TintaSiyasi.com -- Di tengah berbagai kesulitan yang masyarakat rasakan, khususnya dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari mengharuskan mereka melakukan berbagai upaya untuk menyambung kehidupan. Bahkan mereka rela untuk keluar negeri mencari pekerjaan. baru-baru ini pemberitaan penyekapan 60 WNI di kamboja viral, hal ini dibenarkan Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan.
Serikat Buruh Migran Indoensia (SBMI) berharap momentum peringatan Hari Anti Perdagangan Orang Sedunia pada 31 Juli 2022 agar pemerintah dinilai harus lebih serius melakukan upaya pencegahan TPPO pada PMI hingga ke tingkat desa, termasuk kepada para mantan PMI yang pulang di masa Pandemi Covid-19. Data BP2MI memperlihatkan di masa pandemi Covid-19 pada 2020 – 2021, jumlah penempatan PMI menurun, tetapi angka kasus pengaduan TPPO meningkat. Sedangkan data Catatan Akhir Tahun (CATAHU) SBMI, pada 2021 saja ada 159 PMI yang menjadi korban perdagangan orang (tempo.co)
Belum adanya langkah kongkrit yang dilakukan pemerintah, bahkan menghentikan pengiriman buruh migran saja tidak mampu dilakukan dan yang paling miris lagi bahwa pemerintah menerima kiriman dari TKI yang bekerjah di luar negeri. Badan Nasional Penempatan dan Perundungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) mencatat remitasi atau kiriman uang dari TKI yang bekerja di luar negeri untuk satahun terakhir ini mencapai Rp. 148 Triliun. Hal ini menggambarkan sistem kapitalis sangat merusak karna hanya mementingkan materi daripada keselamatan nyawa rakyat.
Fenomena banyaknya WNI yang keluar negeri untuk mencari pekerjaan menjadi sebuah pertanyaan besar, di mana di tengah melimpahnya SDA yang dimiliki oleh negara tapi tidak mampu menyediakan lapangan pekerjaan untuk warga negaranya. Bahkan SDA yang kita miliki justru dikelola oleh asing yang seharusnya hasil dari SDA itu untuk memberikan kesejahteraan bagi masyarakat tapi malah menjadi keuntungan bagi segelintir orang saja. Hal ini menunjukkan hilangnya tangguang jawab pemerintah.
Bahkan nyawa mereka yang terancam tidak lagi menjadi pertimbangan. Terlebih karena sulitnya memenuhi kebutuhan di sistem hari ini, mahalnya biaya makan sehari-hari, biaya pendidikan anak-anaknya, biaya kesehatan. Ini semua menjadikan mereka tidak lagi berpikir panjang dan rela meningggalkan keluarga. Meskipun harus menitipkan anaknya kepada keluarga yang menjadikan anak-anak tersebut tidak mendapatkan kasih sayang dan didikan dari orang tuanya.
Masyarakat berusaha mengatasi permasalahan ekonomi yang menghimpit tapi ternyata menimbukan masalah yang baru lagi. Perlindungan total hanya bisa dilakukan pemerintah bila di dalam negeri tersedia cukup lapangan kerja, kemudahan memenuhi kebutuhan dasar setiap individu rakyat sehingga tidak perlu terpaksa mencari kerja di luar negeri.
Dalam hal ini negara ataupun dunia memerlukan suatu aturan pasti yang melindungi manusia, yang bebas dari hawa nafsu keserakahan kepentingan ekonomi, di mana aturan itu jelas secara konsep dan pelaksanaanya.
Sebagaimana pemerintahan Umar bin Abdul Aziz yang mecorehkan catatan sejarah yang amat gemilang. Umar bin Abdul Aziz sangat mencintai rakyatnya ia telah mengentaskan rakyatnya dari kemiskinan dan semua rakyatnya hidup berkecukupan. Bahkan tidak ada satupun orang yang hidup pada saat itu berhak mendapatkan zakat.
Begitu pun Islam sangat menghargai nyawa manusia karna itu Islam sangat memperhatikan penjagaan nyawa manusia. Sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. Al-Maidah Ayat 32 yang artinya: “Siapa saja yang membunuh manusia, bukan karna orang itu membunuh orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, seakan-akan dia telah membunuh manusia seutuhnya. Siapa saja yang memelihara kehidupan seorang manusia, seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia seutuhnya.”
Sungguh semuanya sangat jelas aturannya dalam Islam. Jadi kita sudah seharusnya kembali pada sistem khilafah yang menerapkan aturan Islam secara kaffah. Wallahu a'lam bishshawab. []
Oleh: Nindi Hardianti
Aktivis Dakwah Kampus
0 Comments