Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Islam Mencegah Kekerasan Anak


TintaSiyasi.com -- Anak merupakan awal dari rantai yang menentukan bentuk dan kehidupan suatu bangsa di masa depan. Mempersiapkan generasi penerus sebagai pewaris bangsa yang berkualitas berarti membentuk dan memberikan jaminan kehidupan yang layak sedini mungkin kepada anak. Melalaikan tumbuh kembang dan pembentukan karakter anak semenjak usia dini berdampak pada buruknya kelanjutan tonggak estafet di masa depan. 

Sebagaimana problematika anak yang mengemuka beriringan dengan peringatan hari anak nasional sekaligus penganugerahan kota layak anak kepada 320 kabupaten/kota se Indonesia pada 23 Juli 2022. Miris, seorang siswa MTS di Kotamobagu, Sulawesi Utara, meninggal dunia diduga setelah menjadi korban bully atau perundungan di sekolahnya saat jam pelajaran. Korban bernama Bintang (13) diduga dipukuli oleh 9 temannya. Selain dipukul, Bintang juga diikat dan ditendang. (tvonenews.com, 14/06/2022). Sungguh miris. Pelaku dan korban kriminal sama sama anak.

Selain itu, seorang bocah SD 11 tahun di Tasikmalaya meninggal dunia usai mengalami depresi dan sakit diduga akibat dirisak teman-teman sebayanya. F dipaksa untuk bersetubuh dengan kucing, sambil direkam menggunakan ponsel beberapa waktu lalu. Lantaran rekaman video itu tersebar korban menjadi depresi, hingga tidak mau makan dan minum sampai kemudian dia meninggal dunia saat dalam perawatan di rumah sakit pada Minggu (18/7/2022) (Kompas.com, 22/07/2022). Dan masih panjang lagi deretan berita kriminal seputar anak yang membuat jantung rasanya berhenti berdenyut. 

 
Faktor Penyebab Kekerasan Anak

Kekerasan adalah bagian dari kenyataan sehari-hari anak-anak. Hingga 18% dari anak-anak usia sekolah ditindas pada satu waktu (Olweus, 1989). Diakui secara luas bahwa fungsi keluarga dan status sosial ekonomi adalah dua faktor terpenting dalam asal usul perilaku agresif pada sebagian besar individu.

Faktor terbesar penyebab kekerasan yang dialami maupun dilakukan oleh anak adalah faktor eksternal. Yakni lingkungan yang berasal dari luar diri anak. Misalnya, kemiskinan, kondisi lingkungan fisik yang tidak mendukung, seperti suhu udara yang panas, oksigen terbatas. Selain itu, anak merupakan mesin peniru terbaik. Anak akan meniru perilaku kekerasan yang ada di sekitarnya. Baik melalui pengamatan langsung terhadap orang orang terdekat di sekitar seperti keluarga, tetangga dan teman. Maupun pengamatan tidak langsung seperti tontonan kekerasan di media televisi, internet dan yang paling signifikan pengaruh buruknya adalah kekerasan pada game on line yang dimainkan anak anak. Buruknya faktor eksternal yang melingkupi anak-anak tidak lain merupakan akibat penerapan sistem hidup sekuler yang jauh dari nilai nilai luhur ajaran Islam.

 
Mekanisme Islam Mencegah Kekerasan Anak

Islam memandang bahwa setiap anak memiliki potensi hidup yang berasal dari Allah SWT berupa akal dan kebutuhan hidup. Islam juga menjamin pemenuhan seluruh potensi yang dimiliki anak secara utuh dan benar sebagaimana Islam juga menjamin pemenuhan potensi hidup anggota masyarakat dewasa. Islam memiliki mekanisme perlindungan yang dilakukan secara sistemis, melalui penerapan berbagai aturan.

Pertama, penerapan sistem ekonomi Islam. Beberapa kasus kekerasan anak terjadi karena fungsi ibu sebagai pendidik dan penjaga anak kurang berjalan. Tekanan ekonomi memaksa ibu untuk bekerja meninggalkan anaknya. Terpenuhinya kebutuhan dasar merupakan masalah asasi manusia. Karenanya, Islam mewajibkan negara menyediakan lapangan kerja yang cukup dan layak agar para kepala keluarga dapat bekerja dan mampu menafkahi keluarganya. Sehingga, tidak ada anak yang telantar. Krisis ekonomi yang memicu kekerasan anak oleh orang tua yang stres bisa dihindari, dan para perempuan akan fokus pada fungsi keibuannya (mengasuh, menjaga, dan mendidik anak) karena tidak dibebani tanggung jawab nafkah.

Kedua, penerapan sistem pendidikan. Negara wajib menetapkan kurikulum berdasarkan akidah Islam yang akan melahirkan individu bertakwa. Individu yang mampu melaksanakan seluruh kewajiban yang diberikan Allah dan terjaga dari kemaksiatan apa pun yang dilarang Allah. Salah satu hasil dari pendidikan ini adalah kesiapan orang tua untuk menjalankan salah satu amanahnya yaitu merawat dan mendidik anak-anak, serta mengantarkan mereka ke gerbang kedewasaan.

Ketiga, penerapan sistem sosial. Negara wajib menerapkan sistem sosial yang akan menjamin interaksi yang terjadi antara laki-laki dan perempuan berlangsung sesuai ketentuan syariat. Di antaranya perempuan diperintahkan untuk menutup aurat dan menjaga kesopanan, serta menjauhkan mereka dari eksploitasi seksual, larangan berkhalwat (berdua-duaan dengan non-mahram), larangan memperlihatkan dan menyebarkan perkataan dan perilaku yang mengandung erotisme dan kekerasan (pornografi dan pornoaksi) serta akan merangsang bergejolaknya naluri seksual. Ketika sistem sosial Islam diterapkan tidak akan muncul gejolak seksual yang liar memicu kasus pencabulan, perkosaan, serta kekerasan pada anak.

Keempat, pengaturan media digital. Sebagaimana diketahui, kecanduan game telah membuat anak jauh dari sumber ilmu. Delapan puluh satu persen generasi Z adalah gamers. Gamers generasi Z memberikan kontribusi US$ 222 miliar (Rp. 3.330 Triliun) terhadap industri game dunia. Sungguh jumlah yang fantastik. Oleh karena itu, konten di media digital, serta berita dan informasi yang disampaikan sudah selayaknya hanya konten yang membina ketakwaan dan menumbuhkan ketaatan. Apa pun yang akan melemahkan keimanan dan mendorong terjadinya pelanggaran hukum syariat seperti game online, pornografi, dan lain sebagainya akan dilarang keras. 

Kelima, penerapan sistem sanksi. Negara menjatuhkan hukuman tegas terhadap para pelaku kejahatan, termasuk orang-orang yang bertanggung jawab terhadap terjadinya tindak kekerasan dan penganiayaan anak. Hukuman yang tegas akan membuat jera orang yang telanjur terjerumus pada kejahatan dan akan mencegah orang lain melakukan kemaksiatan tersebut.

Dengan demikian, hanya dengan penerapan Islam secara sistemis melalui bingkai negara yang dapat mencegah dan menghentikan terjadinya kekerasan. Baik itu menimpa anak maupun yang dilakukan oleh anak. Wallahu a’lam bishshawab. []


Oleh: Nur Annisa Dewi, S.E., M.Ak.
Sahabat TintaSiyasi
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments