TintaSiyasi.com -- SMA Negeri 1 Banguntapan Bantul, Yogyakarta mendadak menjadi sorotan. Pasalnya, salah seorang siswinya diduga mengalami depresi karena dipaksa gurunya untuk mengenakan jilbab pada saat kegiatan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS). Akibatnya, sang anak diketahui mengurung diri dikamar dan enggan untuk berbicara dengan siapa pun termasuk orang tuanya (Kumparan, 29/7/2022).
Sontak saja, kejadian tersebut menyita perhatian berbagai pihak. Bahkan, Ombudsman setempat dan Disdikpora turun tangan menyelidiki kasus tersebut. Kepala Ombudsman DIY Budhi Masturi mengatakan akan menelusuri dugaan perundungan dalam peristiwa itu. Sebab, ia menilai pemaksaan pemakaian jilbab di sekolah negeri bukan berbasis agama bisa masuk kategori perundungan. Sementara ketua Disdikpora DIY, Didik Wardaya juga menegaskan bahwa ketentuan berjilbab disekolah negeri merupakan kehendak yang diberikan kepada peserta didik perempuan tanpa paksaan (Kumparan, 30/7/2022).
Perlu dipahami bahwa hal ini merupakan risiko nyata dari penerapan sistem sekuler-liberal. Generasi Muslim merasa dipaksa dan terancam haknya, saat sekolah melatih menggunakan busana Muslimah. Padahal, ketentuan menutup aurat di kehidupan umum termasuk di sekolah harusnya menjadi sarana efektif untuk mengarahkan remaja Muslimah agar senantiasa terikat dengan hukum syariat di mana pun ia berada. Juga untuk mewujudkan generasi yang baik bagi masyarakat. Namun sayang, atas nama toleransi dan hak asasi manusia upaya penyelamatan generasi bersinggungan dengan cara pandang liberal. Karena, cara pandang liberal menjamin kebebasan setiap manusia untuk bertingkah laku tanpa memandang apakah tingkah lakunya tersebut sesuai hukum syariat atau tidak.
Parahnya, sebagai konsekuensi penerapan ideologi kapitalisme maka sistem pendidikan yang diterapkan di negeri ini jelas berbasis sekuler-liberal. Sehingga, pemikiran sekuler-liberal inilah yang digunakan untuk menghakimi dan mengadili segala sesuatu. Padahal, pemikiran liberal ini justru menjauhkan umat dari ajaran Islam yang sesungguhnya. Bahkan, paham ini acapkali mengobok-obok isi Al-Qur'an dan As-Sunnah hingga mempersoalkan isinya. Wajar jika sistem pendidikannya gagal membentuk generasi yang berkepribadian Islam. Sebaliknya, membentuk generasi yang ragu terhadap ajaran Islam dan bangga dengan perilaku serba bebasnya. Oleh karena itu, selama kapitalisme masih bercokol, maka syariat Islam akan terus dipojokkan dan selalu dijadikan momok menakutkan.
Seyogianya, masyarakat harus menyadari urgensi penerapan aturan Islam di seluruh lini kehidupan. Hanya saja, pembentukan kesadaran individu terhadap syariat Islam memerlukan peran pendidikan Islam, masyarakat yang bertakwa, serta aturan negara yang bersumber dari Al-Qur'an dan As-Sunnah. Tentu semuanya akan terwujud dengan hadirnya institusi pelindung umat yang bernama Khilafah Islamiah. Khilafah memiliki kewajiban membentuk kepribadian Islam pada masyarakat termasuk generasi muda. Olehnya, khilafah akan menerapkan sistem pendidikan yang berbasis akidah Islam. Sebab, seseorang bisa dikatakan berkepribadian Islam ketika memiliki pola pikir dan pola sikap Islam. Sudah jamak diketahui bahwa aturan dibuat tidak pernah menunggu kesadaran, untuk itulah aturan selalu diikuti dengan sanksi. Siapa pun yang melanggar pasti dikenai sanksi tegas.
Ya, berpakaian Muslimah merupakan salah satu wujud dari pola sikap Islam. Sebagai bentuk keterikatan terhadap aturan Islam. Karena, Islam telah mewajibkan setiap Muslimah untuk memakai jilbab dan kerudung di kehidupan umum. Sehingga, dalam negara khilafah para Muslimah diwajibkan memakai kerudung dan jilbab. Baik di lingkungan sekolah maupun ditempat umum lainnya. Akan tetapi, untuk sampai pada terbentuknya kepribadian Islam sebagaimana tujuan pendidikan Islam tentu saja membutuhkan proses membangun keimanan disertai pembiasaan dalam keseharian. Di sinilah pentingnya aturan untuk membangun pembiasaan pendidikan Islam demi membangun fondasi keimanan secara terus-menerus. Hingga terbentuk dorongan keimanan dalam menjalankan syariat Islam. Bukan karena paksaan.
Semua ini hanya akan terwujud di bawah payung sistem pendidikan Islam. Di mana kurikulum pendidikan dibuat berlandaskan akidah Islam. Sehingga, setiap pelajaran dan metodologinya disusun sejalan dengan asas itu. Konsekuensinya, waktu untuk memahami tsaqafah Islam dan nilai yang terdapat di dalamnya mendapat porsi yang besar tanpa mengurangi waktu bagi ilmu lainnya. Ditambah dengan keberadaan masyarakat bertakwa dan senantiasa melakukan amar makruf nahi mungkar menjadikan proses pembentukan kepribadian Islam pada generasi menjadi lebih mudah dan alami. Sebab, jika ada yang melanggar syariat maka masyarakat tak segan menasehati termasuk perkara jilbab.
Wallahu a'lam bishshawab. []
Oleh: Teti Ummu Alif
Pemerhati Masalah Umat
0 Comments