Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Kebebasan Berekspresi Bablas dalam Sistem Demokrasi


TintaSiyasi.com -- Viral! Citayam Fashion Week menjadi ikon baru Jakarta. Citayam Fashion Week adalah aksi peragaan busana di zebra cross kawasan Dukuh Atas, Jakarta Pusat. Layaknya Paris Fashion Week yang terkenal, para 'model' berlenggak-lenggok mengenakan busana khasnya sambil menyeberangi jalan. Bedanya, para 'model' yang meramaikan Citayam Fashion Week adalah remaja dari Depok, Citayam, dan Bojonggede, daerah penyangga Jakarta (kompas.com, 25/07/2022).

Viralnya sejumlah ABG yang melakukan catwalk di kawasan Dukuh Atas ini membuat atensi para pejabat publik dan artis yang menirunya. Paula Verhoeven juga turut beraksi di atas zebra cross bareng Bonge, salah satu ikon Citayam Fashion Week. Istri dari Baim Wong itu bergaya bak cewek mamba dengan balutan blazer hitam pekat dan celana warna senada pada Rabu (20/7/2022) malam (suara.com, 23/07/2022).

Kegiatan ini menimbulkan kontroversi di kalangan banyak pihak. Ada yang mengatakan bahwa CFW ini adalah ajang bagi anak muda untuk berekspresi. Namun, selain itu ada juga yang mengatakan bahwa kegiatan ini lebih baik daripada tawuran dan perlombaan geng motor di jalanan. 

Terlepas dari itu semua, perlu kiranya melihat segala sesuatunya dari pandangan Islam. Karena baik buruknya suatu perbuatan, dapat dilihat dari ridha atau kemurkaan Allah SWT. Mengapa demikian, karena manusia cenderung melihat segala sesuatunya itu dengan nafsu bukan wahyu. Sehingga ia tak tahu apa yang terbaik untuknya dan negaranya. 

Kembali kepada komentar di atas, jika ajang pamer busana ini adalah bagian dari kebebasan berekspresi, mari ditelisik kembali busana apa yang mereka kenakan. Busana yang membuka auratkah atau busana yang tak pantas dikenakan oleh seorang Muslim atau Muslimah seperti laki-laki mengenakan pakaian perempuan dan sebaliknya. Bertingkah bak L98T dengan bangga berjalan di penyeberangan jalan yang disaksikan oleh semua orang yang lewat. Pertanyaannya, di mana urat malunya? Apakah sudah terputus? Apalagi jika ia adalah seorang Muslim, maka tentu ini telah melanggar syariah Islam.

Tak hanya itu, beberapa peserta CFW juga menampilkan joget ala TikTok yang tengah viral. Disaksikan di tengah kerumunan dan diperagakan oleh perempuan yang membuka auratnya. Ini sangat tidak pantas! Lalu, inikah yang dikatakan kebebasan berekspresi?

Selanjutnya, jika kegiatan ini lebih baik daripada tawuran dan segerombolan geng motor di tengah jalan, justru ini bukan solusi. Hal ini bisa dianalogikan seperti keluar dari lubang singa lalu terperosok ke lubang buaya. Tidak ada kebaikan bagi keduanya, yang ada hanya kerusakan moral remaja yang tak kunjung tuntas persoalannya ditambah dengan solusi tambal sulam yang diberikan oleh negara ini. Negara yang berbingkai demokrasi dan katanya bisa selesaikan semua masalah tapi kenyataannya justru menambah masalah. 

Karena itulah, perlu kiranya melihat semua masalah dari akarnya. Sehingga masalah yang muncul tidak akan berulang. Lihat saja, kelakuan anak muda zaman sekarang. Tingkah laku serba bebas dan bablas tanpa aturan berdalih kebebasan berekspresi. Akhirnya berujung pada seks bebas, pornografi, pornoaksi, pesta miras, dan narkoba. Tentu hal ini tak akan terlepas dari dampak yang pasti terjadi, misalnya hamil di luar nikah, aborsi, overdosis, dan hal yang tak dapat terelakkan adalah hancurnya masa depan generasi. Padahal generasi adalah penerus estafet perjuangan bangsa. Lalu, mau jadi apa negara ini jika generasinya hanya pandai TikTok-an tanpa memberi andil untuk selesaikan masalah negara. Ini tidak dapat dipertahankan!

Namun, pasalnya negara ini masih menjalankan sistem demokrasi yang memberi ruang kebebasan berekspresi tanpa menjadikan agama sebagai batasan. Karena yang sudah jelas, demokrasi memisahkan agama dari kehidupan. Lalu, kalau tanpa agama bisakah dipastikan kehidupan ini akan berlangsung normal sampai tujuan? Tentu tidak. Justru manusia akan tersesat dan jauh dari ketenangan. 

Demokrasi menjadikan generasi tak lagi mempedulikan Allah dalam kehidupannya. Karena lihat saja, ada anak muda yang mau belajar agama, langsung dicap radikal dan hati-hati ikut pengajian nanti akan menjadi bibit teroris. Dan ketakutan lainnya yang membuat akhirnya anak muda yang termakan omongan memilih menghabiskan waktunya untuk bersenang-senang tanpa ada ilmu yang membekalinya. Sampai akhirnya dia masuk ke jurang kehinaan bahkan lebih hina lagi. 

Apalagi di saat yang sama ada perang pemikiran yang terus digencarkan Barat terhadap negeri kaum Muslim. Dan dengan sistem demokrasi yang dijalankan di negeri ini, menjadikan racun pemikiran itu dengan mudah masuk ke dalam benak kaum Muslim. Sudah saatnya kita campakkan sistem batil ini. Dan diganti dengan sistem mulia yakni khilafah. Wallahu a'lam. []


Oleh: Jumratul Sakdiah
Sahabat TintaSiyasi
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments