. Akidah Islam harus menjadi landasan berpikir mereka sekaligus standar dalam bertingkah laku. Mereka pun harus memastikan bahwa hanya pemahaman Islam yang membentuk pemikiran mereka. Pemahaman (tsaqafah) asing yang bercokol dalam pemikiran mereka harus ditinggalkan.

Dengan demikian, upaya para guru untuk mengajarkan siswinya yang beragama Islam untuk berkerudung, sudah tepat. Hal tersebut bukanlah perundungan, melainkan upaya membentuk karakter pelajar agar berkepribadian Islam. Terkait siswi tersebut belum siap menerimanya ialah perkara lain. Sudah seyogianya para guru untuk terus memberikan pemahaman (pembinaan) terkait kewajiban berbusana muslimah pada para siswinya yang beragama Islam.


Kewajiban Jilbab dan Kerudung

Adapun kewajiban berjilbab bagi Muslimah ditetapkan berdasarkan firman Allah SWT:

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ.

Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri kaum Mukmin, "Hendaklah mereka mengulurkan jilbab mereka ke seluruh tubuh mereka…" (TQS al-Ahzab [33]: 59).

Wanita Muslimah wajib berjilbab dan berkerudung manakala keluar dari rumah menuju kehidupan umum. Jilbab berbeda dengan kerudung (khimar). Kewajiban mengenakan kerudung (khimar) didasarkan pada firman Allah SWT:

وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ

Katakanlah kepada kaum wanita Mukmin, hendaklah mereka menundukkan pandangan mereka dan menjaga kemaluan mereka. Janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka, kecuali yang biasa tampak pada diri mereka, dan hendaklah mereka memakai kerudung (penutup kepala) hingga menutupi dada mereka (TQS an-Nur [24]: 31).

Kewajiban berjilbab bagi Muslimah ini juga diperkuat oleh riwayat Ummu ‘Athiyah yang berkata: Pada dua hari raya kami diperintahkan untuk mengeluarkan wanita-wanita haid dan gadis-gadis pingitan untuk menghadiri jamaah kaum Muslim dan doa mereka. Namun, wanita-wanita haid harus menjauhi tempat shalat mereka. Seorang wanita bertanya, “Wahai Rasulullah, seorang wanita di antara kami tidak memiliki jilbab (bolehkah dia keluar)?” Lalu Rasul saw. bersabda, “Hendaklah kawannya meminjamkan jilbabnya untuk dipakai wanita tersebut.” (HR al-Bukhari dan Muslim).

Andaikan berjilbab bagi Muslimah tidak wajib, niscaya Nabi SAW akan mengizinkan kaum Muslimah keluar dari rumah mereka tanpa perlu berjilbab. Hadis ini pun menegaskan kewajiban berjilbab bagi para Muslimah.

Karena itu jelas, sebagai kewajiban syariah bagi Muslimah, jilbab tak layak dan tak pantas dipersoalkan. Apalagi, sebagai bagian dari hukum syariah, pastinya banyak hikmah dari pengamalan kewajiban berjilbab bagi Muslimah ini. Sebabnya, jelas seluruh hukum syariah pasti mendatangkan rahmat (maslahat) bagi manusia (Lihat: QS al-Anbiya‘ [21]: 107).

Karena itu tentu kita pun meyakini bahwa perintah Allah SWT kepada para wanita untuk berbusana Muslimah (memakai kerudung dan berjilbab) pasti mengandung banyak kebaikan/manfaat sekaligus menghindari banyak keburukan/madarat, khususnya bagi pemakainya dan umumnya bagi masyarakat.

Dengan memakai kerudung dan berjilbab sesuai tuntunan syariah, seorang Muslimah sesungguhnya sedang memposisikan dirinya sebagai wanita terhormat. Sebab, dengan itu, penilaian dan penghormatan masyarakat kepada dirinya bukan lagi dari sisi fisik dan tubuhnya, tetapi dari sisi ketakwaannya, kecerdasannya, prestasinya dan segala hal yang menunjukkan kualitas pribadinya.

Bandingkan dengan para wanita Barat sekuler yang rata-rata dianggap bernilai lebih karena faktor tubuh dan kecantikan fisiknya. Semakin cantik dan semakin seksi seorang wanita, ia akan dianggap semakin terhormat dan karenanya lebih dihargai, paling tidak secara materi. Padahal, sadar ataupun tidak, hal demikian hanya menjadikan wanita dieksploitasi tubuhnya demi kepuasan material segelintir orang.

Pendidikan sekuler demokrasi hanya akan terus memproduksi generasi yang jauh dari nilai-nilai Islam. Mereka cenderung memberontak tatkala diajarkan tentang pemahaman Islam karena selama ini generasi Muslim lebih banyak “diasuh” oleh berbagai ide sesat nan menyesatkan.

Sekularisme, hedonisme, liberalisme, dan kapitalisme, bercokol di dalam pemikiran generasi. Menjadi tanggung jawab negara untuk mengubah cara berpikir sekuler pada generasi Muslim menjadi islami. Namun, apakah mungkin sistem pemerintahan sekuler bisa membantu generasi Muslim untuk berkepribadian Islam?

Kalau begitu, sistem pemerintahan dan pemimpinnya harus segera beralih dari sistem sekuler demokrasi menuju sistem Islam. Ini karena sistem Islam (khilafah) merupakan satu-satunya yang terbukti menghasilkan generasi muslim unggul dan berkepribadian Islam.

Wallahu a'lam bishshawab. []


Oleh: Elyarti
Sahabat TintaSiyasi
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments