TintaSiyasi.com -- Baru-baru ini kembali lagi terjadi kebakaran hutan dan lahan diberbagai wilayah Indonesia. Sepertinya alam ini sudah lelah memikul beban makhluk yang ada di bumi ini. Kemaksiatan merajalela diberbagai belahan seluruh dunia. Pantaslah dia murka. Ini jelas ulah tangan manusia yang memiliki kepentingan.
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali ke jalan yang benar” (QS. Ar-Rum: 41).
Melansir dari berbagai media pertama dari Sumut, Telah terjadi kebakaran lahan kawasan Bukit Parombahan (Simpang Gonting), Desa Aek Sipitudai, dan lahan kawasan Bukit Desa Siboro, Kecamatan Sianjur Mulamula, juga ikut terbakar, Jumat 5 Agustus 2022 malam.
Beberapa upaya pemadaman sudah dilakukan oleh pihak setempat seperti dari kepolisian dan pemadam kebakaran sudah turun melakukan pemadaman di Bukit Desa Siboro (Poskota.co.id).
Karhutla tidak selalu diakibatkan oleh faktor kondisi cuaca saja. Melainkan, disebabkan oleh ulah tangan manusia-manusia tak bertanggung jawab yang memiliki kepentingan di sana. Karena ini bukan pertama kali terjadi, tetapi sudah sering dan terus berulang.
Mungkin ini masih sebagian kecil kebakaran hutan dan lahan. Masih banyak kebakaran-kebakaran lain di berbagai wilayah yang tidak terekspos oleh media. Yang membawa dampak kerugian kesehatan dan ekonomi bagi rakyat. Namun tindakan pemerintah tidak menyentuh persoalan mendasar yakni hanya untuk kepentingan kaum kapitalis yang mengeruk keuntungan dari 'petak umpet' kebakaran hutan.
Ya, begitulah tabiat kapitalis. Semua diukur karena asas manfaat tak perduli dampak yang akan terjadi karena ulahnya. Apabila dilihatnya ada keuntungan maka akan dia sikat. Sudah seharusnya negara berpihak terhadap rakyatnya, memperhatikan kebutuhan mendasar rakyat. Seperti yang tertuang dalam Konstitusi Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Setelah amandemen, ketentuannya dirumuskan dalam Pasal 28H ayat (1) yang menegaskan:
”setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan” (Pslh.ugm.ac.id).
Pada prinsipnya, rakyat berhak mendapat haknya sebagai warga negara. Hak Asasi Manusia (HAM) adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai mahkluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Sifat HAM yang melekat kemudian menekankan arti penting dari adanya HAM yaitu, bagaimanakah upaya-upaya negara untuk memberikan jaminan kepada masyarakat dalam rangka pemenuhan atas HAM?
Adapun realisasi hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sesungguhnya merupakan upaya mewujudkan pemenuhan hak-hak asasi lainnya, khususnya hak untuk hidup, hak untuk mendapatkan standar kehidupan yang layak, hak kesehatan, dan hak-hak lainnya yang dalam pemenuhannya sangat terkait dengan kondisi lingkungan hidup yang baik dan sehat.
Makna yuridis terhadap hak atas lingkungan yang baik dan sehat harus diwujudkan melalui pembentukan berbagai saluran hukum, sebagai upaya perlindungan hukum bagi masyarakat di bidang lingkungan hidup. Bentuk-bentuk perlindungan tersebut, antara lain yaitu hak mengambil bagian dalam prosedur hukum administrasi, seperti hak berperan serta (inspraak, public hearing) atau hak banding (beroep) terhadap penetapan administrasi (tata usaha negara). Demikian lah seharus peran negara kepada rakyatnya.
Menjaga lingkungan merupakan salah satu kewajiban kita sebagai masyarakat untuk mempertahankan kelestarian alam yang ada, salah satunya yaitu menjaga hutan. Karena hutan merupakan tempat yang sangat bermanfaat bagi semua makhluk hidup, karena bisa untuk mendapatkan sumber daya alam dari hutan, dan juga bisa untuk keberlangsungan hidup hewan terutama dan banyaknya tumbuhan yang bisa didapatkan dari hutan.
Namun, sekarang banyak dari sebagian orang yang dengan sengaja membakar hutan untuk aktifitas membuka lahan, baik untuk usaha maupun sebagainya, tanpa memikirkan kerugian yang didapatkan bagi yang hidup di hutan itu sendiri ataupun sekitarnya. Hal ini pastinya sangat disayangkan, karena mereka telah merusak lingkungan yang sangat dibutuhkan untuk kehidupan hewan terutama, dan hutan yang sudah dijaga oleh orang yang hidup di sekitar hutan itu sendiri.
Adapun seperti kebakaran hutan yang melanda Riau, Sumut dan yang lainnya sangat memberikan dampak negatif bagi masyarakat yang hidup di dekat hutan itu sendiri, seperti banyaknya aktifitas yang terganggu, sekolah diliburkan, rawan terjadinya kecelakaan karena dari asap yang ditimbulkan menyebabkan penglihatan menjadi terbatas, menyebabkan timbulnya penyakit kronis seperti sesak nafas hingga meninggal dunia dan lain sebagainya.
Pandangan dalam Islam
Oleh karena itu, karena banyaknya dampak negatif yang ditimbulkan dari karhutla sebab kepentingan sebagian orang maka perspektif hukum Islam dalam segi Fiqih Sosial mengenai pembakaran hutan secara sengaja ada beberapa sumber hukum, di antaranya;
Pertama. Dalil Al-Qur'an Surat Al-Ahzab Ayat 58: “Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan, tanpa ada kesalahan yang mereka perbuat, maka sungguh, mereka memikul kebohongan dan dosa yang nyata” (QS. Al-Ahzab; 58).
Kedua. Hadis Riwayat Muttafaq Alaihi: “Dari Ibn Umar RA bekata bahwa Rasulullah SAW bersabda: “seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lain. Dia tidak akan mendzalimi, dan tidak pula menyerahkannya kepada musuhnya..”.
Ketiga. Kaidah Ushul Fiqih: “tidak boleh melakukan sesuatu yang membahayakan diri sendiri ataupun orang lain”
Keempat. Dan Fatwa MUI: “melakukan pembakaran hutan dan lahan yang dapat menimbulkan kerusakan, pencemaran lingkungan, kerugian orang lain, gangguan kesehatan, dan dampak yang buruk lainnya, hukumnya haram”.
Kesimpulannya, Semua perilaku yang menimbulkan mudarat dan menggangu orang lain dalam Islam hukumnya haram atau dilarang, berdasarkan sumber hukum yang sudah dijelaskan di atas.
Maka selama sistemnya masih kapitalis sekuler, maka negara akan tetap abai dengan tugasnya. Tugas utama negara adalah sebagai imam (penguasa) di bidang eksekutif, sebagai ahl al-halli wa al-‘aqdi (legislatif), dan qadhi (yudikatif).
Sementara itu rakyat merupakan subjek hukum yang tunduk di bawah tiga kekuasaan tersebut, sehingga ada kesan bahwa stelsel fikih merupakan konsep yang sarat muatan kekuasaan negara, kurang memberikan kekuasaan dan kurang berorientasi pada pemberdayaan masyarakat. Konsep inilah yang kemudian dikenal dengan al-siayasah al-syar’iyyah atau disebut fiqh siyasi.
Fiqh siyasi, merupakan keputusan politik yang berisi ketentuan tentang siapa yang menjadi sumber kekuasaan, siapa pelaksananya, apa dasar dan bagaimana cara ia melaksanakan kekuasaan itu, dan kepada siapa kekuasaan itu di pertanggungjawabkan.
Oleh sebab itu individu, masyarakat dan negara wajib menerapkan Islam kaffah. Dalam sebuah sistem yaitu sistem Islam kaffah yang nantinya di pimpin oleh seorang khalifah dibawah kekuasaan Daulah Khilafah Islamiah.
Wallahu a'lam bishshawab. []
Oleh: Ina Ariani
Pegiat Literasi Ideologis Muslimah Pekanbaru
0 Comments