TintaSiyasi.com -- Tahun ini tepatnya tanggal 15-16 November nanti akan diselenggarakan KTT G20. Indonesia mendapatkan kepercayaan sebagai tuan rumah penyelenggaraan KTT G20 tersebut. Indonesia mendapat pujian atas hal ini.
Pujian terhadap Indonesia datang langsung dari Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Antony Blinken atas kepemimpinan Indonesia di G20. Menurutnya Indonesia dinilai selalu berupaya mengeluarkan hasil yang konkret pada berbagai pertemuan, termasuk Pertemuan Menteri Luar Negeri G20. Langkah itu sejalan dengan Amerika yang menghendaki hasil konkret pertemuan G20 yang akan berlangsung nanti di Nusa Dua, Badung Bali.
Blinken percaya bahwa rangkaian pertemuan G20 termasuk KTT yang akan dihadiri para pemimpin dunia November 2022 nanti dapat memberikan hasil nyata dan bermanfaat bagi masyarakat global. Menurutnya negara-negara anggota G20 perlu mengambil langkah-langkah yang akan mendukung penyelesaian isu-isu global dan ekonomi, krisis pangan, krisis iklim dan lonjakan harga energi. Dari berbagai pernyataan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat berkaitan dengan G20 akan bisa menyelesaikan persoalan global. Benarkah akan terwujud demikian? Bagaimana peran Indonesia dalam G20 ini? Apakah dengan presidensi G20 Indonesia ini hanya sebagai skenario agar Indonesia berperan konkrit dan lebih banyak lagi untuk mengeksploitasi kekayaan dan potensinya untuk mewujudkan kepentingan negara besar?
Mengenal Singkat G20
G20 adalah forum kerja sama multilateral yang terdiri dari 19 negara utama dan Uni Eropa (EU). G20 merepresentasikan lebih dari 60% populasi bumi, 75% perdagangan global, dan 80% PDB dunia. Anggota G20 terdiri dari Afrika Selatan, Amerika Serikat, Arab Saudi, Argentina, Australia, Brasil, India, Indonesia, Inggris, Italia, Jepang, Jerman, Kanada, Meksiko, Republik Korea, Rusia, Perancis, Tiongkok, Turki, dan Uni Eropa.
G20 dibentuk pada tahun 1999 atas inisiasi anggota G7, G20 merangkul negara maju dan berkembang untuk bersama-sama mengatasi krisis, utamanya yang melanda Asia, Rusia, dan Amerika Latin. Adapun tujuan G20 adalah mewujudkan pertumbuhan global yang kuat, berkelanjutan, seimbang, dan inklusif.
G20 pada awalnya merupakan pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral. Namun, sejak G20 menghadirkan Kepala Negara dalam KTT dan pada 2010 dibentuk pula pembahasan di sektor pembangunan. Sejak saat itu G20 terdiri atas Jalur Keuangan (Finance Track) dan Jalur Sherpa (Sherpa Track). Sherpa diambil dari aplikasi untuk pemandu di Nepal, menggambarkan bagaimana para Sherpa G20 membuka jalan menuju KTT (Summit).
Peran Indonesia dalam G20 untuk Siapa?
Indonesia merupakan negara satu-satunya di Asia Tenggara yang menjadi peserta G20. Sebagai negara berkembang, dengan potensi ekonomi yang luar biasa dan memiliki sumber daya alam strategis yang sangat banyak, lumbung energi, tenaga kerja murah, serta jumlah penduduk yang besar tentu sangat diperhitungkan.
Namun potensi yang dimiliki Indonesia ini tidak membawa pengaruh positif bagi Indonesia. Karena posisi Indonesia tetap lemah di hadapan negara adidaya dan negara-negara besar. Segala pujian yang diberikan kepada Indonesia hanyalah kamuflase. Ibarat peribahasa ada udang di balik batu, ada kepentingan negara-negara besar terhadap Indonesia.
Sehingga jelas sekali Presidensi Indonesia dalam KTT G20 mendatang menjadikan Indonesia hanya sebagai jongos untuk kepentingan kapitalisme global. Bukan untuk membuat perekonomian Indonesia lebih baik, tetapi malah semakin terpuruk. Jurang kemiskinan semakin curam, ketimpangan ekonomi semakin menganga.
Persoalan Global Selesai dengan G20?
Saat ini persoalan yang mendera negara-negara secara global di segala lini kehidupan semakin kompleks. Penyelesaian persoalan global tersebut yang ditengarai akan bisa diselesaikan dengan langkah-langkah strategis negara-negara yang tergabung dalam G20 ini. Benarkah demikian?
Sebenarnya persoalan global yang terjadi disebabkan oleh sistem kapitalis yang bercokol sejak runtuhnya induk pemersatu kaum Muslim. Menyerahkan penyelesaian persoalan global dengan melaksanakan rangkaian G20 hanya angan kosong yang salah kaprah. Sehebat apa pun langkah strategis yang disusun dalam rangka memulihkan persoalan global dunia tidak akan pernah terwujud selama berpegang kepada sistem yang salah.
Firman Allah SWT dalam QS. Al Maidah ayat 50:
اَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُوْنَۗ وَمَنْ اَحْسَنُ مِنَ اللّٰهِ حُكْمًا لِّقَوْمٍ يُّوْقِنُوْنَ
Artinya: "Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)?"
Seperti tujuan G20 yang ingin mewujudkan pertumbuhan global yang kuat, berkelanjutan, seimbang, dan inklusif. Bagaimana mungkin dengan sistem yang rusak dari akarnya akan bisa memperbaiki kondisi? Lalu ke mana kita menggantungkan harapan?
Sistem Islam Satu-satunya Harapan
Islam sebagai sebuah sistem kehidupan yang mengatur seluruh aspek kehidupan, menjadi solusi atas seluruh persoalan yang dihadapi manusia. Sistem ini pernah diterapkan lebih dari 1.300 tahun sejak masa Rasulullah SAW hingga menguasai dua pertiga dunia. Hanya kepada sistem Islamlah kita menggantungkan harapan.
Sistem Islam melalui institusi khilafah yang mampu melawan kekuatan global kapitalisme saat ini. Dominasi hegemoni kapitalisme yang sejatinya telah menyengsarakan umat manusia. Sementara sistem Islam menyejahterakan. Insyaallah akan tegak sebentar lagi.
Wallahu a'lam. []
Oleh: Haryati
Aktivis Muslimah
0 Comments