TintaSiyasi.com -- Direktur Institut Literasi Khilafah Indonesia (ILKI), Septian AW membeberkan sejarah penolakan ide Pan-Arabisme oleh Hizbut Tahrir. “Semua bentuk nasionalisme, termasuk Pan-Arabisme yang lebih luas ditolak Hizbut Tahrir sejak awal. Seruan kepada nasionalisme dianggap sebagai seruan terhadap imperialisme karena dianggap tidak sesuai ajaran Islam,” ungkapnya dalam kelas Sejarah Asia Barat Modern Batch 3, pada Sabtu (2/7) lalu.
Ia menjelaskan, Hizb memiliki anggapan bahwa seruan tersebut mengarahkan bangsa Arab pada imperialisme, serta tidak sesuai dengan Islam. Diketahui, Pan-Arabisme adalah gerakan nasionalisme Arab yang menekankan adanya peleburan negara-negara Arab dalam kesatuan politik. Gerakan ini mendapatkan penentangan dari Hizbut Tahrir yang mengemban visi persatuan atas dasar Islam dengan tegaknya Daulah Islam.
“Hizb membawa visi sendiri untuk membangun persatuan atas dasar Islam dengan tegaknya Daulah Islam. Dan saat itu kampanye Daulah Islam juga masif di jazirah Arab,” jelasnya.
“Saat itulah Hizbut Tahrir dan Pan-Arabisme ini saling berhadap-hadapan,” imbuhnya.
Namun Septian juga menjelaskan bahwa benturan tersebut akhirnya juga megurangi dukungan terhadap Hizbut Tahrir. Hal ini juga diakibatkan oleh intervensi yang dilegitimasi oleh ideologi dan wacana sekuler.
“Maka saat itulah kemudian bangsa Arab lebih tertarik kepada pan-Arabisme,” pungkasnya.[]Nurichsan
0 Comments