TintaSiyasi.com -- Sempat viral sekitar pertengahan Agustus ini, pada tanggal 19 Agustus 2022 seorang mahasiswa baru fakultas hukum bernama Muhammad Nabil Arif Adhitya dipanggil dosen saat mengikuti Pengenalan Kehidupan Kampus (PKKMB) di Universitas Hasanuddin. Hal ini menjadi viral, karena tampilan mahasiswa tersebut menggunakan kipas sambil jalan kaki dan ketika ditanya apakah dia laki-laki atau perempuan, dia menjawab bahwa dirinya non-biner. Dan dia sempat diusir oleh dosen yang bertanya padanya. Dia mengakui bahwa dirinya belajar mengenai gender secara autodidak di internet sehingga bisa berani mengatakan hal tersebut. Walau begitu, pihak kampus dan mahasiswa tersebut sudah berdamai termasuk pihak orangtua dari mahasiswa tadi. Mereka sudah tidak membahasnya walau sempat mencuat bahwa mahasiswa tersebut juga termasuk gay, namun ia tidak mau merespon lebih lanjut karena ia anggap sebagai masa lalu (detik.com 23/08/2022).
Institusi pendidikan sekelas Universitas Hasanuddin pada akhirnya meminta maaf dengan alasan bahwa mereka adalah inklusif dan terbuka. Namun pada hakikatnya bukan sikap yang seperti itu sebagai institusi pendidikan yang diharapkan. Karena pemikiran mahasiswa, terutama mahasiswa baru perlu diarahkan kepada pemikiran yang jernih sesuai hakikatnya sebagai manusia, bukan berarti tidak menjunjung HAM (Hak Asasi Manusia) karena HAM juga perlu disandarkan pada aturan yang berasal dari Sang Pencipta.
Perihal Non Biner
Non biner berasal dari kalimat non binary atau genderqueer, yang berarti tidak pasti cenderung pada gender laki-laki atau perempuan, atau seolah gender yang netral. Non biner ini pada awalnya diakui sebagai gangguan mental namun telah dihapus oleh Organisasi psikiater profesional Amerika Serikat, American Psychiatric Association (APA) dan di sejumlah negara bagian AS seperti Colorado dan California telah menyertakan opsi dalam dokumen resmi termasuk Surat Izin Mengemudi (SIM). Ini juga adalah hal yang sangat rancu, karena jika kita memahami sejarah bahwa manusia diciptakan hanya ada dua jenis yaitu laki-laki atau perempuan, tidak sampai beragam gender seperti halnya di Thailand yang mengakui 18 gender.
Kita juga harus mengenal bahwa negara Amerika Serikat dengan paham liberalnya memang seolah menjadi kiblat dunia termasuk perihal gender ini. Namun perlu akal sehat dalam menerima segala tindakan yang diputuskan oleh negara, termasuk jika kiblat saat ini adalah negara dengan paham liberal yang mengagungkan kebebasan individu secara bebas, kita perlu ingat dengan kasus penembakan yang banyak terjadi di Amerika dengan alasan ketidaksukaan pada suatu ras tertentu. Maka bukan sebagai sandaran yang pas untuk berkiblat tanpa pondasi akal sehat dalam menjalankan hidup.
Menerima Keberagaman dengan Islam
Keberagaman adalah perbedaan, namun keberagaman adalah fakta yang ada dan harus dituntun dengan aturan yang jelas bukan kecondongan pada hati manusia tanpa ilmu. Keberagaman memang adalah fitrah yang Sang Pencipta yakni Allah berikan kepada kita seluruh manusia, ia berikan keberagaman perihal berbedanya warna kulit, bangsa ataupun suku namun tetap menyatukan kita pada satu kesatuan jika meyakini Allah sebagai Pencipta dengan aturan-Nya.
"Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal" (Terjemah Surat Al Hujurat ayat 13).
Allah Maha Mengetahui dalam menciptakan keberagaman bukan untuk membangkang, tidak taat pada Allah dan membuat aturan sendiri dengan seolah paling mengetahui tentang solusi segala permasalahan hidup. Allah berikan keberagaman agar kita saling mengenal dan bersatu memahami aturan-Nya agar memperoleh keberkahan dari langit dan bumi. Jangan mau kita dilemahkan dengan adanya keberagaman dan malah saling memecah belah. Namun bersatulah sesuai dengan aturan Allah bukan keluar dari aturan tersebut.
Dan untuk memahami keberagaman yang sesuai dengan Islam caranya dengan menuntut ilmu. Dengan ilmu itu dapat menjaga dan melindungi kita. Bagaimana kita harus bersikap, berperilaku serta berlisan. Sehingga kita tidak asal dalam menjalani hidup, tidak asal dalam mempelajari sesuatu termasuk perihal gender. Sehingga pemikiran-pemikiran yang bebas seperti sekarang ini tetap bisa dihalau dengan pemikiran Islam. Jadi kita harus mempelajari Islam lebih dalam lagi, bukan malah menjauh dan takut dengan agama sendiri. Kita perlu menjaga diri kita dari berbagai kerusakan-kerusakan yang ada saat ini. Dengan menjadikan diri kita berkepribadian Islam agar selamat di dunia dan juga akhirat. []
Oleh: Yauma Bunga Yusyananda
Member Ksatria Aksara Kota Bandung
0 Comments