Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Inilah Enam Strategi Pengaturan Seragam Sekolah bagi Muslimah


TintaSiyasi.com -- Dosen Online Universitas Online (Uniol) 4.0 Diponorogo Prof. Dr. Suteki, S.H., M.Hum. dan Puspita Satyawati, S.Sos. membeberkan enam strategi pengaturan seragam sekolah bagi siswi Muslimah merespons viral pemberitaan dugaan pemaksaan pemakaian seragam jilbab di SMAN 1 Banguntapan, Bantul, DIY serta sanksi terhadap kepala sekolah dan guru terkait.

"Realitas ini ironi bagi umat Islam. Mayoritas rasa minoritas. Kebebasan menjalankan syariat sesuai keyakinan agamanya tak terpenuhi. Penting dipikirkan strategi pengaturan seragam sekolah bagi peserta didik Muslim yang sesuai syariat Islam dan kebijakan pemerintah. Setidaknya ada enam strategi," tulis keduanya dalam kuliah daring Uniol 4.0 Diponorogo bertajuk Kembalikan Standar Seragam Sekolah Negeri Kayak Dulu: Itu Kemunduran dan Islamofobia di grup WhatsApp, Sabtu (06/08/2022).

Pertama, pemerintah memahami keberadaan umat Islam sebagai mayoritas penduduk di negeri ini yang memiliki kewajiban sekaligus hak menunaikan perintah agamanya.

"Semestinya hal ini bisa diakomodir dan difasilitasi melalui kebijakan negara. Termasuk penunaian kewajiban berhijab termasuk di sekolah-sekolah," ujar Prof Suteki.

Kedua, pemerintah harus menghormati umat Islam sebagaimana pemeluk agama lainnya dalam menjalankan ajarannya. "Tanpa takut secara berlebihan akan merongrong kekuasaan pemerintah (negara)," imbuh Puspita.

Ketiga, mengingatkan agar pemerintah satu nafas bersama umat Islam melawan ideologi yang merusak bangsa ini. "Jika yang terjadi adalah pemerintah menderita islamofobia, maka dapat kita tanyakan apa bedanya antara pemerintah dengan penjajah?" tanya Prof. Suteki.

Keempat, ketika terjadi indikasi radikalisme dan ektremisme yang dinilai pemerintah berbahaya, lebih baik pemerintah melakukan dialog dengan para pihak terkait. "Bukan menggebuk, tetapi memeluk," tegas Puspita. 

Kelimapemerintah harus berusaha untuk meminimalisir potensi adu domba yang berbasis islamofobia. “Baik secara vertikal maupun secara horisontal hanya akan menguntungkan penjajah dan sekaligus merugikan interaksi antara pemerintah dengan warga negara maupun sesama warga negara,” lugas ProfSuteki yang juga Guru Besar Fakultas Hukum Undip

Keenam, pemerintah harus mampu menjamin sekolah-sekolah yang di bawah Pemda  yang mewajibkan muridnya memakai seragam dan atribut dengan kekhususan tidak akan dibubarkan.

Prof. Suteki menyarankan, "Pun guru dan kepala sekolahnya tidak dikenai sanksi. Hindari penyebutan sekolah itu sebagai sekolah radikal dan warganya distempeli ekstremis," harapnya.

Lebih lanjut, Puspita mengulas, andai upaya di atas tidak terjadi, memungkinkan terbentuknya situasi kontradiktif dengan status Indonesia sebagai religious nation state serta tujuan pendidikan nasional menciptakan peserta didik beriman dan bertakwa kepada Allah subhanahu wa taala.

"Namun, selama sistem pemerintahan masih terbingkai demokrasi, akankah upaya di atas optimal dilakukan?" sangsinya.

Karena ia melihat, demokrasi sekularis akan menolak upaya pengintegrasian ajaran  Islam dalam berbagai bidang kehidupan, karena tak sesuai misinya menjauhkan manusia dari pengamalan nilai-nilai Tuhannya.

"Oleh karena itu, upaya menerapkan Islam mesti disertai perubahan sistem kehidupan secara mendasar. Tentunya, hanya sistem Islam yang rela seluruh aspek hidup terwarnai ajaran Allah subhanahu wa taala," pungkasnya.[] Alfia Purwanti

Baca Juga

Post a Comment

0 Comments