Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Inflasi 9,1 Persen AS Bukti Rapuhnya Ekonomi Kapitalisme


TintaSiyasi.com -- Perekonomian Amerika tampaknya semakin kritis akibat angka inflasi Amerika Serikat Amerika Serikat (AS) melesat tajam pada Juni 2022. Departemen Tenaga Kerja AS mencatat Indeks Harga Konsumen (IHK/CPI) naik 9,1 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Laju inflasi AS ini merupakan lonjakan terbesar sejak 1981 atau dalam 41 tahun terakhir. 

Adapun untuk inflasi inti AS, yang tidak mencakup gejolak harga komponen makanan dan energi, tercatat naik 5,9 persen secara tahunan. Secara basis bulanan, IHK AS naik 1,3 persen, sementara IHK inti naik 0,7 persen (kompas.com, 14/07/2022). Sektor energi mengalami kenaikan inflasi 7,5 persen secara bulanan, atau melonjak 41,6 persen secara tahunan. Pada sektor makanan tercatat mengalami kenaikan inflasi sebesar 1 persen pada Juni 2022. Ini sekaligus menjadi bulan keenam secara berturut-turut makanan naik setidaknya 1 persen.

Lalu biaya listrik tercatat masing-masing naik 1,7 persen secara bulanan dan 13,7 persen secara tahunan. Harga kendaraan baru dan bekas juga naik secara bulanan masing-masing sebesar 0,7 persen dan 1,6 persen. Sementara biaya tempat tinggal, yang membentuk sekitar sepertiga IHK AS, tercatat naik 0,6 persen secara bulanan, atau naik 5,6 persen secara tahunan.

Kenaikan biaya-biaya tersebut menandai bulan yang berat bagi konsumen. Lonjakan inflasi di Amerika Serikat menyebabkan harga gas hingga pangan naik drastis. Rata-rata harga bensin reguler di Negeri Paman Sam berada di atas US$ 5/galon, tepatnya US% 5,004/galon atau Rp 19.395,17/liter (cnbcindonesia.com, 14/06/2022).

Banyak warga yang kurang mampu untuk mencukupi kebutuhannya mereka harus mencari bantuan makanan sana-sini. Bahkan ribuan keluarga pun berbondong-bondong mengantre makanan bantuan di bank pangan setiap harinya dan sejumlah organisasi bank makanan yang tersebar di berbagai penjuru Negeri Paman Sam.

Juru bicara Bank Makanan St. Mary, Jerry Brown, mengatakan bahwa lebih dari 900 keluarga berbaris di berbagai cabang organisasi mereka setiap harinya. Para warga itu rela mengantre panjang demi mendapatkan kotak bantuan pemerintah yang berisi kacang kaleng, selai kacang, dan nasi. Ia kemudian menjabarkan bahwa bank makanan itu sudah memberikan paket makanan ke 4.271 keluarga pada pekan ketiga Juni.

Menurut Brown, banyak dari keluarga yang mengantre sekarang ini sebenarnya tak pernah mencari bantuan pangan sebelumnya. Tomasina John salah satunya. Ia merupakan satu dari ratusan orang yang mengantre di Bank Makanan St. Mary di Phoenix. John mengatakan keluarganya tak pernah mengunjungi bank pangan karena dahulu suaminya, yang merupakan pekerja konstruksi, mudah memenuhi kebutuhan dia dan empat anaknya.
 
Angka inflasi tahun ini memang yang tertinggi dalam 40 tahun, naik 9,1 persen jika dibandingkan tahun lalu. Harga pangan di AS pun naik drastis dan menyebabkan warga mencari bantuan sana-sini. Tak hanya Bank Makanan St. Mary, berbagai bank makanan lainnya di AS juga mengalami lonjakan permintaan bantuan. Bank Makanan Masyarakat Daerah Alameda di California juga merasakan hal serupa. Warga yang mereka bantu naik dari 890 keluarga pada Jumat pekan ketiga Januari, menjadi 1.410 keluarga di Jumat pekan ketiga Juni.

Juru bicara Bank Pangan Houston, Paula Murphy, mengaku memberikan rata-rata 276.691 kg bantuan per harinya pada saat ini. Angka tersebut lebih tinggi ketimbang rata-rata bantuan yang diberikan sebelum pandemi Covid-19, yakni 226.796 kg. Para pemimpin bank pangan mengaku kaget dengan lonjakan permintaan bantuan pangan di tengah inflasi ini.

Peristiwa ini semakin menandai bahwa perekonomian kapitalisme sangat rentan karena inflasi 9,1% ini dianggap sebagai efek dari perang Rusia-Ukraina sebagaimana Kepala ekonom di Comerica Bank Bill Adams. "Inflasi tetap tinggi di Amerika Serikat, mencerminkan kekurangan pangan dan energi global yang disebabkan oleh konflik Rusia-Ukraina, sehingga berdampak pada tingginya harga di dalam negeri seperti harga rumah, sewa, dan perawatan medis," katanya seperti dikutip dari US News, Senin (13/6/2022).

Akibat perang, rantai pasok terganggu, berimbas kepada pengadaan barang dan jasa yang dibutuhkan penduduk. Tidak terpenuhinya barang dan jasa menyebabkan permintaan lebih besar dari penawaran yang menyebabkan kenaikan harga-harga yang tinggi. Untuk meredam permintaan yang tinggi, pemerintah melakukan intervensi melalui bank sentral The Fed, dimana suku bunga acuan dinaikkan untuk mendinginkan permintaan yang berpotensi semakin memperparah ketidakstabilan.

Krisis ekonomi tentu hanya akan membawa sengsara masyarakat. Ekonomi kapitalisme yang tegak di atas ide liberalisme, menjadikan mekanisme pasar ditopang oleh sektor ekonomi non-riil. Maka, kapitalisme hari ini bagaikan gelembung balon yang besar namun sangat rentan jika terkena hantaman dari luar. Sektor non-riil menjadikan ekonomi tidak memiliki aset nyata, melainkan hanya sebatas angka pada suku bunga, bursa, dan lain-lain. Maka, ketika ekonomi kapitalis menghadapi gangguan barang dan jasa (riil), dampaknya bersifat langsung. 

Berbeda dengan sistem Islam yang berpijak pada ekonomi sektor riil akan mampu bertahan pada kondisi hambatan barang dan jasa karena aset yang tertulis adalah aset yang nyata. Selain itu, nilai tukar uang distandarkan pada dinar dan dirham, menjadikan ekonomi tidak akan mengalami inflasi. []


Oleh: Shela Ramadhani
Sahabat TintaSiyasi
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments