Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Dekadensi Moral Era Milenial, Islam Mampu Menangkal Budaya Liberal


TintaSiyasi.com -- Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah memberikan pengaruh bagi masyarakat, tak terkecuali generasi muda milenial. Tanpa disadari arus modernisasi telah mengubah gaya hidup dan pola pikir mereka. Bahkan dapat menyebabkan dekadensi moral jika tidak mampu menyaring hal-hal baru yang masuk dalam kehidupannya. Padahal di tangan generasi muda, masa depan sebuah bangsa akan cemerlang jika mengedepankan moral dan norma agama.

Misalnya saja, karena mengikuti tren yang sedang hangat diperbincangkan masyarakat membuat generasi milenial lupa akan jati dirinya. Justru asyik dengan berbagai aktivitas mempromosikan diri di ajang kreatifitas yang sifatnya sesaat. Tidak jauh berbeda dengan fenomena Citayam Fashion Week (CFW) di kawasan Dukuh Atas, Jakarta Pusat yang mendadak viral baru-baru ini. 

Awal mula CFW dikenal dari remaja yang berasal dari Citayam, Depok yang menghabiskan waktu untuk nongkrong di Dukuh Atas, Jalan Sudirman. Di balik itu, hal yang menjadi pusat perhatian adalah ekspresi gaya dan dandanan mereka yang nyentrik. Kemudian momen itu didokumentasi dan dipublis di media sosial. Rupanya banyak di kalangan masyarakat, baik selebgram, selebtiktok, artis, maupun pejabat tinggi yang mendukung dan ikut meramaikan ajang CFW.

Menurut salah satu remaja bernama M. Alif Hanzaulah bahwa CFW bukan hanya mendongkrak eksistensi. Di sisi lain yang menggiurkan adalah peluang mendapat uang dari membuat konten. Bahkan ketika Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno menawarkan Beasiswa pendidikan, salah satu influencer bernama Roy menolaknya. Justru lebih memilih sebagai konten kreator demi menunjang karirnya daripada melanjutkan sekolah (kompas.com, 23/07/2022).

Begitulah cara pandang generasi saat ini. Tidak lagi memperhatikan tingkat kebutuhan, lebih mengutamakan keuntungan dengan cara instan. Tidak peduli dengan kondisi sekitar, apakah mengganggu kenyamanan masyarakat lain atau tidak. Dengan rasa bangga melakukan aktifitas diluar batas kreatifitas. Di benak mereka hanya kesenangan dan hura-hura tanpa merasa ada beban kehidupan.

Maka untuk mengantisipasi adanya benih-benih tindak kekerasan, pelecehan terhadap anak, Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria membubarkan acara CFW pukul 22.00 WIB. Sekaligus berjanji akan memfasilitasi anak-anak mengembangkan kreatifitas dan prestasi di tempat terbaik yang jauh dari jalanan umum (Republila.co.id, 24/07/2022).

Tidak hanya pencegahan, harusnya pemerintah memberikan perhatian lebih atas rusaknya moral generasi saat ini. Selain potensi generasi tidak diarahkan, racun budaya barat telah merasukinya dengan fasilitas yang disediakan. Bahkan secara terang-terangan mereka digiring untuk menjadi budak dunia. Tanpa sedikit pun berpikir persiapan bekal setelah kematian. Agama tak penting bagi mereka. Materi yang menjadi tujuannya.

Tak aneh jika akhirnya generasi semakin terjerat ke dalam lubang kemaksiatan. Gaya hidup hedonisme telah menjadi prinsipnya. Hidup foya-foya, bahagia dan berharap masuk surga. Padahal selain jauh dari nilai moral dan agama, pembajakan potensi generasi dibajak tanpa henti. Pola hidup kapitalistik melahirkan generasi yang memandang kesuksesan hanya dari materi.

Pola pikir dan perilaku yang didominasi oleh budaya liberal, membuat generasi semakin brutal. Sisi keluarga yang memberi kebebasan, masyarakat yang acuh, bahkan negara yang lepas tangan menjadi penyebab kerusakan yang terjadi. Sistem kapitalisme, sekularisme, liberalisme, dan turunannya telah menyasar generasi.

Seharusnya generasi muda diarahkan menjadi pejuang estafet perjuangan. Justru menjadi pembela dan pejuang pemikiran kufur. Bahkan generasi seperti inilah yang dibentuk menjadi penghadang kebangkitan. Bukannya membentengi diri dengan ketaatan, malah menolak aturan. Negara pun tak memiliki kekuatan untuk memberi perlindungan dan menghentikan serangan budaya Barat.

Alhasil, generasi muda sebagai aset terbesar negara dan tak ternilai harganya itu pun tercabik-cabik oleh kerakusan kapitalis liberal. Bukannya menjadi generasi terdidik dan terpelajar, justru disibukkan dengan berbuat semaunya sesuai hawa nafsu. Negara gagal mendirikan sistem pendidikan yang di dalamnya dapat membentuk karakter generasi pengukir peradaban cemerlang. Sebagaimana para pemuda Islam terdahulu yang harum namanya karena prestasi yang diraihnya.

Salah satu contohnya adalah Muhammad Al Fatih. Beliau mengukir prestasi dalam menaklukkan Kota Konstantinopel ketika usianya masih sangat muda. Selain itu, Muhammad Al Fatih memiliki jabatan sebagai sultan ketika usianya baru menginjak 12 tahun. Sebelumnya, julukan Al Fatih (sang penakluk) disematkan karena telah berhasil menaklukkan Konstantinopel diusianya masih 21 Tahun. Tidak hanya itu, Sultan Muhammad Al Fatih juga merupakan ahli di bidang ketentaraan, sains, matematika, dan menguasai 6 bahasa. Inilah prestasi gemilang pada generasi muda yang taat pada syariat Islam.

Sebagaimana Allah berfirman dalam Al-Qur'an surat Al-Jatsiyah ayat 18 yang artinya, "Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama itu), maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui."

Karena itu, untuk mewujudkan generasi yang berkepribadian Islam, butuh peran negara yang menerapkan sistem Islam kaffah melalui pendidikan berlandaskan akidah. Di samping peran orang tua membentengi anaknya dengan ketakwaan. Anak akan memiliki rasa malu dan takut melanggar aturan syariat. Sehingga paham batasan aurat, pergaulan, dan kewajiban menjaganya. 

Peran masyarakat pun dibutuhkan dalam mengontrol aktivitas para pemudanya. Jika terlihat pemuda yang melakukan pelanggaran syariat, maka masyarakat langsung melakukan amal makruf nahi mungkar. Negara juga bertanggung jawab memberi sanksi tegas atas pelanggaran tersebut. Namun harus diimbangi dengan menutup media yang berisi konten unfaedah. Dengan cara menyaring informasi dan menangkal semua produk budaya liberal perusak moral generasi. 

Tentunya semua akan nyata terwujud ketika syariat Islam diterapkan secara kaffah. Maka, kembali kepada penerapan aturan Allah satu-satunya syarat mutlak untuk dapat mencetak generasi muda Islam menuju predikat generasi khairu ummah yang diridhai Allah.

Wallahu a'lam. []


Oleh: Yeni Purnamasari, S.T.
Muslimah Peduli Generasi
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments