Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Biaya Pendidikan Fantastis Dalam Sistem Kapitalis


TintaSiyasi.com -- Pendidikan adalah hal penting di dalam kehidupan. Mampu tidaknya seseorang mengenyam pendidikan tentu saja akan mempengaruhi karakter berfikir dan kualitas generasi suatu negara. Seperti dalam kata-kata bijak, pendidikan adalah jiwa seluruh masyarakat karena pendidikan melewati satu generasi ke generasi lainnya (Gilbert Keith Chesterton). Lantas bagaimana dengan kondisi dunia pendidikan di negeri kita hari ini? Banyak pihak yang mengeluhkan mahalnya biaya pendidikan khususnya perguruan tinggi (PT) sehingga menyebabkan tidak semua anak-anak bisa melanjutkan studinya setelah lulus dari tingkat menengah atas. 

Sebagaimana ramai diberitakan di media sosial belakangan ini mengenai tingginya biaya masuk universitas melalui seleksi mandiri. Salah satu akun Twitter mengunggah foto berisi persyaratan Jaminan Kemampuan Keuangan (JKK) bagi calon mahasiswa Institut Teknologi bandung (ITB) pada Sabtu (18/7/2020). Diketahui, JKK tersebut yakni orangtua atau wali mahasiswa harus mencantumkan rekeningnya dengan nominal minimum Rp 100 juta. Selain itu, dari akun Twitter lainnya juga mengunggah twit yang berisikan informasi rincian biaya Uang Kuliah Tunggal (UKT) dan Sumbangan Pembangunan Institusi (SPI) (Kompas.com, 22/07/2020). 

Hal ini pun menuai respon pro kontra dari para tokoh masyarakat. Salah satunya ditanggapi oleh Konsultan Pendidikan dan Karier Ina Liem yang menyampaikan, penyebab mahalnya biaya masuk jalur seleksi mandiri di universitas disebut karena beberapa universitas negeri tengah didorong untuk berbadan hukum. Selain itu, Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dede Yusuf Macan Effendi mengakui jika memang biaya kuliah di tanah air saat ini masih terbilang mahal. Dede Yusuf mengungkapkan, banyak orang tua tak melanjutkan studi kuliah sang anak lantaran benturan biaya. Biaya mahal tersebut, kata Dede Yusuf, tidak cukup tertutupi dengan sejumlah program pemerintah baik dari beasiswa Kartu Indonesia Pintar atau KIP. Dede Yusuf menegaskan, diperlukannya intervensi negara mengenai pembiayaan kuliah saat ini. Pasalnya, hal ini diperlukan jika memang Sumber Daya Manusia atau SDM menikmati bonus demografi (Kedaipena.com, 30/7/2022).

Di dalam sistem kapitalisme liberal hari ini, pendidikan sudah menjadi bahan komoditi yang siap diperdagangkan. Penguasa berlepas tangan dari tanggung jawabnya kepada rakyat. Untuk tingkat dasar dan menengah, masyarakat masih bisa mendapatkan pendidikan gratis. Namun tidak untuk tingkat atas apalagi sampai perguruan tinggi. Untuk itu, betapa banyaknya masyarakat yang putus sekolah karena orang tua tidak mampu membiayai pendidikan anaknya apalagi sampai ke jenjang perguruan tinggi. 

Potensi komersialisasi dalam dunia pendidikan sudah terbuka lebar. Jika ingin mendapatkan pendidikan yang berkualitas baik maka orang tua harus siap-siap merogoh kantong lebih banyak lagi. Pendidikan berkualitas baik hanya bisa dinikmati oleh segelintir orang yang juga baik taraf ekonominya. Sedangkan rakyat kecil yang tidak punya penghasilan cukup untuk menelan pendidikan tidak akan mampu untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas baik. Belum lagi ditambah beban kebutuhan sehari-hari yang kian membengkak, mulai dari harga-harga yang melambung tinggi, BBM, gas, listrik, kenaikan pajak, kebutuhan anak sekolah dan lain-lain, tentu kondisi membuat beban orangtua semakin menumpuk. Apalagi kenaikan harga-harga tidak diikuti dengan kenaikan gaji. Kondisi buruk ini akhirnya membuat masyarakat menahan diri dari melanjutkan ke perguruan tinggi. Padahal perguruan tinggi adalah tempat mencetak generasi ahli dan pencetak para ilmuwan.

Pembiayaan pendidikan gratis tentu saja bisa diwujudkan di dalam sistem kehidupan Islam. Sistem Islam yang diterapkan secara sempurna menyeluruh dalam naungan khilafah. Dalam sistem khilafah, penguasa bertanggung jawab langsung dalam pengelolaan dan pembiayaan pendidikan rakyatnya hingga ke jenjang tinggi. Negara tidak akan melemparkan tanggung jawab ini kepada swasta ataupun masyarakat. Dari sisi pembiayaan pendidikan, maka negara akan memperoleh sumber-sumber pemasukan yang akan dikelola dalam Baitul Mal untuk membiayai pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan masyarakat. Pembiayaan ini akan diperoleh dari kepemilikan umum seperti hasil sumber daya alam dan kepemilikan negara seperti fa’i dan kharaj

Islam memandang bahwa pendidikan adalah kebutuhan dasar bagi rakyatnya. Untuk itu, negara harus memastikan bahwa pelayanan pendidikan telah sampai kepada masyarakat secara merata baik miskin ataupun kaya, baik Muslim atau non-Muslim. Semua gambaran ini akan terwujud jika Islam diterapkan secara kaffah dalam naungan khilafah. Wallahu a'lam bishshawab. []


Oleh: Pipit Ayu
Sahabat TintaSiyasi
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments