TintaSiyasi.com -- Anjuran mengenakan hijab di sekolah tengah menimbulkan kontroversi. Agaknya, hijab dianggap sebagai paksaan dan tidak menghargai Hak Asasi Manusia (HAM). Seorang siswi kelas 10 di SMAN 1 Banguntapan mengaku telah dipaksa menggunakan hijab oleh guru BK di sekolahnya tersebut. Dikabarkan, sebab paksaan tersebut menjadikan siswi mengalami depresi, dan sampai saat ini masih mengurung diri. Yuliani selaku pendamping mengatakan, pemaksaan penggunaan hijab di lakukan saat Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS).
Laporan terkait dugaan pemaksaan hijab di sekolah telah sampai ke Ombudsman RI perwakilan DIY. Kepala ORI DIY Budhi Masturi akan menelusuri dugaan perundungan dalam peristiwa tersebut. Ia menilai, pemaksaan penggunaan hijab disekolah negeri yang bukan berbasis agama bisa masuk ke dalam kategori perundungan. Budhi Masturi pun telah memanggil pihak kepala sekolah untuk meminta klarifikasi terkait hal itu. Pihak kepala sekolah berpendapat bahwa memang tidak ada kewajiban bagi seorang siswi untuk mengenakan hijab saat sekolah sebagai seragam.
Demikianlah pendidikan jika dibangun atas pijakan sekularisme. Pemisahan agama dari kehidupan serta penolakan terhadap andilnya agama, berhasil menciptakan para manusia pemuas intelektual, namun kosong ruhiyah dalam jiwanya. Pelajar menjadi bertambah jauh dari syariat agamanya bahkan menolak dengan alasan ‘belum siap’. Padahal, kita paham bahwa keterikatan seorang hamba kepada setiap aturan Penciptanya adalah suatu kewajiban sebagai bentuk ketaatan dan keimanan. Namun apalah daya, saat ini pengerukan iman dalam diri pelajar dikemas dengan cantik dan sistematis, sehingga kewajiban dianggap perundungan dan tanpa disadari hal ini telah menggerogoti iman bahkan memupusnya, hingga hilang. Na’udzubillaahi mindzalika.
Metode Khas Pendidikan Islam
Pengaruh sekuler dalam gerak pendidikan, melahirkan individu pencari ilmu tidak dengan niat ketaatan, melainkan sekadar pemenuhan intelektualitas saja. Pemisahan peran agama dalam mendidik dan membina, melancarkan program perusakan dan pelecutan keimanan dalam diri setiap insan. Maka sudah menjadi keniscayaan, para pemikir, pelajar dan para intelektual yang lahir hasil didikan sekuler tidak memiliki rasa takut kepada Allah SWT Sang Khaliq, apalagi untuk menjalankan setiap aturan dan syariatnya, sangat mustahil!
Sekularisme yang menjadi dasar pergerakan pendidikan, juga memberikan sekat-sekat terhadap bentuk pendidikan. Sekolah saat ini disekati dengan kategori sekolah negeri dan sekolah agama. Sehingga memberikan kesan bahwa sekolah negeri tak perlu mengikuti ketentuan yang ada dalam agama. Inilah bukti nyata akan rencana Barat memasukkan paham sekuler dalam kancah pendidikan, guna memecah belah dan memberi batasan.
Berbeda dengan Islam. Islam adalah mabda yang melahirkan peraturan, yang peraturan tersebut harus diterapkan. Dengan demikian, Islam memiliki metode yang khas dalam mengoperasikan gerak laju pendidikan. Pendidikan dalam Islam tak sekadar transfer ilmu semata. Metode pembelajarannya melalui proses berpikir yang menghasilkan pengaruh mendalam dan membekas pada diri pelajar. Dalam Islam, setiap ilmu yang dipelajari adalah untuk diterapkan. Dengan metode seperti ini, pelajar memiliki kemampuan dan pemahaman yang mendalam, tidak akan kita jumpai seorang pelajar pun dengan pengetahuan ilmunya yang luas tanpa disertai penerapan dalam kehidupannya.
Pendidikan dalam Islam tak lupa membentuk para pelajar berkepribadian islami, menanamkan ketaatan, menghasilkan ketakwaan serta rasa takut kepada Allah SWT. Sebagaimana dijelaskan dalam QS. Al Fathir ayat 28: “Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya adalah orang orang yang berilmu”.
Dengan pengertian seperti ini, memahamkan bahwa orang-orang yang takut kepada Allah SWT yang sejatinya orang yang berilmu. Maka pendidikan dalam Islam mengantarkan para pelajar untuk menguasai ilmu di samping tetap menjadikan iman sebagai dorongan setiap perbuatannya. Ilmu tak akan kosong dari ruh keimanan. Sebab, penggerak atas penerapannya adalah rasa takut kepada Allah SWT juga ketakwaan yang menancap kuat.
Generasi yang lahir hasil penerapan Islam dalam roda pendidikan adalah generasi unggul, cerdas, cermelang, memiliki ketakwaan, dan sadar akan kewajibannya untuk menjalankan syariat Allah SWT hasil rasa taat yang ia dapatkan di sekolahnya. Maka mustahil pelajar dalam pendidikan Islam enggan untuk menjalankan syariat Allah SWT, karena pemahaman kewajiban menjalankannya adalah salah satu inti dari pendidikan dalam Islam.
Seperti inilah jika Islam dijadikan pondasi kuat untuk membangun pendidikan. Menjamin karakter yang cerdas sebagai estafet penggenggam keberlangsungan syariat Islam. Namun Islam tak cukup jika hanya dalam pendidikan. Perubahan ini harus bersifat revolusioner, sehingga mampu merubah segala kebobrokan yang terjadi secara sistematis. Islam harus diterapkan sebagai sistem yang mengatur berbagai macam persoalan secara global, sebab antar persoalan memiliki keterkaitan yang pasti. Maka perubahan yang terjadi, harus merubah keseluruhannya dari akarnya.
Wallahu a’lam. []
Oleh: Priety Amalia
Sahabat TintaSiyasi
0 Comments