TintaSiyasi.com -- Citayam Fashion Week (CFW) seakan menjadi magnet baru bagi para generasi Sandwich yang haus akan identitas dirinya. Tak ketinggalan para pesohor negeri baik itu artis ataupun politikus dan lainnya, berlomba-lomba ikut tampil di dalamnya. Sungguh fenomena yang menunjukkan eksistensi diri cukup dengan adu gaya dan kreatifitas seni yang bagi mereka mampu menjawab kehausannya akan status sosial yang dimiliki.
Mereka (generasi Citayam) sangat menikmati popularitas yang sekarang direguknya. Tanpa harus sekolah model, tanpa harus berlelah-lelah mengumpulkan pundi-pundi materi dengan berbagai kegiatan yang menguras pikiran dan tenaga, mereka mampu untuk merengkuh segalanya. Menikmati sesaat hingar bingar nama Citayam Fashion Week (CFW) menjadi ikon hidupnya. Benarkah ini yang dibutuhkan generasi sekarang? Generasi Sandwich dengan berbagai rasa dalam menunjukkan eksistensi dirinya.
Fenomena Citayam Fashion Week (CFW) ini ternyata memiliki sisi gelap di baliknya. Dilansir dari Viva.co.id (26/7/2022), diungkap oleh salah satu model jalanan yang tengah disorot bernama Ale dan model Vintha Devina Top 3 Indonesia’s Next Top Model dalam video podcast di YouTube Deddy Corbuzier, bahwa kebanyakan mereka yang datang berasal dari kalangan kurang mampu, putus sekolah, merasa inscure karena keterbatasan materi, dan sering mendapat hinaan karena gaya fashion mereka.
Ternyata di balik sisi gelap inilah mereka ingin memperlihatkan keberadaannya. Seharusnya mereka memahami sebuah eksistensi diri itu tidaklah diperoleh dengan instan. Tapi butuh proses panjang dan perjuangan. Dan fokus mereka ke dunia seni, atau gaya hidup sesuai yang mereka mau bukanlah sebuah unjuk prestasi yang mampu mendongkrak sisi gelapnya. Inilah buah dari lepasnya sosok panutan bagi para generasi penganut CFW. Berbagai kasus konten viral di media sosial yang diisi dengan hal-hal unfaedah dan bisa menghasilkan materi yang wah telah menyihir pikiran dan pemahaman mereka.
Melihat dari sisi gelap lahirnya CFW ini, tentu saja kita harus berkaca pada bagaimana sistem ini telah membangun fondasi di dalam keluarga, lingkungan masyarakat bahkan hingga tataran negara menjadi lemah. Lemah terhadap aturan yang tepat untuk dijalankan. Keluarga sekarang lebih mengutamakan pembentukan individu di dalamnya sukses secara duniawi. Tataran masyarakat pun sama, status sosial bisa dianggap penting, dianggap hebat, dan berhasil ketika tampak finansialnya meningkat terus. Fondasi terbesar yakni negara beserta berbagai kebijakan yang diterapkan menjadikan sekularisme kapitalisme sebagai landasannya. Sehingga aturan dalam agama dikesampingkan dan diganti dengan aturan sekuler kapitalis.
Pendidikan sekarang semakin menjauhkan nilai-nilai agama dalam kehidupan, anak-anak cukup dijejali dengan berbagai pelajaran akademik dan budi pekerti, porsi agama semakin berkurang. Akhirnya terbentuklah pola pikir yang sama di tengah masyarakat dan keluarga. Maka tak heran lahir generasi-generasi yang tidak kuat pemahamannya, sibuk dengan dunia fantasinya untuk sukses tanpa disertai apakah yang ditempuhnya memberikan manfaat positif. Ketidakmampuan secara sosial bukan menjadi alasan mereka untuk lepas kontrol dalam pergaulan atau mencari sensasi untuk menghasilkan materi.
Generasi sekarang jelas butuh panutan yang benar. Bagaimana sosok tersebut berjuang meraih cita-cita dan harapannya. Melakukan aktivitas yang mampu menebarkan manfaat positif, dan yang utama memiliki keteladanan dalam membangun negara dengan potensi yang dimilikinya. Sebagaimana yang ditorehkan oleh para sahabat Rasulullah SAW ketika Islam menjadi sistem dalam mengelola negara secara menyeluruh.
Islam memiliki sistem pendidikan yang khas, berlandaskan pada akidah Islam sehingga generasi Islam berkembang menjadi pribadi yang taat kepada Allah SWT serta cerdas dan mampu mendedikasikan ilmunya untuk kemajuan ilmu pengetahuan bagi umat. Mereka disibukkan dengan pencapaian yang baik antara dunia dan akhirat. Bahkan beberapa penemuan ilmuwan Muslim berkontribusi besar dalam ilmu pengetahuan selanjutnya hingga sekarang yang kita nikmati.
Salah satunya adalah Ibnu Sina, seorang filsuf yang terkenal di dunia medis dan dijuluki sebagai Bapak Kedokteran Modern. Dua karyanya yang menjadi standar ilmu medis di seluruh dunia yakni ensiklopedia filsafat Kitab al-Shifa’ (The Book of Healing) dan The Canon of Medicine. Ada juga Muhammad bin Musa Al-Khawarizmi seorang ahli matematika Islam dikenal sebagai penemu aljabar. Dan dikenal juga sebagai ahli di bidang astrologi dan astronomi.
Ada lagi sosok teladan dari buah pendidikan dari orang tua dan lingkungan sehingga menjadi sosok pahlawan yang dikenal umat Islam hingga saat ini. Salahuddin al-Ayubi adalah sosok prajurit dan penguasa yang fenomenal. Memiliki taktik pertempuran dan keberanian yang luar biasa. Dikenal membebaskan kota suci Yerusalem dari Tentara Salib. Beliau pun dikenal di Eropa sebagai teladan dengan prinsip-prinsip kesopanan.
Dibandingkan dengan pendidikan kapitalisme yang telah memisahkan agama dari kehidupan, telah menghasilkan generasi yang disibukkan dengan urusan individual dan materialistis semata. Ilmu yang diperoleh tidak menjadi acuan hingga ke hari akhir karena tidak berlandaskan pada agama yang hak, yakni Islam. Bangunan kokoh keluarga pun goyah disebabkan pemenuhan ekonomi dan status sosial di tengah masyarakat menjadi porosnya. Orang tua tidak khawatir anaknya tidak melaksanakan aktivitas sesuai aturan Islam, mereka lebih takut ketika anaknya tidak menghasilkan pundi-pundi uang dan memiliki status sosial yang rendah.
Maka jelas fakta dari sistem yang sekarang dianut telah mengubah haluan generasi muda terutama pemuda Islam menjadi lemah dan jauh dari ketaatan kepada Sang Pencipta alam semesta. Krisis moral/akhlak dan krisis pemikiran dalam membangun dirinya agar memberi manfaat bagi dunia dan akhirat. Hanya sistem Islam yang mampu menyelesaikan permasalahan generasi muda saat ini.
Wallahu a'lam bishshawab. []
Oleh: Ageng Kartika
Pemerhati Sosial
0 Comments