Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Mensyukuri Nikmat Kemerdekaan dengan Kembali pada Syariat


TintaSiyasi.com -- Jelang peringatan hari kemerdekaan negeri ini, kita patut merenungkan kembali, sudahkah kita mengisi kemerdekaan dengan cara yang benar. Tak akan ada yang menafikan bahwa kemerdekaan diraih atas berkat dan rahmat Allah SWT. Hal itu pun tertulis dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945. Nikmat kemerdekaan dari Allah inilah yang harus kita renungkan, apakah kita sudah bersyukur atasnya atau belum? 

Setidaknya ada tiga cara bersyukur atas nikmat Allah SWT. Pertama, mengakui bahwa nikmat yang didapatkan itu berasal dari Allah SWT. Lagipula, tak ada satupun nikmat yang dirasakan manusia melainkan semua berasal dari Allah SWT. Kedua, memuji Allah SWT dengan ucapan alhamdulillah. Ketiga, menggunakan nikmat yang diberikan Allah SWT untuk ketaatan.

Pada poin pertama dan kedua, kita mudah dan sudah melakukannya. Namun untuk poin yang ketiga, inilah yang hingga kini, jujur kita katakan bahwa kaum Muslim lalai. Setelah Allah SWT memberi kemerdekaan pada negeri kita, bukannya menjalankan aturan Allah SWT secara keseluruhan, negeri ini justru mengadopsi sistem kehidupan berbangsa dan bernegera dari Barat, yakni sekularisme. 

Sekularisme bermakna pemisahan agama dari kehidupan. Efeknya, Islam tidak ditempatkan sebagaimana mestinya, yakni sebagai mabda atau aturan hidup. Islam justru dikerdilkan sekadar sebagai ajaran ritual yang dianut secara individual. Budaya hidup bebas ala Barat pun kini menjangkiti banyak kaum Muslim, khususnya para remaja. Mereka kehilangan rasa takut pada Allah SWT. Mereka tak merasa bersalah ketika meninggalkan aturan dari Allah SWT.

Sebagaimana polemik yang terjadi terkait penggunaan kerudung di sekolah, yang menunjukkan betapa sekularisme meracuni pikiran kaum Muslim. Polemik tersebut memanas kembali setelah muncul kasus seorang siswi dari SMA Negeri 1 Banguntapan Bantul yang diisukan depresi lantaran gurunya memintanya memakai kerudung di sekolah. Kepada siswi berumur 16 tahun itu, guru-guru menyatakan bila tidak mengenakan jilbab maka dia menjadi berbeda dan kapan lagi bisa belajar kalau tidak sekarang (nasional.tempo.co).

Sebenarnya yang dilakukan guru tersebut adalah kebaikan di mata Islam. Guru tersebut hendak mengingatkan muridnya tentang kewajiban menutup aurat. Kewajiban bagi Muslimah untuk menutup aurat di hadapan lelaki asing atau yang bukan mahramnya ketika keluar rumah, merupakan perkara yang sudah disepakati para ulama. Dalilnya juga jelas, terdapat di dalam Al-Qur'an dan as-Sunnah. 

Siswi yang menolak menggunakan kerudung, pertanda orang tuanya lalai mengajarkannya tentang kewajiban menutup aurat. Mirisnya, dalam kondisi kehidupan yang sekuler ini, posisi siapa yang benar dan siapa yang salah dalam hal ini menjadi terbalik. Guru yang seharusnya dipuji, karena mengingatkan muridnya menjalankan kewajiban agama, justru dianggap salah. Murid yang enggan taat pada Allah, justru dibela. Ramai-ramai para pendukung kebebasan berperilaku, mengkritik aturan penggunaan kerudung di sekolah. Bahkan ada desakan sebagian mereka, agar aturan berkerudung di sekolah ditiadakan. Astaghfirullah.

Kelalaian kita terhadap perintah dan larangan Allah tentu tak boleh berlarut-larut. Kita tentu tak mau menjadi hamba yang kufur nikmat atas kemerdekaan yang telah Allah anugerahkan pada negeri kita. Kita pasti tak ingin kehilangan keberkahan hidup dan masuk neraka, karena mendurhakai Allah SWT. 

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an surat al Ahzab ayat 36: “Dan tidaklah pantas bagi laki-laki yang mukmin dan perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada pilihan (yang lain) bagi mereka tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh, dia telah tersesat, dengan kesesatan yang nyata."

Maka itu, marilah bersegera kembali pada syariat-Nya, sebelum terlambat. []


Oleh: Eva Arlini, SE
Blogger
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments