Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Jilbab, Identitas Muslimah Tergerus Arus Fashion

TintaSiyasi.com -- Berjilbab kembali dipersoalkan. Kali ini terjadi di SMAN 1 Banguntapan, Yogyakarta. Narasi dan opini yang dikembangkan di media adalah adanya “pemaksaan jilbab” oleh pihak sekolah kepada siswinya. Di sisi lain, sekitar sebulan sebelumnya, sebagaimana diberitakan Kompas.com, ada siswi SD di Gunungsitoli Sumatera Utara menangis karena dilarang oleh pihak sekolah memakai jilbab di sekolah. Beberapa waktu lalu tersiar kabar adanya siswi yang merasa tertekan karena dipaksa berjilbab (baca: berkerudung) di sekolah. Buntutnya, sebagaimana yang ramai media kabarkan, siswi tersebut jadi ingin bunuh diri.

Lain halnya ketika banyak tontonan vulgar, berbikini ria dan berbagai konten porno mengumbar aurat tak dipersoalkan. Bahkan yang paling viral hingga menyebar ke seluruh wilayah di negeri ini adalah demam Citayam. Di mana fashion yang dikenalkan seolah menjadi tren anak muda masa kini. 

Viralnya “jilbab Banguntapan” di media sosial tidak lepas dari blow up opini media-media mainstream (media milik korporasi). Diamnya media atas kasus “jilbab Gunungsitoli” menunjukkan islamofobia masih sangat kuat di Indonesia. Tampaknya, media mainstream lebih condong berpihak kepada upaya kriminalisasi syariat. Dalam merespons pemberitaan seperti ini, membutuhkan kemampuan kita untuk memetakan ini fakta atau opini. Terlebih di tengah gelombang hijrah kaum remaja. Tidak sedikit pihak yang mewacanakan bahwa jilbab dan kerudung adalah simbol radikalisme.

Di tengah tren hijab dan gempuran konten yang mengumbar syahwat seperti saat ini, memang amat disayangkan jika tidak disertai dengan pemahaman. Konsekuensinya yang menutup aurat sekadar formalitas dan tren semata. Bahkan, ada yang menutup aurat dalam kondisi formal saja seperti ke pesta, ke sekolah, acara kampus dan sejenisnya. Di luar aktivitas itu, melepasnya seolah perkara biasa. 

Kehidupan sekuler yang serba permisif ini membuat wanita dalam menggunakan pakaian bukan lagi fungsionalitasnya, melainkan karena tren fashion yang sedang terjadi. Begitu juga dengan pemakaian jilbab, bukan lagi karena identitas Muslimahnya melainkan karena tren fashion kekinian agar tidak dianggap ketinggalan zaman. Di sisi lain, jilbab dianggap pemaksaan atau bentuk perundungan bagi wanita Muslimah yang tidak ingin menggunakan. 

Padahal, di antara tuntunan syariat Islam adalah perintah kepada kaum Muslimah untuk menutup aurat. Yakni dengan kerudung (yang menutup kepala dan dada mereka) serta jilbab (yang menutupi seluruh tubuh mereka kecuali wajah dan kedua telapak tangan). Bagi seorang Muslimah, menutup aurat dengan memakai kerudung dan berjilbab ini tentu saja menjadi salah satu pembuktian keimanannya kepada Allah SWT dan Rasul-Nya. Penyebabnya jelas, karena berkerudung dan berjilbab memang merupakan salah satu dari ketentuan syariat Allah SWT dan Rasul-Nya. Allah SWT berfirman,

وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا…

Katakanlah kepada wanita yang beriman, ‘Hendaklah mereka menahan pandangan mereka dan menjaga kemaluan mereka. Janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali yang (biasa) tampak pada diri mereka….’” (QS An-Nur [24]: 31).

Karena itu jelas, sebagai kewajiban syariat bagi Muslimah, jilbab tidak layak dan tidak pantas dipersoalkan. Apalagi, sebagai bagian dari hukum syariat, pastinya banyak hikmah dari pengamalan kewajiban berjilbab bagi Muslimah ini. Sebabnya, jelas seluruh hukum syariat pasti mendatangkan rahmat (maslahat) bagi manusia (Lihat: QS Al-Anbiya‘ [21]: 107).

Tentu kita pun meyakini bahwa perintah Allah SWT kepada para wanita untuk berbusana Muslimah (memakai kerudung dan berjilbab) pasti mengandung banyak kebaikan/manfaat sekaligus menghindari banyak keburukan/mudarat, khususnya bagi pemakainya dan umumnya bagi masyarakat. Oleh karena itu, jilbab bisa lebih melindungi wanita Muslimah, membuat mereka lebih merasa aman, menjaga diri mereka dari gangguan lelaki usil, menjaga mereka dari objek pandangan lelaki yang hanya ingin ‘cuci mata’, menjaga diri mereka dari objek syahwat lelaki, menghindarkan diri mereka dari zina mata dan zina hati, dan lain-lain.

Bagi wanita Muslimah, jilbab juga dapat mengangkat mereka pada derajat kemuliaan. Dengan aurat yang tertutup rapat, penilaian terhadap wanita lebih terfokus pada kepribadiannya, kecerdasannya, profesionalismenya, serta ketakwaannya. Bukan pada fisik atau tubuhnya. Dengan memakai kerudung dan berjilbab sesuai tuntunan syariat, seorang Muslimah sesungguhnya sedang memposisikan dirinya sebagai wanita terhormat. Ini karena, penilaian dan penghormatan masyarakat kepada dirinya bukan lagi dari sisi fisik dan tubuhnya, tetapi dari sisi ketakwaannya, kecerdasannya, prestasinya, dan segala hal yang menunjukkan kualitas pribadinya.

Ini berbeda jika wanita tampil “terbuka” dan sensual. Penilaian terhadap wanita lebih tertuju pada fisik dan tubuhnya. Penampilan seperti itu juga hanya akan menjadikan wanita demikian rendah. Hanya dipandang sebagai onggokan daging yang memenuhi hawa nafsu kaum lelaki saja. Para wanita Barat sekuler yang rata-rata dianggap bernilai lebih karena faktor tubuh dan kecantikan fisiknya. Makin cantik dan makin seksi seorang wanita, ia akan dianggap makin terhormat dan karenanya lebih dihargai, paling tidak secara materi. Padahal, sadar ataupun tidak, hal demikian hanya menjadikan wanita dieksploitasi tubuhnya demi kepuasan material segelintir orang. []


Oleh: Drg. Endartini Kusumastuti
Pegiat Literasi Kota Kendari
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments