TintaSiyasi.com -- Orang tua secara alami memiliki keinginan untuk memberikan pendidikan yang terbaik untuk anaknya. Mulai dari kualitas yang baik, sampai ingin menyekolahkan anaknya ke jenjang yang tinggi. Manusia juga merupakan makhluk berakal di mana harus mengeksplor hal baru dengan dasar ilmu yang kuat untuk memberikan kesejahteraan pada umat manusia. Namun tampaknya asa yang dimiliki oleh manusia ini perlahan semakin sulit diraih karena rules yang dibuat manusia itu sendiri.
Di Indonesia, sejak tahun 2013 melalui UU Nomor 12 Tahun 2012, PTN eks BHMN beralih status menjadi PTN BH, di mana PTN BH ini mendapat wewenang untuk menerima dana dari masyarakat agar PTN tersebut semakin berkembang. Hal ini menjadi salah satu penyebab naiknya pembiayaan pendidikan yang harus ditanggung masing-masing mahasiswa sebagai bagian dari dana masyarakat yang dimaksud.
Menurut hasil tim jurnalisme data kompas.com, selisih gaji lulusan SMA dan sarjana semakin menipis, sebaliknya kenaikan gaji orang tua dan kenaikan biaya kuliah semakin lebar dari tahun ke tahun dengan kenaikan biaya kuliah yang memimpin. Akibatnya, di masa depan, generasi ke depan akan semakin sulit bahkan terancam tidak bisa membiayai kuliah anaknya jika tidak ada perubahan drastis terkait mekanisme pembiayaan kuliah di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa pendanaan pendidikan yang diserahkan pada individu, hanya menghasilkan ketidakmerataan pendidikan dan hanya berputarnya pendidikan yang berkualitas di kalangan yang memiliki materi saja.
Hal ini sebenarnya berakar pada komersialisasi pendidikan, paradigma pendidikan yang hanya digunakan sebagai peningkat ekonomi. Kedua hal tersebut mengakibatkan negara merasa tidak bersalah apabila membebankan pembiayaan pendidikan yang merupakan hak rakyat malah dibayar oleh rakyat itu sendiri. Paradigma yang menyesatkan ini tentu lahir dari sistem sekuler kapitalis yang memisahkan pengaturan agama dan kehidupan, sehingga sangat mungkin chaos-nya pengaturan pendidikan saat ini. Islam merupakan satu-satunya din yang mengatur secara utuh urusan agama dan kehidupan tanpa memisahkannya. Mengimani Islam sebagai agama, seharusnya otomatis menjadikan Islam sebagai seutuhnya pengatur hidup kita termasuk dalam masalah pendidikan ini.
Dalam Islam, pendidikan merupakan sesuatu yang menjadi hak rakyat yang ada di bawah naungan Khilafah Islam, baik itu Muslim maupun non-Muslim. Sehingga, pembiayaan pendidikan secara penuh ditanggung oleh negara, termasuk gaji guru dan fasilitas pendidikan yang diperlukan untuk pembelajaran yang utuh dan berkualitas. Negara memiliki mekanisme yang holistik agar sebisa mungkin rakyat tidak diminta untuk membiayai sesuatu yang harusnya menjadi hak rakyat, seperti pendidikan, kesehatan, maupun fasilitas umum.
Pembiayaan pendidikan berasal dari Baitul Mal yang salah satu sumber Baitul Mal berasal dari pengelolaan negara pada kepemilikan umum yaitu air, api, dan padang rumput. Sehingga segala sumber daya alam yang memang seharusnya menjadi milik umum, akan kembali pada rakyat secara umum untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar mereka termasuk pendidikan. Sehingga solusi yang ditawarkan oleh sistem kapitalis yang berbelit-belit dan menimbulkan masalah di sisi yang lain tak akan pernah terjadi apabila manusia kembali pada sistem Islam di bawah naungan khilafah. Tentu saja, lebih dari itu, karena konsekuensi keimananlah kita kembali pada syariat Allah secara utuh, dengan begitu, insyaallah kemaslahatan untuk manusia akan segera datang.
Wallahu a'lam bishshawab. []
Oleh: Pipit N.S.
Aktivis Muslimah
0 Comments